Teori
Perkembangan Individu
1. Sigmund Freud
Sigmund Freud
lahir 6 Mei 1856 di Freiberg, Moravia, yang sekarang menjadi bagian dari
Republik Cekoslowakia. Ia adalah seorang penulis yang sangat berbakat. Ia
berbicara dengan fasih berbagai bahasa asing dan menguasai bahasa Jerman.
Seperti halnya Karl Marx dan Einstein, Freud adalah arsitek pemikiran dunia
modern. Dunia modern kita kini terbentuk lewat gagasan-gagasan mereka, baik
melalui reaksi menolak atau menerimanya. Ketiganya punya keyakinan yang besar tentang
fundamental dari realitas, yang dalam konteks ini merupakan suatu sikap dasar
yang mampu melihat cara kerja alam, di mana manusia merupakan bagian di
dalamnya, untuk membongkar rahasia-rahasia yang perlu ditemukan dan mempelajari
pola serta desainnya.
Kuliah-kuliah awal
freud tentang psikoanalisis merupakan konsep-konsep dasar pemikirannya. Pokok
pemikiran Freud dalam penelitian itu adalah human qua human (manusia sebagai
manusia), atau seperti yang dikatakan filsuf Baruch Spinoza, lewat karya-karya
awalnya dalam psikoanalisis, Freud menyusun sebuah model sifat manusia untuk
memahami manusia.
Memahami Freud
berarti pula memahami konteks model ini dibentuk, yakni ketika semangat
pemikiran materialistik abad ke-19 di mana manusia tersusun dalam sebuah
mekanisme yang didorong oleh sejumlah energi seksual tetap yang disebut sebagai
libido.
Libido akan
menyebabkan ketegangan yang menyakitkan yang "energinya" hanya bisa
dikurangi atau ditekan lewat pelepasan fisik. Upaya pelepasan inilah yang oleh
Freud dijelaskan lewat konsep prinsip kesenangan, yaitu sebuah proses dinamis
antara kesakitan, pelepasan dan kesenangan. Konsep ini kemudian dikontraskan
dengan prinsip realitas, yang menunjukkan apa yang dicari manusia dan segala
yang akan mereka hindari, dalam kehidupan nyata di dunia agar mereka bisa
bertahan hidup. Prinsip realitas akan selalu bertabrakan dengan prinsip
kesenangan dan keseimbangan yang terjadi akibat benturan keduanya merupakan
prasyarat bagi kesehatan mental manusia. Dalam ceramah Freud tentang
psikoanalisis dijelaskannya bahwa jika salah satu dari kedua prinsip tersebut
mendominasi, maka akan lahir manifestasi-manifestasi neurotik-psikotis.
Freud melihat
perkembangan manusia sebagai sebuah evolusi dalam bentuk perkembangan individu.
Menurut Freud, dorongan utama dalam diri manusia, yaitu energi seksual,
merupakan sebuah proses evolusi sejak kelahiran hingga masa puber dan dewasa
dalam kehidupan masing-masing individu. Libido manusia juga mengalami
perkembangan dalam berbagai tahap mulai dari tahapan mengisap dan menggigit
pada masa bayi, masa pengeluaran sekresi dan saluran kencing, dan berakhir pada
organ-organ genital.
Libido punya peran
sama, namun berbeda pada setiap individu. Libido punya
potensi yang sama, namun punya manifestasi yang berbeda-beda dan mengalami
perubahan sesuai proses evolusi pada masing-masing individu. Bagi Freud,
perubahan dari energi seksual menjadi energi nonseksual disebutnya sebagai
sublimasi. Semakin cepat dan besar perkembangan peradaban akan semakin tinggi
harkat manusia namun semakin besar pula penekanan yang dilakukan manusia
terhadap dorongan-dorongan libidonya.
Lewat proses
sublimasi, manusia berkembang semakin berbudaya dan bijaksana, namun
sesungguhnya dalam arti tertentu, dia juga menjadi kurang bahagia bila
dibandingkan dengan si manusia primitif yang bisa melampiaskan semua
instingnya. Semakin besar proses sublimasi semakin besar pula dia mengalami
tekanan dan mengalami gangguan mental karena frustasi.
Dua konsep kunci
dalam memahami evolusi teorinya Freud adalah evolusi libido dan evolusi
hubungan manusia dengan manusia lain. Freud
mengasumsikan bahwa libido atau energi seksual individu selalu mengalami
perkembangan dalam tahap-tahap mulai oral hingga genital. Jadi menurut Freud,
individu yang sehat adalah mereka yang sudah mencapai tingkatan genital tanpa
mengalami fiksasi dan kemunduran. Individu seperti inilah yang bisa menjalani
kehidupan sebagai orang dewasa, bekerja dan memperoleh kepuasan seksual yang
memadai hingga ia menghasilkan keturunan.
2. Erickson
Lahir di Jerman,
EE bertemu dengan Freud ketika dia dipanggil untuk melukis foto seorang anak
yang ternyata adalah anak Freud. Selanjutnya EE pergi ke Amerika untuk
melakukan risetnya. Walau EE banyak dipengaruhi oleh pandangan2 Freud (Siapa
yang tidak?) tetapi EE lebih berkonsentrasi pada pengaruh lingkungan sosial
pada perkembangan kepribadian manusia, itulah sebabnya teori perkembangannya
disebut psikososial. EE adalah tokoh raksasa di bidang psikologi walaupun tidak
terkenal seperti Freud. Teorinya ditelan bulat-bulat oleh pemerintah Amerika
dan dijadikan patokan oleh the 1950 White House Conference on Children.
Conference ini menghasilkan laporan yang dijadikan pedoman policy bagi
pengembangan anak dan remaja di Amerika.
Selain kehebatan
teorinya, EE juga memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam berkomunikasi
baik secara tertulis maupun secara lisan. Konon, kemampuan bahasa dan keluasan
scopenya setanding dengan Winston Churchill. Analisanya tentang Martin Luther
King dan Mahatma Gandhi menjelaskan bagaimana masa lalu ke dua orang ini, dan
reaksi mereka terhadap krisis yang mereka hadapi mempersiapkan mereka untuk
menjadi orang besar di kemudian hari.
Teori EE
menjabarkan 8 fase perkembangan yang dilewati oleh individu. Seperti yg
disebutkan sebelumnya, 8 fase perkembangan ini merupakan perkembangan setelah
sang individu berhasil memecahkan konflik yang dialaminya.
Konflik2 ini akan
dialami oleh setiap individu yang sedang dalam pertumbuhan ke kepribadian yang
matang. Walaupun demikian, 50 % dari seluruh tahap perkembangan psikososial
seseorang dialaminya pada masa kanak-kanak, sehingga teori EE ini tetap sangat
relevan pada topik yang diusulkan bung Jusni yakni bagaimana ortu mengarahkan
perkembangan anaknya dengan baik. Pertama-tama kita akan meliput ke 4 fase
pertama ini.
Sekarang, fase
krisis yang kedua
Autonomy vs Shame
(Kemandirian vs Rasa Malu): Usia 2 sampai 3 tahun.
Pada usia ini,
anak mencoba untuk mandiri yg secara fisik dimungkinkan oleh kemampuan mereka
untuk berjalan, lari dan berkelana tanpa dibantu orang dewasa lagi. Dengan
kebebasan ini, anak masuk dalam periode menjelajah/eksplorasi. Beberapa hal
dapat dicapai dalam periode ini, seperti keberanian untuk menjelajah, insting
untuk menentukan arah sendiri. Pokoknya pada periode inilah kemampuan anak
untuk percaya diri dikembangkan. Problem yang dapat terjadi, menurut Erikson,
adalah rasa malu karena mereka merasa tidak mampu "be on their own".
Ini akan terjadi bila orang tua terlalu banyak ikut campur misalnya membantu
atau mengkoreksi kekeliruan mereka. Karena pada usia ini anak mulai belajar
bahasa, maka ortu yang terus berusaha memperbaiki anak yg sedang belajar
ngomong, akan mengakibatkan anak menjadi penakut/pemalu dalam berkomunikasi.
Bagaimana
sebaiknya ortu bersikap pada periode ini? Ortu harus sering bicara dengan anak,
menanyakan pendapat anak, menciptakan suasana yang berwarna warni, mengarahkan
dengan tidak langsung. ("Ini adalah seekor...gajah. Warna gajah ini
puuuu...tih. Apa yg akan terjadi ketika serigala menghembus rumah babi kedua?)
Kalau anak berusaha mengikat tali sepatunya, pujilah, dan jangan dibikin betul
dengan tujuan menunjukkan kesalahannya. Pada saat ini yang dia pelajari
bukanlah mengikat tali dengan benar tapi bahwa dia dihargai karena punya
inisiatif untuk melakukan sesuatu yang baru, On Her/His Own. Bila Kondisi yang
tercipta setelah krisis pertama terlewati adalah timbulnya Harapan, maka
kondisi setelah krisis kedua ini berlalu adalah "citra diri" atau
"Sense of Identity". (Istilah yg digunakan Erikson adalah Will, tapi
istilah Will ini bersimpang siur interpretasinya sebab Erikson menggunakan Will
ini sebagai Identitias Diri, bukan Kemauan ). Anak-anak yg tidak mengembangkan
citra diri mereka ini, cenderung menjadi terlalu patuh dan penurut. Orang tua perlu
terus menerus menggugah rasa percaya anak bahwa mereka bisa dan boleh
menentukan hidup mereka sendiri.
Fase Krisis ke
tiga: Inisiatif vs Guilt (Rasa Bersalah).
Rata-rata binatang
beberapa saat setelah lahir sudah bisa mandiri. Saya pernah melihat di TV
seekor bayi jerapah yg kira2 4 jam setelah lahir sudah berusaha berdiri dan
lari dengan ibunya. Katanya supaya tidak jadi korban makanan harimau. Bayi
reptil begitu menetas sudah bisa berenang dan berlari-lari. Semua bayi ini,
biarpun sudah bisa lari tetapi mereka tetap bermain-main. Konon, masa bermain
ini merupakan masa mereka berlatih, menguatkan tulang dan belajar keahlian yg
mereka butuhkan untuk masa dewasa mereka kelak ketika mereka harus mandiri.
Untuk manusia,
masa kanak-kanak sangat lama, dan ini disebabkan karena keahlian yang harus
mereka kembangkan kelak juga jauh lebih rumit daripada sekedar mencari,
menerkam dan memburu makanannya sehingga masa bermainnyapun lebih lama daripada
mahluk lain. Bagi Erikson, masa usia 3 sampai 6 tahun, ini adalah fase bermain.
Dalam fase inilah anak-anak belajar berfantasi, belajar mentertawakan diri,
mulai belajar bahwa ada pribadi lain selain dirinya. Pada fase ini terletak
fondasi anak untuk menjadi kreatif yang akan menjadi sangat penting pada fase
berikut.
Pada saat yang
sama, kalau pada fase sebelumnya, anak perlu menciptakan sense of identity
sebagai seorang manusia dan kepercayaan untuk melakukan eksplorasi sendiri,
maka pada fase ini yang harus diciptakan adalah identitas diri macam apa,
terutama sehubungan dengan jenis kelamin mereka. Seperti mang Jeha bilang, anak
belajar menjadi lelaki atau perempuan bukan hanya dari alat kelamin tapi juga
dari perlakuan sekeliling pada mereka. Fase inilah konon yg berperanan besar
dalam menentukan identitas ini karena pengaruh kelamin mulai dirasakan secara
psikologis: Anak lelaki menjadi lebih sayang pada ibu dan tidak begitu senang
pada bapak sementara anak perempuan menjadi dekat bapak dan merasa disaingi
ibu. Anak-anak kecil menjadi sayang guru TKnya. Orang tua tidak perlu khawatir
dengan hal ini karena hal ini memang normal, malah kalau anak dimarahi
bisa-bisa menjadi "Guilty", merasa bersalah akan identitas
kelaminnya.
Apa hasil dari
fase ini bila dilewati dengan sukses? "A sense of Purpose" kata Oom
EE. Anak menjadi tidak terganggu dengan perasaan bersalah. Anak bisa menentukan
apakah mereka mau menjadi seperti ayah/ibu (biasanya ya) tanpa perasaan
bersalah dan anak tidak akan mengalami banyak kegelisahan karena merasa tidak
dimengerti.
Apa yang bisa
dilakukan ortu untuk merusak fase ini? banyak dan contohnya adalah dengan
merampok masa bermain anak dengan menyuruh mereka belajar lebih dulu dari
teman2 seumur . Anak mulai didisiplinkan untuk menghafal angka, abjad dan
menulis bagus supaya lebih pandai dari yg lain. Kalau boleh jujur, seringkali
sebenarnya lebih banyak ambisi membuat anak pinter ini adalah untuk gengsi ortu
yang disamarkan dengan mengharapkan masa depan anak yg baik. Yang terjadi
sesungguhnya adalah mengambil masa "fun" dari anak2 sehingga emosi,
kesenangan dan penjelajahan yang hanya tumbuh pada masa bermain ini tidak
pernah tumbuh matang.
Fase Krisis ke
empat: Mastery vs Inferiority (Penguasaan vs Rendah Diri)
6 - 12 tahun.Sama
seperti binatang muda, sesudah merasa tenteram dekat mamah papah, maka pada
saatnya mereka mulai pergi ke alam untuk mengenalnya secara instingtif. Manusia
mudapun demikian. Apabila sampai sekitar 6 tahun anak-anak masih melakukan
eksplorasi tentang diri sendiri, maka selewat usia itu anak secara instingtif
mulai melihat ke luar dan perkembangannya mulai berhubungan dengan dunia luar.
Pada usia 6 tahun, anak mulai ke dunia di luar rumah seperti , sekolah,
tetangga. Dunia luar menjadi tempat untuk tumbuh, terutama karena pada saat
inilah mereka baru benar2 mulai mampu berkomunikasi dengan anak lain sehingga
mereka mulai bisa membentuk kelompok. Pada masa-masa ini tidak ada hal relatif,
yang ada hanyalah kemutlakan. Semua penjahat berbaju hitam dan berwajah kotor.
Pahlawan berwajah bersih, dan bajunya terang. Kelompok saya adalah kelompok
lelaki dan kami benci/tidak menerima perempuan (dan sebaliknya), orang dewasa
selalu benar dan guru tahu segalanya. Pada usia ini anak-anak juga sangat
tertarik untuk belajar, dan sangat sulit untuk berdiam diri. Mereka belajar
segala sesuatu, terutama yang berhubungan dengan fisik seperti olahraga,
berlari, berenang, mengumpulkan segala sesuatu dan mengembara sampai ke batas
yang disetujui. Anak-anak yang melalui fase ini dengan baik akhirnya akan
memperoleh ganjaran dengan mendapatkan sense of mastery, suatu keyakinan bahwa
mereka mampu menguasai masalah yg mereka hadapi. Syaratnya adalah bahwa orang2
dewasa yg mereka hormati seperti Ortu harus mendukung kegiatan yg banyak ini
karena dari dalam setiap anak memang ada keinginan untuk mengerti dan menguasai
lingkungan mereka. Kesulitan bagi anak terjadi ketika ortu tidak mau repot dan
cenderung melarang anak kemana-mana sehingga tidak terlalu merepotkannya. Ortu
yg terlalu lelah karena bekerja dan ingin anaknya diam, sopan dan tenang, juga
merugikan pertumbuhan anaknya. Bila ini terjadi cukup lama sehingga anak
memperoleh kebiasaan untuk nonton tv daripada mempelajari hal-hal di lingkungan
mereka, maka anak-anak ini kehilangan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi
mereka. Pada anak ini, sense of mastery diganti oleh rasa rendah diri
(inferiority) yang sangat berdampak pada masa-masa yang akan datang. Anak-anak
yg penuh rendah diri ini lebih sulit merasakan adanya kemampuan mereka untuk
mengembangkan Kompetensi dalam bidang yang penting. Ortu yg sangat takut akan
lingkungan yang tidak aman sering mengurung anak di rumah, dan memberikan TV,
atau Play Station-Sega. Hal ini sangat sayang karena pada usia inilah anak
paling siap untuk belajar secara aktif. Untuk ortu semacam ini, sebaiknya
membahas hal ini dengan guru anaknya karena sebenarnya pengaruh guru sangat
besar pada masa-masa ini. Karena itu pula pilihan sekolah dasar sangat penting,
bukan hanya karena bangunan dan fasilitasnya tapi juga harus melihat guru yg
akan sangat mempengaruhi kompetensi yg tercipta.
Fase ke lima
adalah: Ego-Identity vs Role Confusion (Identitas Diri vs Kekacauan Peran)
untuk masa bergolak, yakni masa remaja 12 - 18/20 tahun.
Fase ini
sebenarnya adalah sumber utama Erikson sehingga dia tertarik untuk
mengembangkan teori Perkembangan psikososisalnya. Tugas kita pada periode ini
mungkin adalah yang terpenting, yaitu puncak dari semua yg selama ini sudah
kita lalui dan yang akan kita gunakan untuk "mengarungi bahtera
hidup" yakni menciptakan Identitas Diri bagi kita. Kegagalan kita akan
menciptakan kerancuan identitas/peran. Apakah Identitas-diri ini? tak lain
adalah mengenal siapa diri kita sesungguhnya dan bagaimana diri ini melebur
dengan masyarakat di sekeliling kita. Menciptakan Identitas Diri yang benar
adalah mengumpulkan semua pengetahuan yang kita kumpulkan sampai saat itu, dan
menggabungkan semuanya menjadi suatu citradiri yang berguna bagi masyarakat.
Apakah faktor terpenting supaya tercipta Identitas Diri yang sehat dan berguna
bagi masyarakat ini? Salah satu faktor penting yang akan menentukan Identitas
Diri ini adalah hadirnya Role Model di dalam masyarakat di mana kita hidup,
yakni seseorang yang bisa dijadikan contoh. Kehadiran Papah dan Mamah, atau
Guru, yang hebat, karenanya menjadi sangat penting. Faktor penting lainnya
adalah adanya kejelasan bagaimana kita melangkah meninggalkan masa anak-anak
menuju kedewasaan. Di suku Indian tertentu, anak dianggap dewasa setelah dia
berhasil pergi ke padang rumput dan membawa pulang bulu elang, ekor kerbau atau
tengkorak hyena. Di suku-suku Afrika, sunat adalah tanda bagi remaja lelaki
yang sudah dianggap dewasa; dan kebetulan katanya memang berguna secara fisik
karena lebih "bersih". Remaja wanita diAfrikapun disunat, istilah
modernnya adalah Female Genital Mutilation, walaupun manfaatnya bagi wanita
kurang jelas. Pokoknya, yang penting ada suatu upacara yang dengan jelas
menunjukkan pada umum bahwa anak sudah bukan anak lagi tetapi sudah menjadi
dewasa dan dia dituntut untuk berlaku dewasa. Identitas Diri bisa menjadi ekstrim
bila para orang dewasa yang mengelilingi kita menekankan bahwa tidak ada
kompromi untuk suatu hal, dan kita berakhir dengan menjadi fanatik. Yang paling
sering difanatikkan adalah faktor agama atau ethnik tertentu. Remaja fanatik
tidak diijinkan melihat pilihan lain danidentitas dirinya dibanjiri oleh
dominasi faktor ini. Harus kita ingat bahwa remaja baru saja meninggalkan stage
ke 4 di mana mereka tidak melihat adanya relatifitas, yang ada hanya
kemutlakan. Orang dewasa yang berhasil mempengaruhi anak2 pada usia rawan ini
akan berhasil mendapatkan pengikut yang sangat setia dan membabi buta. Ini
sangat berhubungan erat dengan tulisan mang Jeha tentang kelik. Omong2 Kelik
berdasarkan agama dan etnis adalah yg paling kuat karena diumumkan pada publik
lewat siering bahasa dan penampilan fisik antar anggota. Mereka yang berhasil
memperoleh Identitas Diri yang sehat mencapai suatu keadaan yang dinamai
Fidelity oleh erikson, yaitu suatu kelegaan karena kita mengenal siapa diri
kita, tempat kita dalam masyarakat dan kontribusi macam apa yang kita bisa
sumbangkan untuk masyarakat. Sebaliknya, mereka yang gagal memiliki suatu
Identitas Diri akan gelisah karena tidak jelasnya identitas mereka. Orang2 ini
bisa menjadi "drifter", si pengembara, atau si penolak (mereka bisa
menolak untuk punya identitas, menolak definisi masyarakat tentang anggota
masyarakat dll) dan mereka hidup sendiri bahkan ketika ada di tengah
masyarakat. Lagi-lagi, dunia modern di mana orangtua sering bekerja larut
malam, bercerai, bingung menghadapi perubahan kultur dan cara hidup global,
merupakan tempat subur bagi pertumbuhan remaja gelisah. Tidak ada role model
maupun upacara meninggalkan masa kanak2nya bagi remaja2 ini. Akhirnya, beberapa
di antara mereka mencari identitas diri dengan bergabung dalam gang-gang dan
dengan kagum melihat pemimpin gang sebagai Role Model. Untuk anggota gang,
upacara yang ditentukan oleh gang menjadi upacara yang menentukan status mereka
dan menciptakan identitas. Mereka bisa diminta membuktikan status setelah berhasil
merokok atau meminum minuman keras, atau bahkan berhubungan badan dengan
anggota lama yg berlainan sex. Kegiatan mereka menjadi merusak dan mengkacaukan
masyarakat, tapi bagi mereka itu tidak apa daripada hidup tanpa suatu
identitas. Inilah bahaya besar dari kaum remaja yang gagal melewati masa ini
dengan sukses.Sehubungan dengan perkembangan dunia modern ini, kita bisa
meramal bahwa akan makin banyak kelik dan group2 yang bermunculan. Parahnya
adalah seringkali identitas kelik ini akan bertahan sampai kita tua karena
citra diri dibangun berdasarkan definisi yang dibentuk oleh kelik.
Fase ke enam:
Intimacy vs Isolation (Keintiman vs Pengasingan) antara 18/19 - 30 tahun.
Pada usia ini,
kita sudah bukan lagi anak-anak atau remaja, tetapi pemuda atau pemudi. Kita
sudah dianggap dewasa dan kita dituntut untuk bertanggung jawab penuh atas
segala keberhasilan dan kegagalan kita. Tugas kita pada periode ini adalah
mengenal dan mengijinkan diri kita untuk mengenal orang lain secara sangat
dekat, atau masuk ke hubungan yang intim sedang kegagalan kita akan membuat
kita terisolasi atau mengisolasi diri dari sekeliling kita. Keintiman dapat
terjadi karena kita telah mengenal diri kita dan merasa cukup aman dengan
identitas diri yang kita miliki. Akibat dari rasa aman ini adalah mengijinkan
orang lain untuk sharing dengan kita melalui hari-hari dan malam-malam kita,
mengenal kelebihan dan kekurangan kita. Jadi, pada pokoknya Intimacy adalah
hubungan dua orang yang sudah matang dan mengenal diri masing2 dan menciptakan suatu
kesatuan yang menghasilkan karya2 yang lebih besar.
Kehidupan modern
yang mewarnai kota-kota besar, seringkali tidak mengijinkan kita untuk
menjalani masa pembentukan intimacy ini dengan baik. Mobilitas seperti sekolah
ke luar negeri dari satu kota ke kota lain, penugasan dari kantor ke daerah2
dan perpindahan yang kita lakukan karena janji karir yang lebih baik, adalah
hal-hal yang menyulitkan kita dalam menemukan orang yang tepat bagi kita untuk
berintimacy. Akibatnya, sebagai ganti dari intimacy adalah hubungan yang sangat
superficial, didasari bukan keinginan untuk menyatu dan menciptakan suatu
hubungan yang sehat tapi untuk hanya untuk menghilangkan kesepian.
Pemuda/pemudi yang sering ganti pacar tanpa merasakan kehilangan adalah korban
dari kehidupan modern. Tidak heran bahwa perceraian dan "break up"
terjadi di kota modern jauh lebih banyak daripada di kota kecil di mana para
penghuninya cukup waktu untuk mengembangkan hubungan yang dalam, didasar penuh
kepercayaan dan bertahan lama. Bagi kita yang tidak berhasil melalui periode
ini dengan baik, timbul rasa keterasingan, yang seringkali dibarengi dengan
amarah dan sinis terhadap roman, terhadap ungkapan kasih, terhadap sesama
manusia. Orang2 yg dibesarkan oleh ortu yang sangat dominan/authoritarian dan
mengurung mereka, cenderung menjadi orang2 terasing setelah ortu mereka
meninggal. Bagi kita yang berhasil dengan baik, timbul kemampuan/kekuatan yang
dinamai Love oleh Erikson. Love baginya bukan Eros/ Amor saja, tapi lebih pada
kesediaan untuk menyadari adanya perbedaan, dan menerima perbedaan itu lewat
usaha untuk terus berintim-intim antara pihak yang terkait (bisa suami/istri,
atau teman)
Fase ke tujuh
adalah Fase Middle Adulthood, masa Usia Dewasa di mana Krisis yang harus
diresolve adalah Generativity vs Stagnation (Perluasan vs Stagnasi) berlaku
untuk mereka yang berusia antara pertengahan 20-an tahun sampai 50-an, jadi
cocok untuk para anggota milis psikologi ini. Tugas kita dalam fase ini adalah
mengembangkan keseimbangan antara generativity dan stagnasi. Generativity
adalah rasa peduli yang sudah lebih dewasa dan luas daripada intimacy karena
rasa kasih ini telah men"generalize" ke kelompok lain, terutama
generasi selanjutnya. Bila dengan intimacy kita terlibat dalam hubungan di mana
kita mengharapkan suatu imbal balik dari partner kita, maka dengan generativity
kita tidak mengharapkan balasan. Misalnya saja, sebagian sangat besar dari para
otang tua tidak keberatan untuk menderita atau mati demi keturunannya, walau
perkecualian pasti ada. Begitu pula dengan orang2 yg melakukan pekerjaan
sukarela di Salvation Army, Word Vision, Palang Merah, Green Peace dan NGO
(Non-Governmental Organization) lain bisa dikatakan termasuk mereka yang
memiliki Generativity ini. Banyak psikolog melakukan riset mengapa orang
melakukan karya altruistik (berderma atau menolong sesama) yang seringkali
tidak menghasilkan apapun bagi mereka kecuali kerugian materi, waktu dan
tenaga. Sampai kini para psikolog ini belum menemukan jawaban yang pasti dan
diterima semua orang. Kalau Erikson benar, maka kita melakukan hal yang
altruistik bukan karena kita menginginkan balasan tapi karena pertumbuhan
psikologis kita menimbulkan kasih pada sesama. Terpikir oleh saya bahwa kita
mungkin melakukan hal-hal yang altruistik karena kita mengharapkan dunia yang
lebih baik di masa depan yang akan menjadi masa depan anak-anak kita. Stagnasi
adalah lawan dari generativity yakni terbatasnya kepedulian kita pada diri
kita, tidak ada rasa peduli pada orang lain. Orang2 yg mengalami stagnasi tidak
lagi produktif untuk masyarakat karena mereka tidak bisa melihat hal lain
selain apakah hal itu menguntungkan diri mereka seketika. Kita tahu banyak
contoh orang yang setelah berusia setengah baya mulai menanyakan ke mana impian
mereka yang lalu, apa yang telah mereka lakukan dan apakah hidup mereka ada
artinya. Beberapa orang yang merasa gagal dan tidak lagi punya harapan untuk
mencapai impian mereka, pada saat2 ini berusaha untuk merengkuh masa-masa yang
bagi mereka terlewat sia-sia. Kita tentu pernah mendengar mereka yang
meninggalkan istri dan anak2nya yang kebingungan dan kekurangan, mencari istri
baru dan keluarga baru untuk membangun hidup baru. Inilah mereka yang tidak
berhasil melihat peranan mereka dengan lebih luas, melainkan hanya melihat apakah
hidup ini bermanfaat bagi mereka pribadi. Apakah yang diperoleh mereka yang
berhasil menjalani fase ini dengan sukses? Kapasitas yang luas untuk peduli.
Apabila kapasitas untuk peduli dengan partner di panggil Love oleh Erikson,
maka untuk hubungan yang lebih luas disebutnya Caring. Salah satu teman saya,
seorang psikolog yang mengkhususkan diri dalam konsultasi dalam bidang
spiritual segera pergi ke Afrika setelah membaca tentang Aids, dan mengorbankan
penghasilannya yang luarbiasa. Dia adalah contoh langsung bagi saya tentang
orang2 dengan kapasitas Caring ini. Begitu pula para sukarelawan yang setelah
membaca tentang Alzeimer atau Ambon segera mencari tahu apa yang mereka dapat
lakukan, bukan karena ada keluarga yang terkena tetapi karena ada orang yg
menderita. Kabar baiknya adalah bahwa makin banyak anak2 muda yang melakukan
hal ini, dan kebanyakan dari negara yang sudah maju. Rekan-rekan milis
psikolog, sorry yang terakhir ini tertunda cukup lama, jadi untuk sute Eddy
:-), Debbie de el el, memang belum dikirim. Habis saya agak sangat repot. Dan
saya merasa agak moody sesampai di fase ini, karena saya melihat banyak orang
kurang sukses dalam fase ini termasuk my dad.
Fase terakhir
Erikson adalah Usia Lanjut, atau Usia Matang.
Masa ini dimulai
sekitar usia 60, ketika seseorang mulai meninggalkan masa-masa aktif di
masyarakat dan bersiap untuk hidup lebih menyendiri. Sangat berbeda dengan
rata-rata orang yang ketakutan dengan datangnya usia tua, maka bagi Erikson ini
adalah masa yang sama pentingnya dengan fase-fase sebelumnya. Bahkan, masa ini
mungkin masa yang paling penting karena ini adalah masa terakhir di mana kita
harus bersiap untuk meninggalkan dunia ini. Tugas kita saat ini adalah
mengembangkan "ego integrity", Integritas Diri, suatu rasa harga diri
untuk tidak takut mati karena telah melalui hidup dengan OK. Lawan dari rasa
integritas diri ini adalah Despair atau rasa putus asa. Orang-orang yang putus
asa pada masa usia lanjut ini ditandai dengan meluapnya rasa jijik pada diri
mereka sendiri, terhadap kegagalan mereka, cara mereka menyia-nyiakan hidup.
Orang2 ini seringkali penuh amarah pada mereka yang juga gagal, menganggap itu
hasil kebodohan orang2 itu sendiri. Namun juga amarah dan iri pada yang
berhasil. Pokoknya, sebagian besar orang2 ini putus asa dan memandang hidup
dengan negatif. Kenapa putus asa? sebab masa-masa ini memang penuh dengan
hal-hal yang membuat kita bisa sengsara secara emosional. Fisik yang makin
melemah membuat banyak orang lanjut usia makin tergantung pada orang lain. Celakanya
ketergantungan ini dibarengi oleh berkurangnya kemampuan cari uang dan
menurunnya manfaat bagi orang lain. Wanita mengalami hal khusus dengan
datangnya menopause, dan banyak yg melihat datangnya meno ini sebagai masa
pintu gerbang menuju masa tua yang dipenuhi oleh penyakit2 seperti kanker
payudara, kanker rahim dan osteoporosis. Lelaki yang hidup dari respek orang
sekeliling sebagai pencari uang kini hilang kemampuan cari uangnya padahal
keinginan direspek makin besar dan menggebu-gebu. Lalu, teman dan saudara mulai
menghilang: ada yang mati, ada yang pindah diboyong keluarganya ke tempat lain
dan ada yang levelnya sudah ganti (jadi jauh lebih kaya atau jauh lebih miskin)
sehingga tidak bisa berteman lagi. Yang paling berat, adalah memory dan regret.
Sangat jarang ada orangtua yang tidak menyesali masa lalunya, masa di mana
mereka seharusnya melakukan hal yang seharusnya. Rata-rata berharap mereka
melakukan hal-hal yang kini berdampak buruk seperti bersekolah lebih giat,
tidak berteman dengan si A, lebih sayang pada anak atau menantunya dll. Yang
dahsyat dari kenangan ini adalah bahwa mereka tidak punya kesempatan untuk
memperbaiki sehingga ada penyesalan tapi tidak ada pengobatan. Mereka yang
berhasil mengembangkan Ego Integrity, masih memiliki penyesalan tetapi mereka
telah berdamai dengan masa lalu, menerima bahwa ada hal yang bisa mereka
lakukan dengan lebih baik, dan ada hal yangmereka telah lakukan sebaik mungkin,
dilihat dari konteks saat itu. Dan mereka ini siap apabila harus mati. Kalau
mereka yang "Despair" atau putus asa ini memiliki rasa
"Disdain" ataujijik pada hidup, maka mereka yang menjalani fase ini
dengan tenang dan tanpa penyesalan bila harus mati memiliki "Wisdom"
atau kebijaksanaan. Makin bijak seorang tua, makin baik manfaatnya bagi seluruh
keluarganya karena dia bisa menerima bila mereka kalah sekali waktu dan menang
sekali waktu. Mereka yang putus asa agak lain, dia kepingin keluarganya
berhasil supaya tidak seperti dia. Tetapi caranya agak cenderung memaksa,
memarahi dan menyesali sehingga membuat orang-orang di dekatnya kebingungan
melayaninya karena salah terus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar