Total Tayangan Halaman

Kamis, 10 Desember 2015

Pemikiran Islam di Indonesia Jamaah Islam Liberal ; Ridwan, MA

Nama         : Ridwan   Mahasiswa      PPs      :  Pendidikan Islam II
Mata Kuliah    : Pemikiran Islam di Indonesia

ISLAM LIBERAL

A.    Pengertian Islam Liberal
Islam moderat lebih mementingkan ijtihaj dalam pengertian yang lebih luas, yaitu kebebasan berpendapat (dengan tetap bersandar pada sumber yang utama dalam Islam Al-Qur’an dan Hadist), sementara yang Kedua lebih menekankan konsep jihad (perang suci).
Uniknya banyak kalangan Islam modern untuk mengayitkan konsep Islam moderat ini dengan konsep wasat yang ada dalam Qur’an. Lebih mendunia lagi diusung bendera Islam Liberal. Sebut saja muslim modern menunjukkan watak dasar Islam dengan tafsir kontektual sebagai agama yang tengah-tengah medernisasi dan kemajemukan umat, yaitu Al-Baqarah 2: 143 yang artinya “Dan demikianlah Aku (Tuhan) jadikan kalian umat yang “Wasat” (adil, tengah-tengah, terbaik) agar kalian menjadi saksi (Syuhada) bagi semua manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi (syahid) juga atas kalian”.
Kata wasat dalam ayat di atas, jika merujuk pada tafsir klasik seperti Al Tabari atau Al-Radhi mempunyai tiga kemungkinan pengertian; umat yang adil, Tengah-tengah atau terbaik. Ketiga pengertian itu pada dasarnya saling berkaitan.
Uniknya kosep wasat dalam ayat itu dikaitkan dengan konsep lain, yaitu “Syahadat” atau konsep kesaksian yang berarti tugas yang dipikul umat Islam untuk meluruskan sikap-sikap ekstrim yang ada pada dua kelompok agama.
Dengan bendera liberal menyuarakan Islam merdeka, islam pembebasan, Islam pembaharuan dan lain-lain membangaun tiga konsep pemikiran dasar, yaitu Pertama  prinsip kebebasan individu. Kedua prinsip kontrak sosial. Ketiga prinsip masyarakat pasaran bebas. Keempat perinsip meyakini wujudnya Pluraliti Sosio Kultural dan Politik Masyarakat.

B.     Sekilas Sejarah Islam Liberal Dunia
Islam liberal menurut Charles Kurzman muncul sekitar abad ke-18 ketika kerajaan Turki Utsmaniyah Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal (India) berada diambang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan permurnian, kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah.
Pada saat ini muncullah tunas fahaman liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya “Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan keperluan penduduknya”. Hal ini juga terjadi di kalangan Syi'ah. Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani membuka pintu ijtihad.
Rifa'ah Rafi' al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropah dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekular ke dalam kurikulum pendidikan Islam.
Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) yang memujuk kaum muslimin agar bekerjasama dengan penjajah Inggeris. Pada tahun 1877 dia membuka kelas pengajian yang kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920).
Sementara Syed Amir Ali (1879-1928) melalui buku "The Spirit of Islam" berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal dalam Islam sepertimana yang dipuja di Inggeris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahawa Nabi Muhammad adalah Pelopor Agung Rasionalisme.
Di Mesir muncullah Muhamad Abduh (1849-1905) yang banyak mengangkat pemikiran mu'tazilah dalam menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865-1908) kaki tangan Eropah dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir al-Mar'ah (Emansipasi Wanita). Lalu muncul Ali Abd Raziq (1888-1966), yang menentang sistem khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik kerana Muhammad hanyalah pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullah (1926-1997) yang mengatakan bahawa yang dikehendaki oleh Al-Qur’an hanyalah sistem demokrasi dan tidak yang lain.
Di Algeria muncul Muhammed Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis. Dia memulai tafsiran Al-Qur’an model baru yang berdasarkan kepada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), Antropologi (kajian sosio-budaya masyarakat), Falsafah (pemikiran) dan Linguistik (bahasa). Intinya dia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu­-ilmu pengetahuan Barat modern, ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran di luar Islam.
 Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi pengarah di Universiti Chicago. Ia mempelopori tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan Al-Qur’an itu mengandung dua aspek, yaitu; Peraturan spesifik dan idea moral.


C.    Islam Liberal di Indonesia
Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari Fazlur Rahman di Chicago) yang mempelopori gerakan firqah liberal bersama dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahid dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
 Nurcholis Madjid telah memulai gagasan pembaharuannya sejak tahun l970-an. Pada saat itu ia telah menyuarakan pluralisme agama dengan menyatakan: Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh di atas dasar fahaman kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap agama”.
Lalu sekarang muncullah apa yang disebut JIL (Jaringan Islam Liberal) yang mengusung idea-idea Nurcholis Madjid dan para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pemikirannya.
Faham sekular dalam bermasyarakat dan bernegara berakar dengan pola masyarakat Eropah yang meniru tokoh-tokoh gereja, dengan moto “Render Unto The Caesar what The Caesar's and to the God what the God's” (Serahkan apa yang menjadi hak Kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada Tuhan).
Kerana itu ada yang mengatakan: “Cak Nur (Nurcholis Madjid) cuma meminjam pendekatan Kristian yang membidani lahirnya peradaban barat”. Liberalisme adalah satu faham yang berkembang di Barat, namun dengan adanya sekelompok manusia di Indonesia menamakan dirinya dengan Jaringan Islam Liberal (JIL), menunjukan terdapat sekumpulan manusia yang mempunyai agenda tersendiri.
 Terkait dengan pluralisme yang diusung JIL menurut Alwi tentang pluralisme dapat dilihat dalam bukunya Islam Inklusif. Dijelaskan bahwa “Prinsip lain yang digariskan oleh Al-Qur’an, adalah pengakuan eksistensi orang-orang yang berbuat baik dalam setiap komunitas beragama dan dengan begitu layak memperoleh pahala dari Tuhan. Lagi-lagi prinsip ini memperkokoh ide mengenai pluralisme keagamaan dan menolak eksklusivisme. Dalam pengartian lain, eksklusivisme keagamaan tidak sesuai dengan semangat Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an tidak membeda-bedakan antara satu komunitas agama dari lainnya”.
Gusdur ketika dilantik sebagai Presiden, ia menyatakan akan membuka hubungan dagang dengan Israel, Negara yang dibenci banyak orang di Indonesia. Pernyataan ini mengundang kritikan keras dari beberapa komponen Islam. Gus Dur sering pula memberikan pernyataan yang dinilai sebagian orang justru menyudutkan Islam dan membela kelompok non Muslim, terutama kasus Ambon.
Orang-orang pembelanya mengatakan,“Gus Dur membela Islam dengan cara tidak membela Islam”. Pernyataan tentang pluralisme juga sering dikumandangkan, pernah ia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang Muslim yang juga menganut faham Mahatma Gandhi. Menurutnya semua agama itu sama.

Ketika Musyawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang menetapkan 11 fatwa di antaranya mengharamkan faham liberalisme, sekularisme, pluralisme dan faham Ahmadiyah. Uniknya sejumlah tokoh masyarakat yang bergabung dalam Aliansi Masyarakat Madani untuk kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, seperti Gus Dur, Dawam Raharjo, Ulil Abshar Abdalla (JIL), Johan Efendi, Pendeta Winata Sairin (PGI) dan tokoh-tokoh lainnya mendesak MUI agar mencabut fatwa yang mengharamkan paham-paham tersebut. Mereka berargumen, fatwa semacam itu sering kali dijadikan landasan untuk melakukan kekerasan terhadap pihak lain. Selain itu, “Indonesia bukanlah Negara Islam tapi negara nasional, jadi ukurannya hukum nasional”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar