Total Tayangan Halaman

Rabu, 09 Desember 2015

Pola Hubungan Guru dan Murid III : Ridwan, MA

A.    Pola Hubungan Antara Guru dengan Murid Secara Konfensional
Hubungan guru murid hendaknya dirancang pola yang humanistis, karena murid mempengaruhi guru dan sebaliknya guru juga mempengaruhi belajarnya murid. Di samping itu murid juga saling mempengaruhi antara  yang satu dengan yang lain. Guru dan murid mempunyai peranan yang berbeda dengan murid, maka pada perbedaan tersebut perlu dipadu dan dipandu dengan baik.[1]
Guru yang baik  adalah guru yang memahami anak didiknya dan yang memperlakukan anak didik sesuai dengan kode etik. Sedangkan murid yang baik ialah murid yang berakhlak, sopan santun, mencintai ilmu, mendengarkan gurunya, mengikuti pelajaran, tidak mengganggu kelas, dan lain-lain.
Para ahli sosiologi menyatakan, ada bahagian hubungan guru dengan murid yang tak seimbang. Tiga hal yang membedakan peranan guru dan murid tersebut, antara lain:
1).    Tingkat Kesukarelaan
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Dreegen, guru bekerja di sekolah karena digaji, sedangkan murid masuk sekolah karena kewajiban belajarnya.
2).    Tingkat Keaktifan vs Kepasifan
Peranan murid yang baik, lebih banyak menuntut kepatuhan dan kesabaran daripada inisiatif dan tanggung jawab diri sendiri. Menurut Moore, guru itu memonopoli peranan aktif dan membiarkan anak-anak bersabar terhadap tindakan guru sebagai agen.
3).    Kekuasaan dan Wewenang
Guru adalah atasannya murid karena umurnya, pendidikannya, sumber kontrol di kelas (termasuk hadiah dan hukuman). Salah satu hal penting yang dipelajari murid adalah bagaimana ia memahami otoritas yang tidak bersifat pribadi.[2]

Selain hal-hal yang disebutkan di atas guru juga mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai educator, pengajar, fasilisator, pembimbing, pelayan, perancang, pengelola, inovator dan penilai. Selain peran-peran di atas, guru juga mempunyai fungsi di dalam kelas yaitu sebagai (1). Pembimbing siswa dalam memecahkan kesulitan dalam pembelajaran, (2). Sebagai sumber yang dapat membantu memecahkan dan menjawab pertanyaan siswa, (3). Penilai hasil belajar.[3]
Kemudian agar proses pendidikan yang merupakan interaksi antara guru dan murid dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan, seorang guru  harus memerlukan persiapan, baik dari segi penguasaan terhadap ilmu yang diajarkan, kemampuan penyampaian ilmu sehingga tepat sasaran kepada obyek didik dan kepribadian atau akhlaknya.[4]
Hubungan antara guru dan murid harus terjalin hubungan baik, jika  antara guru dan murid berbeda pendapat dalam proses belajar mengajar, guru berusaha untuk menjelaskan secara perlahan-lahan. Agar hubungan tetap berjalan dengan baik, seorang guru tidak hanya bertindak sebagai guru pengajar, tapi juga sebagai teman belajar dan terus memotivasi anak didik. Dan ketika di antara muridnya ada yang mempunyai masalah, guru mengadakan pendekatan individual sehingga murid tidak merasa sendirian.
Belajar mengajar adalah sebuah interaksi yang bernilai normatif. Belajar mengajar adalah suatu proses yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan. Tujuan adalah sebagai pedoman ke arah mana akan dibawa proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar akan berhasil bila hasilnya mampu membawa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikapsikap dalam diri anak didik.[5]
Interaksi belajar mengajar dikatakan bernilai normatif karena di dalamnya ada sejumlah nilai. Jadi, adalah wajar bila interaksi itu dinilai bernilai edukatif? Guru yang dengan sadar berusaha untuk mengubah tingkah laku, sikap, dan perbuatan anak didik menjadi lebih baik, dewasa, dan bersusila yang cakap adalah sikap dan tingkah laku guru yang bernilai edukatif. Ada tiga bentuk komunikasi antara guru dan anak didik dalam proses interaksi edukatif, yakni komunikasi sebagai aksi, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi.[6]
Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah menempatkan guru sebagai pemberi aksi dan anak didik sebagai penerima aksi. Guru aktif, dan anak didik pasif. Mengajar dipandang sebagai kegiatan menyampaikan bahan pelajaran Dalam komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah, guru berperan sebagai pemberi aksi atau penerima aksi. Demikian pula halnya anak didik, bisa sebagai penerima aksi, bias pula sebagai pemberi aksi. Antara guru dan anak didik akan terjadi dialog.[7]
Dalam komunikasi sebagai transaksi atau komunikasi banyak arah,  komunikasi tidak hanya terjadi antara guru dan anak didik. Anak didik dituntut lebih aktif daripada guru, seperti halnya guru, dapat berfungsi sebagai sumber balajar bagi anak didik lain.
Kegiatan interaksi belajar mengajar sangat beraneka ragam bentuk coraknya, mulai dari kegiatan yang didominasi oleh guru sampai kegiatan mandiri yang dilakukan oleh anak didik. Hal ini tentu saja sangat bergantung pada keterampilan guru dalam mengelola kegiatan interaksi belajar mengajar. Penggunaan variasi bentuk interaksi mutlak harus dilakukan oleh guru. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kebosanan, kejenuhan, serta untuk menghidupkan suasana kelas demi keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan.[8]
Situasi pengajaran atau proses interaksi belajar mengajar terjadi dalam berbagai pola komunikasi, akan tetapi komunikasi sebagai transaksi yang dianggap sesuai untuk mengaktifkan potensi siswa/murid bisa jadi sangat tergantung situasi dan kebutuhan yang dikembangkan oleh guru, atau bisa jadi merupakan gabungan dari banyak pola interaksi di atas.

B.     Tugas dan Kedudukan Guru
Dalam lingkup profesi guru memiliki beberapa tugas, baik yang terikat oleh profesinya maupun di luar tugas formalnya. Secara garis besar tugas guru dapat dikelompokkan menjadi tiga yakni tugas profesi, tugas kemanusiaan dan tugas kemasyarakatan.
Sebagai salah satu profesi resmi kedudukan guru memerlukan keahlian khusus. Jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pekerjaannya. Tugas guru sebagai profesi mencakup beberapa persyaratan:
a). Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
b). Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
c). Menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai.
d). Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilakukannya.
e). Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Selain persyaratan tersebut, sebetulnya masih ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap pekerjaan yang tergolong ke dalam suatu profesi antara lain yaitu:
a).  Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
b). Memiliki klien atau obyek layanan yang tetap seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan muridnya.
c).  Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat. [9]
Guru di satu sisi terikat secara total dan ketat dengan aturan serta tata laksana profesinya dari struktur organisasi yang mengelola profesi pekerjaannya, penentuan kurikulum nasional, anggaran dana dari Departemen Pendidikan serta ketentuan-ketentuan luar yang mengikat kerja profesinya. Namun dalam melaksanakan pekerjaannya guru juga memiliki otoritas pribadi untuk menentukan pendekatan pengajaran, serta serangkaian kegiatan interaksi belajar mengajar di ruang kelas sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi .[10]
Uraian di atas menjelaskan latar belakang tugas guru sebagai pengajar dan pendidik. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswanya. Para siswa akan enggan mengahadapi guru yang tidak menarik. Pelajaran tidak dapat diserap sehingga setiap lapisan masyarakat (homo ludens, homopuber, dan homosapiens) dapat mengerti bila menghadapi guru.
Manurut Sanapiah Faisal, Guru harus memiliki tiga kemampuan penting, ketiga kemampuan tersebut dikenal dengan sebutan “tiga kompetensi” yaitu
(1) kompetensi profesional, (2) kompetensi personal, dan (3) kompetensi sosial. Penjelasan untuk masing-masing adalah sebagai berikut:
a). Kompetensi profesional, artinya bahwa guru harus memiliki pengetahuan yang luas serta mendalam tentang bidang studi yang akan diajarkan, serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoretis, mampu memilih metode yang tepat, serta mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar.
b. Kompetensi personal, artinya bahwa guru harus memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Arti lebih terperinci adalah bahwa ia memiliki kepribadian yang patut diteladani
c. Kompetensi sosial, artinya bahwa guru harus memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan muridmuridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah, dengan pegawai tata usaha, dan tidak lupa dengan anggota masyarakat di lingkungannya.[11]

Kelompok siswa yang menjadi subyek didik juga memberi pengaruh optimalnya pembelajaran. Dengan kondisi siswa yang berbeda, akan tercipta suasana kelas yang berbeda pula. Respon yang berbeda antar kelompok siswa di kelas tertentu disbanding dengan kelompok siswa di kelas lain akan mempengaruhi pendekatan pembelajaran yang berbeda.
Anak-anak yang oleh gurunya diharapkan bisa mencapai hasil yang lebih besar, memang bisa menunjukkan hasil yang lebih besar. Dengan kata lain, tingginya pengharapan guru tampaknya memungkinkan anak-anak bisa meningkatkan kemampuan yang cukup tinggi pula.
Untuk memperoleh pembelajaran yang berkualitas agar menghasilkan prestasi belajar yang berkualitas pula, maka perlu diperhatikan unsur-unsur yang secara langsung berkaitan dengan berlangsungnya proses pembelajaran tersebut, yang penting adalah guru, siswa, kurikulum dan sarana, serta faktor lain yang sifatnya kontekstual.

C.      Analisa Penulis
Dalam proses pembelajaran, guru, siswa, metode, materi, dan sarana. Saling mempengaruhi kualitas pembelajaran, namun guru memegang peranan yang sangat penting untuk mencapai proses dan hasil pembelajaran yang maksimal. Guru merupakan satu-satunya unsur yang mampu mengubah unsur yang lain, sedangkan unsur yang lain relatif tidak dapat merubah guru, maka dapat diasumsikan bahwa guru merupakan unsur yang mempunyai peran sangat penting bagi terwujudnya pembelajaran, menurut kualitas yang dikehendaki.
Dilihat dari segi komponen guru, kualitas pembelajaran akan bervariasi sesuai dengan karakter pribadi gurunya. Setiap manusia memiliki spesifikasi masing-masing, maka guru yang profesional akan melahirkan situasi pembelajaran yang unik dan kualitas pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan situasi dan kondisi dan tujuan yang ditetapkan.
Menurut penulis pola hubungan guru dan murid sangat berpengaruh pada profesionalisme guru dalam bertugas, maka perlu kiranya ditekankan tugas guru profesional sebagai berikut:
1). Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan profesionalitas diri sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mendidik, mengajar dan melatih anak didik.
2). Tugas guru sebagai pendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik.
3). Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik.
4). Tugas guru sebagai pelatih berarti mengembangkan keterampilan dan menerapkannya dalam kehidupan demi masa depan anak didik.
5). Tugas guru bidang kemanusiaan berarti guru harus terlibat dengan kehidupan di masyarakat dengan interaksi sosial, guru harus menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada anak didik. Anak didik dididik agar mempunyai sifat kesetiakawanan sosial.
6). Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua, ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya.
7). Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan berarti guru mempunyai tugas mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik, artinya guru bertugas mencerdaskan anak bangsa secara keseluruhan.
8). Tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi tugas guru harus menjadi sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.

a.    Pola guru        anak didik
Komunikasi satu arah

 
Pola interaksi guru (G) - murid (A) dapat diskemakan sebagai berikut:
 






G,A,A,A,A,A,A,G,A,A,A 

































D.    Penutup
Proses belajar-mengajar akan senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar, dengan siswa sebagai subjek pokoknya.
Mengajar didefinisikan sebagai serangkaian interaksi antara orang-orang yang berperan selaku guru dengan orang yang berperan sebagai murid, yang tujuannya untuk mengubah keadaan kognitif dan afektif murid, maka pembahasan sosiologi pendidikan mengenai peran guru terhadap muridnya menitikberatkan pada makna status guru dalam keterlibatannya dengan murid, yaitu guru memimpin murid dalam proses belajar mereka.
Kualitas guru selaku pemimpin, termasuk bagaimana ia mengontrol situasi kelas, menentukan semangat dan penampilan murid. Model kepemimpinan guru mengelola kelas pada umumnya, yaitu; pertama  Kepemimpinan Otoriter, tujuan umum, kegiatan khusus dan prosedur kerja kelompok semuanya didikte oleh pemimpin. Di dalam kelas pemimpin tetap menjaga jarak dari anggota. Partisipasi aktif hanya dilayani apabila menyangkut masalah tugas-tugas formal. Kedua Kepemimpinan Demokratis, semua kebijakan, kegiatan dan prosedur kerjanya ditetapkan oleh kelompok secara keseluruhan pemimpinnya ikut aktif dan berusaha menjadi anggota biasa dengan semangat tanpa melakukan banyak kegiatan. Ketiga Kepemimpinan Laissez-faire, gaya kepemimpinan ini ada kebebasan sepenuhnya bagi kelompok maupun individu untuk menetapkan keputusan, dengan sedikit partisipasi.









DAFTAR PUSTAKA

Sanapiah Faisal, Sosiologi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, t.t.)

Abdul Hadis, Psikologi Dalam Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006)

Suparlan, Guru Sebagai Profesi, (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2006)

Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Ponorogo: STAIN Po Press, 2007)

Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008)

Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 1992)

Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003)

M. Yatimin Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Amzah, 2006)

Abudin Nata, Methodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Persada, 2003)

Abdul Hadis, Psikologi Dalam Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006)

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyanti, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rinika Cipta, 2001)

M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993)

Hamdani Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998)

Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1986)

Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987)




[1] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987), h. 63

[2] Sanapiah Faisal, Sosiologi…,  h. 170

[3] Suparlan, Guru…, h. 38

[4] Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar…, h.  97

[5] Rama Yulis, Ilmu…,  h.54

[6] Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu..., h. 130

[7] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyanti, Ilmu...,  h. 55
[8] Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip…, h. 39
[9] Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip…, h. 40-41

[10] Syahminan Zaini, Prinsip-prinsip…, h. 42

[11] Sanapiah Faisal, Sosiologi…,  h. 170

Tidak ada komentar:

Posting Komentar