|
|
Pendekatan Studi Islam
dalam Teori dan Praktik
I.
Catatan
Penting dari Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktik
Pentingnya sebuah penelitian terhadap
masalah-masalah keagamaan merupakan bagian yang memperkukuh dasar dan pondasi
agama itu sendiri, karena tanpa upaya demikian, agama hanya akan menjadi urusan
yang bersifat individual, eksklusif dan komunal.
Upaya penelitian terhadap agama dimaksudkan
untuk melihat gejala yang lebih empirik yang dipandang secara positif. Gejala
empirik inilah yang dapat diteliti dengan berbagai sudut pandang analisa yang
digunakan. Sebab, dalam agama memiliki keragaman pemahaman. Masing-masing
pemahaman tersebut merupakan akumulasi yang muncul dari doktrin agama yang
telah terkonstruk menjadi prilaku, tindakan bahkan ideologi.
Agama sebagai refleksi sosiologis setidaknya
dapat ditempatkan sebagai gejala sosial-budaya yang tidak lagi dipandang
semata-mata sebagai yang sakral dan eskatologis. Oleh karena itu agama pada
saai ini tidak dapat didekati dan difahami hanya lewat pendekatan
teologis-normativ semata-mata, sebab ada pergeseran paradigma dari pemahaman
yang berkisar pada doktrin ke arah entitas sosiologis, dari diskursus esensi ke
arah eksistensi.
Dalam memahami agama, pendekatan teologis
normativ lebih menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari keyakinan
bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap suatu yang benar dibandingkan
dengan yang lainnya. Dalam Islam, secara tradisional pendekatan teologis
normativ dapat dijumpai teologi Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah, yang
sebelumnya terdapat teologi yang bernama Murji’ah dan Khawarij.
Pendekatan teologi normativ dalam pemahaman
keagamaan adalah yang mengklaim dirinya yang paling benar, sedangkan yang lain
salah. Padahal jika ditinjau, studi agama sekarang dapat didekati melalui
berbagai pendekatan. Selain pendekatan teologis-normativ, pendekatan studi
agama dapat dilihat dari sisi sosiologis, antropologis, psikologis, historis,
filosofis dan kebudayaan.
A.
Pentingnya
Penelitian Agama
Sepanjang sejarah agama-agama manusia tumbuh
secara bersama-sama, maka agama merupakan salah satu bagian dari kehidupan
manusia yang tidak terpisah. Dalam kehidupan seperti itu diperlukan sebuah
kesadaran bagi para pelaku agama untuk selalu mengakui bahwa agama satu dengan
agama yang lain terdapat perbedaan-perbedaan dan sekaligus kesamannya.
Perbedaan dan kesamaan itu bisa muncul dari sisi ketuhanan (keyakinan),
peribadatan maupun cara meyakini dan beribadahnya.
Islam sebagai agama tentu saja bisa diteliti
secara detail menyangkut apa saja yang terkait di dalamnya, mulai dari cara
bertuhan (berteologi) sampai beramal (berperilaku dan berbuat). Apalagi kalau
persoalan agama ini menyangkut lebih dari satu agama, sudah barang tentu studi
pendekatan agama merupakan keharusan ilmiah yang tidak bisa ditinggalkan begitu
saja.
Sebagian besar pakar berpendapat bahwa agama
bukan saja dipandang sebagai gejala normatif, namun agama perlu juga dilihat
sebagai gejala sosial budaya. Jika Islam dipandang dari gejala tersebut, maka
dalam Islam setidaknya terdapat lima gejala yang perlu ditelit, yaitu:
1)
Naskah
atau sumber ajaran dan simbol agama.
2)
Para
penganut atau pemimpin atau pemuka agama, baik sikap perilaku maupun
penghayatan para penganutnya.
3)
Lembaga
atu ibadah, seperi shalat, haji, puasa perkawinan dan waris.
4)
Alat/media
seperti masjid, gereja, peci dan semacamnya.
5)
Organisasi
keagamaan, tempat penganut agama berkumpul dan berperan, seperti NU,
Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis, Syi’ah dan lain-lain.
Dari kelima gejala tersebut merupakan bagian
dari sasaran atau area yang dapat diteliti. Belum lagi seputar masalah yang
lain, seperti lembaga pendidikan, lembaga sosial, baik formal maupun non formal
yang melabelkan nama agama (Islam), juga menjadi bagian riil dari sasaran
penelitian. Tentu jenis penelitian ini tidak hanya mengkaji aspek keagamannya
saja, melainkan bisa dari sisi yang lain, seperti manajemen, strategi dan
lain-lain.
Lembaga pendidikan misalnya, terdapat banyak
persoalan yang perlu dikaji secara mendalam, seperti lembaga pendidikan agama
di luar perguruan formal dan pesantren juga banyak didapati seperti mejelis
taklim berupa pengajian rutin setiap bulan, pengajian rutin tiga kali seminggu,
kuliah subuh pada jama’ah pagi di masjid, jama’ah khataman al-Qur’an, dan jamaah-jamah
tahlilan.
B.
Islam Ajaran
Wahyu
Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada
Muhammad Saw. sebagai pedoman dan petunjuk hidup di dunia dan akhirat.
Pengertian wahyu tersebut dapat dilihat dari dua hal, yakni wahyu yang
berbentuk al-Qur’an dan wahyu yang berbentuk hadits, sunnah Nabi Muhammad Saw. Dalam
al-Qur’an banyak dijumpai persoalan-persoalan yang dapat dijadikan sebagai
sasaran penelitian. Mulai dari substansi makna perkataan dalam al-Qur’an sampai
hasil pemahaman (penafsiran). Atau bahkan di luar isi kandungannya juga bisa
menjadi bagian penelitian, seperti sebab-sebab turunnya al-Qur’an, bacaan
al-Qur’an dan lain-lain.
Pemahaman umat Islam terhadap al-Qur’an tidak
selamanya sama dan bahkan seringkali berbeda. Ada sebagian orang/kelompok yang
memahami al-Qur’an secara tekstual dan ada pula yang memahami secara
konstektual. Begitu pula penafsiran yang dilakukan oleh mufassir juga
berbeda-beda. Ada yang melakukan penafsiran secara riwayah, matsur, dan ada
pula yang melakukan secara Isyari atau bahkan ra’yi. Hampir semua perbedaan
tersebut mempunyai ‘berkah’ tersendiri bagi kita supaya dijadikan sebagai lahan
penelitian. Tentu, hal ini menunjukkan dinamika internal dalam umat Islam yang
kreatif dan dinamis.
Sisi lain untuk tidak menunjuk dengan kata
studi tafsir al-Qur’an juga dilakukan dengan cara studi hermeneutik. Sebagai
cara pendekatan baru, tidak selamanya bisa diterima oleh seluruh umat Islam.
Kerana barangkali kata tersebut masih aneh dan sulit ditemukan dalam katalog
khazanah Islam klasik. Namun, perlu diakui bahwa dengan pendekatan hermeneutik,
kajian tersebut lebih bersifat interdisipliner mengenai al-Qur’an. Sebab
al-Qur’an selain berbicara tentang nilai-nilai keagamaan, juga banyak berbicara
isyarat-isyarat ilmu pengetahuan bahkan rekaman sejarah Nabi, masa-masa sebelum
al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai rasul terakhir.
Begitu pula dengan hadits, hal ini cukup
memancing perhatian umat Islam ketika menelusuri keshahihannya dan lebih-lebih
berhadapan dengan konteks dimana hadits itu akan dijadikan sumber rujukan
sebagai pendamping al-Qur’an. Studi tentang hadits itu akan dilakukan, seperti
yang pernah dilakukan Fazlur Rahman, bahwa studi hadits paling tidak harus
dengan cara historical criticism. Sebelum diterima dan dijadikan sumber, hadits
tersebut perlu dilakukan sebuah analisis kritis terhadap sejarah, matan dan
rawi atau sanadnya. Sehingga sama juga dengan studi al-Qur’an yang membutuhkan
pendekatan interdisipliner.
C.
Islam
Produk Sejarah
Selain dipandang dari sisi wahyu, ternyata ada
bagian dari Islam yang merupakan produk sejarah. Islam adalah peradaban yang
dibentuk melalui evolusi sejarah. Bahkan wajah Islam yang ada di seluruh
belahan dunia merupakan hasil dari produk sejarah. Karena itu, kaitannya dengan
produk sejarah Islam inilah sasaran penelitian agama semakin luas. Sejarah
Islam yang tumbuh mulai dari masa kekhalifahan sampai berkembang di seluruh
kawasan dunia adalah kaya akan persoalan-persoalan keagamaan yang perlu
diteliti dari sisi sejarah.
Catatan penting yang perlu digaris bawahi
dalam kaitanya dengan Islam sebagai produk sejarah di sini adalah perlunya
pendekatan arkeologis. Karena, untuk mengungkap sejarah tidak cukup mengenalkan
dokumen-dokumen serta perkataan yang dijadikan sumber sejarah primer. Bahkan
untuk meneliti dan megggali keotentikan sebuah sejarah yang berkenaan dengan
bentuk-bentuk peninggalan, tidak bisa mengabaikan pendekatan ini. Pendekatan
arkeologis sangat dibutuhkan seorang peneliti dalam membantu untuk mempertajam
analisis yang diperlukan ketika mendeteksi sebuah rentang masa, kurun, periode
atau sisi lainnya.
Ruang lingkup studi Islam yang merupakan
produk sejarah misalnya tentang fiqih/mazhab, tasawuf/sufi, filsafat/kalam,
seni/arsitektur Islam, budaya/tradisi Islam. Bangunan pengetahuan kita pada
wilayah Islam tersebut adalah produk sejarah yang dapat dijadikan sasaran
penelitian.
Berbagai pendekatan studi Islam yang
dikemukakan di atas, pada dasarnya akan menjadi tugas dan tanggung jawab
Perguruan Tinggi Islam, baik perguruan tinggi negeri maupun swasta, guna
mengembangkan penelitian di bidang tersebut. Maka seiring dengan tantangan
tersebut, Atho Mudzhar menyarankan untuk PTAI semacam IAIN harus berubah
menjadi Universitas. Jika dicermati dari konsep-konsep semula bahwa Islam perlu
dikaji secara interdisipliner dengan pendekatan beragam dan bukan monologis,
memang perubahan sangat signifikan. Mengubah PTAI yang berlatar belakang agama
mengaji perguruan tinggi yang bersifat menyeluruh
D.
Penelitian
Agama (Islam)
Secara definitif, antara pengertian penelitian
agama dengan penelitian keagamaan terdapat perbedaan. Meskipun seringkali yang
dimaksud disama artikan. Penelitian agama lebih menekankan pada materi agama,
sehingga sasarannya pada tiga elemen yaitu: ritus, mitos dan magik.
Sedangkan penelitian keagamaan lebih menekankan pada agama sebagai sistem atau
sistem keagamaan (religious system).
Pembedaan pengertian sebenarnya menjelaskan
bidang garap dari jenis penelitian. Kalau meneliti masalah-masalah yang
bersifat doktriner, maka masuk kategori penelitian agama. Sedangkan jika
penelitian tersebut bersifat sosiologis, maka masuk kategori penelitian
keagamaan, namun jika pembedaan itu ada, maka kendala utamanya adalah pada
metodologinya. Sebab, masih ada sebagain yang mengakui dan ada yang tidak.
Akhirnya hal ini menimbulkan silang pendapat. Meski demikian, upaya untuk
menyelesaikan perbedaan tetap bisa dijelaskan. Jika ingin melakukan penelitian
agama, cukup memimjam metodologi penelitian sosial pada umumnya. Sedangkan
untuk penelitian keagamaan tentu tidak perlu membuat metodologi sendiri, cukup
memanfatakan metodologi penelitian sosial yang ada.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, agama dapat dilihat dari sisi budaya.
Sebagaimana penjelasan sebelumnya, agama dapat dilihat dari sisi budaya.
Penelitian yang termasuk dalam katagori budaya
ini adalah teks-teks, alat-alat ritus keagamaan, benda-benda purbakala agama (arkeologi),
sejarah agama, nilai-nilai dari mitops-mitos yang dianut para pemeluk agama,
dan sebagainya. Penelitian juga bisa mengkaji pada aspek sejarah berdasarkan
naskah-naskah yang ada. Misalnya meneliti naskah Sirah in Hisyam tentang siapa
orang yang pertama masuk Islam. Dalam naskah tersebut ditemukan perbedaan
tentang siapa yang pertama masuk Islam. Ada yang mengatakan Khadijah, ada yang
berpendapat Ali ibn Abi Thalib, ada pula yang berpendapat Abu Bakr al-Shidiq
serta ada yang beranggapan Zaid ibn Haritsah.
E.
Metode
Grounded Research
Dalam penelitian sosial biasa dikenal dengan
metode grounded research yang bisa digunakan pada penelitian agama.
Metode grounded research adalah metode penelitian sosial yang bertujuan
untuk menemukan teori melalui data yang diperoleh secara sistematik dengan
menggunakan metode analisis komparatif konstan. Bertolak dari pengertian ini,
ciri grounded research adalah adanya tujuan menemukan atau merumuskan
teori dan adanya prosedur sistematis, serta penggunaan analisis komparatif
konstan.
Tujuan utama dalam grounded research
adalah merumuskan teori berdasarkan data yang dijamin keabshannya sebagai
alternatif lain dari metode-metode sosial yang ada selama ini. Atau sering
lebih bersifat verifikatif. Metode grounded research ini
digunakan karena beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1)
Memiliki
suatu teori harus juga dilihat dari segi bagaimana dahulunya teori itu
dirumuskan, di samping penilaian tentang keruntutan logika (logical
consistecy), kejelasan (clarity), kehematan (parcimony),
kepadatan (density), keutuhan (integation) dan operasionalnya.
2)
Penelitian
sosial, khususnya sosiologi, selama ini banyak bersifat membuktikan kebenaran
teori yang telah ada (verifikasi) yang kurang memberikan perhatian
penjelmaan teori baru.
3)
Teori
yang didasarkan atas data akan tahan lama dan sulit diubah walaupun setiap
teori memerlukan perubahan atau reformulasinya.
4)
Teori
yang dihasilkan grounded research berdasarkan pada data, karena itu ia disebut
dengan teori berdasar (grounded theory). Keuntungan grounded theory
dibandingkan dengan teori deduktif logis (logic deductive theory), ia
dapat mencegah permulaan dan penggunaan teori secara oportunistik kerana selalu
didasarkan dan dikendalaikan oleh data.
5)
Penelitian
verifikatif bertitik tolak dari suatu hipotesis atau teori yang telah
dirumuskan sebelum penelitian dilakukan dan kemudian dibuktikan kebenerannya
penelitian. Sebaliknya grounded research tidak bertolak dari suatu hipotesis
atau yeori, hipotesis justru muncul setelah penelitian dilakukan dan teori
dibangun pada akhir penelitian.
Dalam grounded research ciri kedua
adalah data yang sistematis. Artinya data yang diperoleh melalui prosedur
penelitian. Metode grounded research memiliki komponen kegiatan seperti
persiapan, pengumpulan data, pengkodean, analisis dan penulisan laporan, tetapi
pelaksanaanya tidaklah secara bertahap (dalam arti satu demi satu) menurut
urutan tersebut. Setelah prosedur ini dilakukan, kemudian langkah selanjutnya
adalah analisis sesuai dengan obyek studi yang dikaji. Prosedur suatu
penelitaian atas dasar grounded research secara singkat dapat disebutkan
dalam lima langkah sebagai berikut:
1)
Menentukan
sasaran studi dan memilih kelompok-kelompok sosial yang hendak diperbandingkan
yang sekaligus akan menjadi sumber data, biasanya termasuk penentuan informan
pangkal (key informan).
2)
Data
yang diperoleh (melalui teknik-teknik pengumpunlan data yang digunakan)
diklasifikasikan dengan cara mencari persamaan dan perbedaanya sehingga melahirkan
ketegori-kategori.
3)
Ketegor-kategori
tersebut kemudian dicari ciri-ciri pokoknya untuk dapat diketahui sifatnya.
4)
Kategori-kategori
tersebut (setelah diketahui sifat-sifatnya) kemudian dihubungkan satu sama lain
sehingga melahirkan hipotesis.
5)
Hipotesis-hipotesis
itu kemudian dihubungkan lagi satu sama lain sehingga melahirkan jalur-jalur
kecenderungan yang lebih umum yang akan menjadi inti dari teori yang akan
muncul.
Adapun ciri ketiga dari grounded research
adalah analisis komparatif. Artinya bahwa analisis terhadap setiap kategori
yang muncul selalu dilakukan dengan cara memperbandingkan satu sama lain.
Dengan analisis komparatif tidak perlu dibayangkan bahwa lokasi penelitian
harus luas dan berserak-serak karena analisis komparatif dapat digunakan untuk
segala ukuran unit sosial.
Prinsip kerja metode analisis ini terdiri dari atas dua tahap pokok, yaitu:
Prinsip kerja metode analisis ini terdiri dari atas dua tahap pokok, yaitu:
1)
Memperbandingkan
setiap tahun untuk memunculkan berbagai kategori.
2)
Memperbandingkan
dan mengintegrasikan kategori-ketegori dan sifat-sifatnya untuk memunculkan
hipotesis dan memberi batasan teori.
Meskipun demikian, grounded research
memiliki kekuatan dan sekaligus kelemahan. Kekuatannya adalah data bisa lebih
lengkap dan lebih mendalam karena langsung dianalisis, sehingga sesuatu yang
dianggap sebagai lowongan data segera akan dapat diketahui dan disempurnakan.
Teori yang akan muncul pun terbuka dari kemungkinan yang lebih banyak,
dibanding dengan penelitian verifikatif yang hanya terbatas pada satu
kemungkinan, yaitu menerinma atau menolak hipotesis atau teori yang diuji.
Sementara kelemahannya adalah terletak pada
sulitnya menemukan saat yang tepat kapan penelitian harus berhenti, karena
hipotesis yang telah dibangun dapat jatuh kembali berhubungan dengan datangnya
data baru yang membatalkannya, dan dapat bangun kembali bila data baru yang
menyokongnya. Sisi kelemahan lain juga terletak pada pandangan dasarnya, bahwa
untuk memahami suatu data tidak perlu digunakan suatu teori tertentu, melainkan
semata-mata menurut kepekaan keluasan wawasan peneliti.
Catatan penting yang perlu penulis tegaskan di
sini berkaitan dengan metode grounded research adalah pada dasawarsa 1980-an
terjadi perjuangan intelektual yang luar biasa kuantitasnya. Frekuensi
pertemuan-pertemuan dengan nama seminar, diskusi, sarasehan, forum lokakarya,
pengkajian, ceramah menyerap hampir seluruh tenaga ilmuan sosial. Tampaknya
‘budaya lisan’ seperti itu pada akhirnya disadari perlu diperhatikan bahwa
semangat yang muncul dari aktivitas tersebut merupakan perjuangan yang panjang
dan melelahkan. Upaya yang kemudian disikapi dengan cerdas adalah menulis karya
tulis, melakukan penelitian dan sebagainya. Karena, karya tulis dikalangan
ilmuan saat itu tergolong masih langka. Sehingga dari budaya lisan berubah
menjadi budaya penelitian, mencari data, interview dan lain-lain.
Salah satu aktivitas yang terbangun dari
kepedulian ini adalah Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) yang menerbitkan
jurnal yang serius, Ulumul Qur’an. Selain itu, ada LP3ES, yang sebenarnya
merupakan lembaga yang bersifat umum, tapi memusatkan perhatiannya pada masalah
pesantren, kelompok masyarakat Islam pedesaan, dan lapisan bawah lainnya.
Begitu pula Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). lembaga
ini mempertemukan kaum ulama pesantren dengan ilmuan sosial. Selain kegiatan
yang serupa community development, P3M juga menerbitkan jurnal Pesantren,
sebuah jurnal interdisipliner.
Hampir semua lembaga berusaha untuk memberikan epistemologi terhadap pertemuan antara nilai dan norma agama dengan ilmu sosial.
Hampir semua lembaga berusaha untuk memberikan epistemologi terhadap pertemuan antara nilai dan norma agama dengan ilmu sosial.
F.
Desain
Penelitian Agama
Sebagaimana gambaran sebelumnya, bahwa agama
dapat dipandang dari gejala budaya dan gejala sosial, maka desain penelitian
agama dapat dibedakan menjadi dua jenis pengamatan, yaitu:
1)
Desain
penelitian agama sebagai gejala budaya
pada umumnya lebih sederhana, karena
penelitian agama-budaya sifatnya unik dan tidak memerlukan pembuktian
keterulangan gejala di tempat lain. Sebuah penelitian sejarah tentang Bani
Umayyah misalnya, diperlukan desain mengenai kejelasan pembahasan topik yang
diteliti. Untuk membahas sebuah topik penelitian agama seperti ini, sedikitnya
ada empat hal yang harus diperhatikan dan diperjelas, yaitu:
(1)
Mengenai
perumusan masalah; apa pertanyaan-pertanyaan pokok? Dalam penelitian pokoknya
adalah faktor-faktor apa saja yang telah menyebabkan jatuhnya Bani Umayyah dan
bangkitnya Bani Abasiyah.
(2)
Mengenai
arti pentingnya atau tujuan; kenapa ia mencari jawaban atas pertanyaan itu, apa
kontribusinya?
(3)
Mengenai
metode menjawab pertanyaan penelitian. Di antaranya sumber informasi yang
diperlukan untuk menjawab, bagaimana memahami dan menganalisa informasi itu,
kemudian bagimana mengkaitkannya menjadi satu penjelasan yang lebih bulat untuk
menjawab persoalan penelitian tersebut.
(4)
Mengenai
sumber literatur (telaah pustaka) tentang masalah yang bersangkutan. Peneliti
dianjurkan terlebih dahulu membaca referensi yang berkaitan dengan teori
jatuhnya Bani Umayyah sampai bangkitnya Bani Abasiyah secara mendalam.
Dari keempat itu, merupakan desain sebuah
penelitian, dalam hal ini agama sebagai gejala budaya yang mengambil topik
sejarah Islam pada masa klasik.
2)
Desain
penelitian agama sebagai gejala sosial,
Pokok persoalannya yang dihadapi pada
hakikatnya sedikit lebih kompleks dan diperlukan sistematika yang lebih tinggi
dibanding pada saat penelitian agama sebagai gejala budaya. Desain ini memang
membutuhkan penjabaran yang lebih elaboratif dalam menjelaskan sebuah
keterulangan yang diamati sebelum sampai pada akhir kesimpulan. Misalnya
penelitian tentang “Pandangan Ulama Tentang Penggunaan Alat Kontrasepsi Spiral
(IUD) dalam Program Keluarga Berencana (KB)”. Pertama, menjabarkan permasalahan
yang diteliti, misalnya apa yang disebut pandangan. Kemudian apa indikasinya
judul di atas dapat dikategorikan penelitian agama? Tentu penelitian ini adalah
mempelajari pandangan ulama. Lalu, signifikansinya apa? Misalnya tentang
pandangan ulama mengenai KB itu sangat penting untuk membangun pemahaman yang
lengkap mengenai pandangan kelompok Islam terhadap penggunaan alat kontrasepsi
spiral dalam keluarga berencana.
Langkah selanjutnya mengenai desain
metodologi, yakni cara bagaimana kita melakukan penelitian. Bagaimana cara yang
harus dijelaskan adalah bagaimana mengumpulkan data; dengan wawancara, angket
atau yang lain, siapa dan berapa jumlah informasinya? Di mana mereka bertempat
tinggal? dan seterusnya.
Hal lain yang perlu disadari adalah cara pengukuran. Ini penting karena menyangkut masalah pandangan yang harus representatif mewakili semua ulama. Misalnya dia mengatakan pandangannya tentang penggunaan IUD dengan sangat setuju, setuju, kurang setuju, atau mungkin juga pandangan mengenai alat kontrasepsi secara keseluruhan. Bagaimana mengukur setuju atau tidaknya dengan cara jawaban ya/tidak, sangat setuju/tidak setuju dan sebagainya.
Hal lain yang perlu disadari adalah cara pengukuran. Ini penting karena menyangkut masalah pandangan yang harus representatif mewakili semua ulama. Misalnya dia mengatakan pandangannya tentang penggunaan IUD dengan sangat setuju, setuju, kurang setuju, atau mungkin juga pandangan mengenai alat kontrasepsi secara keseluruhan. Bagaimana mengukur setuju atau tidaknya dengan cara jawaban ya/tidak, sangat setuju/tidak setuju dan sebagainya.
Kemudian dibuat indeks, guna memudahkan dalam
melihat data yang terkumpul sebagai jawaban atas pertanyaan. Selain melihat
data, juga melihat informasi dan bagian dari cara melakukan pengukuran. Maka
yang menjadi alat ukur mengenai masalah ini adalah kedekatan pandangan satu
sama lain. Selanjutnya, menganalisis pandangan para ulama dari sekian jumlah
yang dijadikan sampel dalam penelitian tersebut. Dalam analisa itu diperlukan
sebuah proporsionalitas. Artinya keseimbangan jumlah laki-laki dan perempuan
misalnya, segi umur; yang lebih muda dan lebih tua, dan sebagainya. Di samping
itu, seorang peneliti sosial tidak harus puas berhenti sampai pada jawaban
mereka. Maka ia harus mencari mengapa mereka mengatakan begitu; apa latar
belakang pendidikannya, di mana ia belajar dan sebagainya. Hal ini menghindari
sebuah kesimpulan yang tidak valid.
Melalui uraian tersebut, ada empat hal yang
perlu digaris bawahi dalam satu desain penelitian, yaitu:
(1)
Rumusan
masalahnya, termasuk di dalamnya operasionalisasi konsep dari masalah yang
disebut dalam judul.
(2)
Signifikansi
atau pentingnya penelitian.
(3)
Bagaimana
cara melakukan pengumpulan dan mengalisis data.
(4)
Studi pustaka,
yang berguna untuk mengetahui studi apa saja yang pernah dilakukan.
Berbicara mengenai pandangan ulama mengenai KB
misalnya. Begitu juga, studi-studi mengenai alat kontrasepsi yang lain sudah
dilakukan orang. Semua itu, untuk mengetes apakah masih terdapat pengulangan
atau tidak. Dengan demikian, peneliti membandingkan dengan penelitian terdahulu
apa mungkin akan terjadi terulang kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar