BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi berjalan sangat cepat yang mewarnai seluruh aspek
kehidupan manusia. Dalam rangka mengimbangi
perkembangan IPTEK tersebut pemerintah telah menetapkan suatu
kebijaksanaan untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi setiap warganya.
Pencapaian kualitas pendidikan merupakan langkah yang harus dilakukan dengan usaha peningkatan kemampuan professional yang dimiliki oleh guru. Utamanya guru pendidikan agama Islam.
Pendidikan memiliki peranan yang
penting dalam meningkatkan kualitas manusia. Oleh karena itu,
manusia merupakan kekuatan sentral dalam pembangunan, sehingga mutu dan
sistem pendidikan akan dapat ditentukan
keberhasilannya melalui peningkatan motivasi belajar siswa.
Kehidupan dan peradaban manusia di millenium ke-3 mengalami banyak
perubahan. Dalam merespon fenomena itu,
lembaga pendidikan berlomba dan berpacu mengembangkan kualitas pendidikan disegala bidang ilmu dan
termasuk
juga penerapannya
dalam kehidupan
sehari-hari. Era yang demikian memunculkan sebuah krisis
dimensi spiritual dalam kehidupan individu, masyarakat bahkan pada sektor yang lebih luas berbangsa dan bernegara.
Hal diatas menurut Abdul Majid disebabkan salah satunya dan yang sering dijadikan sasaran adalah peranan serta efektivitas
pendidikan agama di sekolah sebagai pemberi nilai
spiritual
terhadap kesejahteraan
dan perdamaian dalam
masyarakat. Dengan asumsi jika Pendidikan Agama Islam dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat pun akan lebih baik.1
Paragraf diatas mengindikasikan betapa pentingnya peranan pendidikan agama (Islam) dalam membangun moral suatu bangsa dan
negara menuju gerbang kesejahteraan
dan perdamaian.
Maka
lembaga-lembaga pendidikan
mulai dari tingkat
yang paling bawah sampai dengan
perguruan
tinggi
selayaknya
dan menjadi sebuah keharusan untuk
memberikan materi-materi pelajaran yang bernuansa keagamaan.
Reorientasi pendidikan akhir-akhir ini
menjadi perbincangan yang sangat
menarik untuk
dicermati. Hal ini mengingat bahwa pendidikan memang
memegang peranan sangat penting dalam peningkatan dan pembangunan bangsa tak terkecuali dalam pendidikan Islam yang saat ini
berjalan belum mampu memberika nuansa baru kepada peserta didik sebagai penerus pemegang estafet kepemimpinan. Reorientasi ini
tidak hanya bertujuan untuk menyempurnakan
kekurangan-kekurangan
yang dirasakan, tetapi terutama merupakan suatu usaha
penelaahan
kembali atas aspek-aspek
sistem pendidikan yang berorientasi pada rumusan tujuan yang baru.
Selain hal diatas, perkembangan
sains dan teknologi yang semakin hari semakin cepat sehingga tidak
memungkinkan seseorang untuk mengikuti seluruh proses
perkembangannnya menuntut
penguasaan
sains dan teknologi informasi bagi seluruh elemen bangsa dalam segala ranah kehidupan. Program peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM) hendaknya menjadi prioritas utama lembaga
1 Abdul
Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan
Implementasi Kurukulum 2004,. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Hal. 81
pendidikan. Kualitas SDM terkait erat dengan kualitas pendidikan yang merupakan produk dari lembaga pendidikan.
Paulo
Freire beranggapan bahwa pendidikan merupakan ikhtiar untuk
mengembalikan fungsi seabagai alat
untuk
membebaskan pendidikan sebagai alat untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan dan
ketertindasan
yang dialami oleh masyarakat; baik dari soal kebodohan sampai ketertinggalan.
Tidak hanya tokoh Barat saja yang
menungkan pikirannya dalam rangka memperbaiki kondisi
pendidikan
Islam.
Imam
Al-Ghazali
salah satunya,
Al- Ghazali
beranggapan bahwa pendidikan Islam merupakan sarana untuk
tercapainya
kesempurnaan
insani
yang bermuara pada pendekatan
diri
kepada
Allah serta kesempurnaan
insani yang bermuara
pada kebahagiaan
dunia dan
akhirat.2
Begitu amat pentingnya
pendidikan Islam
sampai menyedot
banyak
perhatian dari intelektual pendidikan, baik
dari
Barat ataupun
Islam.
Pada hakikatnya
kaum-kaum
intelektual yang berkecimpung dalam dunia pendidikan menyepakati
bahwa
hanya
dengan
pendidikanlah umat manusia
akan mendapatkan pencerahan dalam perkembangannya.
Dengan pendidikan manusia akan mampu melihat sesuatu yang belum pernah mereka lihat, dan
akan mampu membedakan hal-hal yang baikdan buruk.
Secara garis besar
pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan
individu berdasarkan ajaran–ajaran Islam yang diwahyukan
Allah SWT kepada
Nabi Muhammmad melalui proses di mana individu dibentuk agar dapat
2 Fathiyah Hasan Sulaiman,
Sitem Pendidikan Versi Al-Ghazali, (terj.)
Fathur Rahmat May dan
Syamsuddin Asyrafi, dari judul asli Al-Mazhabut Tarbawi ‘idn Al-Ghazali, (Bandung: Al-Ma’arif,
1986), cet. Ke-I, hlm. 14.
mencapai derajat yang tinggi sehingga ia mampu menunaikan
tugasnya sebagai kholifah di
muka bumi, yang dalam rangka lebih lanjut mewujudkan kebahagiaan
dunia dan
akhirat.3 Tegasnya, sebagaimana yang
dikemukakan Ahmad D. Mariban bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan
rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.4
Kalimat diatas
adalah upaya
yang
seharusnya dilakukan
oleh lembaga-
lembaga pendidikan dengan tetap mengutamakan ajaran-ajaran Islam agar menjadi kosumsi primer yang
diterima oleh peserta didik, sehingga peserta didik menyadari tugas dan
fungsi Tuhan menciptakannya dimuka bumi. Dimana tujuan yang diharapkan adalah menjadi kholifah dimuka bumi yang mampu mewujudkan kebahagian dunia dan akhirat.
Senada dengan hal
diatas, Prof. Dr. Zuhairini mengungkapkan bahwa pendidikan adalah pemberi
corak hitam
putihnya perjalanan
seseorang. Oleh karena itu,
ajaran Islam
menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kewajiban bagi laki-laki dan wanita dan berlangsung seumur hidup. Dalam bahasa
lain disebut life long education
Hitam dan putihnnya perjalanan hidup seseorang ditentukan dari salah satunya adalah faktor pendidikan, dimana ketika manusia mengetahui tugas dan
kewajibannya melalui sarana pendidikan, maka dengan sendirinya dan sadar diri
3 Hasan Langgulung. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma'arif, 1980) Hal. 94.
4 Ahmad D. Marimba. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma'arif, 1980) hal. 23.
5 Zuhairini,
dkk, Filsafat Pendidikan
Islam, (Jakarta:
Bumi
Aksra, 1995) Hal.01.
Pendidikan dalam hal Ini sebagaimana
di utarakan Prof. Zuhairini bahwa ciri dari Pendidikan Islam adalah perubahan sikap dan tingkah laku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam. Dan untuk itu perlu adanya
usaha, kegiatan, metode, alat dan juga lingkungan hidup yang menunjang keberhailan pendidikan. Singkatnya, Pendidikan Islam secara umum adalah pembentukan kepribadian muslim. Lihat dalam Zuhairini, dkk., Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Cet. Ke-4. Hal. 28.
manusia akan menjalankan
sesuatu yang diperintah dan menjahui sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT. Oleh karena itu pendidikan untuk umat manusia tidak
mengenal ruang dan waktu, dimana manusia itu berada hendaknya dia
melakukan proses pendidikan.
Pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa yang bersangkutan.6 Dengan landasan
pemikiran
tersebut,
pendidikan nasional
disusun
sebagai usaha sadar untuk memungkinkan bangsa Indonesia mempertahankan kelangsungan hidupnya
dan mengembangkan
dirinya secara terus menerus dari satu generasi kegenerasi
berikutnya.7
Dewasa ini perkembangan
dunia
modern menuntut bangsa
Indonesia
untuk senantiasa berupaya meningkatkan mutu ilmu pengetahuan dan
teknologi, disamping
untuk meningkatkan kualitas manusia dalam penguasaan
dan pemanfaatan sains dan teknologi guna kesejahteraan masyarakat Indonesia dimasa
depan.
Keberadaan sains dan teknologi yang maju secara tidak langsung mempengaruhi tatanan kehidupan juga termasuk sistem
pendidikan, tuntutan dan kebutuhan dibidang pendidikan merupakan masalah yang penting dalam
kelangsungan suatu
bangsa. Sistem pendidikan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang multidimensional ini
akan menyebabkan
pendidikan kita berada lebih jauh tertinggal dengan kebutuhan dan perkembangan
bangsa Indonesia. Oleh karena itu penguasaan dan perkembangan ilmu
6 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No.02 Th 1989) (Jakarta: Sinar Grafika,
1999), hlm. 23
7 Ibid. hlm. 24
pengetahuan dan teknologi perlu diarahkan untuk memajukan kecerdasan dan kemampuan bangsa serta kesejahteraan seluruh masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Keadaan pendidikan suatu bangsa
sangat mempengaruhi bangsa
itu, misalnya Indonesia merupakan salah satu negara sedang berkembang yang
tengah
giat-giatnya membangun dalam upaya memperbaiki
dan memajukan pendidikan yang ada agar menghasilkan generasi penerus dan pembangunan bangsa yang profesional.
Mekanisme institusional fundamental untuk mengembangkan manusia berpengetahuan
luas dan profesional adalah pendidikan. Pendidikan tidak hanya membekali manusia dengan pengetahuan dan
keterampilan yang profesional saja tetapi juga memungkinkan orang dapat belajar untuk memperbaiki tingkat
ekonominya, pendidikan juga merupakan nilai, cita-cita, sikap
serta aspirasi yang secara langsung berkaitan dengan kepentingan pembangunan suatu bangsa.
Adanya kontak-kontak politik dan militer kolonial antara dunia islam dan Barat membawa akibat timbulnya kontak-kontak budaya dan pemikiran. Di dunia Islam mulai
diperkenalkan
dan berkenalan dengan peradaban sekuler
yang
di Barat sudah tidak asing lagi. Pendidikan sekuler yang memberikan tekanan pada pembinaan pribadi yang
demokrasi dengan dasar antroposentrik murni. Asas theosentrik, masalah-masalah sepiritual
manusia, hubungan yang ada
antara
realisasi
sepiritual
dan esensi
nilai-nilai moral, hubungan yang integral
antara nilai-nilai moral dan
tindakan manusia, semua terkucil dari persoalan pendidikan
untuk kemudian menjadi masalah pribadi. Perbedaan-perbedaan pendidikan
sekuler mengenai pendidikan dan konsep
Pendidikan
Islam
sangat
mendasar walaupun banyak konsep-konsep mikro yang dapat dimanfaatkan dari Barat.8
Seperti pernyataan M. Rusli Karim, bahwa pada saat ini posisi pendidikan Islam
berada pada posisi determinisme. Artinya, pada
sejarah awalnya pendidikan
Islam pernah mencapai puncak kejayaannya, ketika itu dunia islam mampu
melahirkan banyak tokoh-tokoh ilmu pengetahuan yang berkaliber dunia dan bersama dengan perkembangan ilmu tersebut berkembang dan maju dalam
peradaban Islam.
tetapi sekarang
ini,
kondisi
yang terjadi
sebaliknya,
artinya dalam realitas
praktis
pendidikan Islam seakan-akan tidak
berdaya, karena
dihadapkan dengan realitas perkembangan masyarakat industri modern.9
Hal diatas menggambarkan bagaimana kontribusi tokoh-tokoh Islam yang pada waktu itu
membawa Islam mencapai kejayaan pada masa itu, dimana dapat diketahui sosok seperti Ibnu Arabi, Ibnu Farabi, Ibnu Khaldun, Ibnu Thufail, Ibnu Sina, Ibnu Rusdy, dan
Imam Ghazali serta tokoh Islam lainnya yang mampu memberikan warna dalam perkembangan dan peradaban Islam pada waktu itu, mulai dari pengetahuan
pengetahuan theologi sampai pada sains dan teknologi. Karena disiplin pengetahuan itulah yang
menjadi sebuah syarat bagi bangsa dan negara yang ingin mendapatkan predikat sebagai negara yang
maju dan berkembang. Akan tetapi
seiring
dengan perkembangan zaman yang penuh dengan nuansa kapitalisme, maka seiring itu pula kejayaan Islam melaui tergerus.
Islam pada dekade ini
masih belum mampu melahirkan tokoh-tokoh
seperti
pendahulunya. Hal
ini disebabkan
oleh lemahnya penghargaan
terhadap
tokoh
8 Munzir Hitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam (Yokyakarta: LKiS, 2004), hlm. 3
9 M. Rusli Karim, Pendidikan Islam di Indonesia dalam Transformasi Social Budaya, dalam Buku
Pendidikan Islam di Indonesia antara Cita dan Fakta (Yokyakarta: Tiara Wacana, 1991), hal. 129
pendahulunya,
sehingga
masyarakat enggan
untuk
kemudian melestarikan dan bahkan meneruskan pemikiran-pemikiran tokoh terdahulu.
Perlu kita ketahui bahwa kita hidup dalam lingkaran wacana pragmatisme
yang mau mendorong kita supaya menyesuaikan diri dengan fakta-fakta realitas.
Impian-impian dan utopia-utopia,
disebutnya
tidak tak berguna, tetapi sungguh menghambat. (bagaimana pun
juga, impian dan
utopia merupakan bagian intrinsik
setiap praktek pendidikan dengan daya kekuatan untuk menyibak topeng-topeng
kebohongan yang dominan)10.
Disatu sisi yang lain, pendidikan memegang peranan yang
sangat penting dalam kehidupan ini, tidak ada satu hal pun kehidupan
di dunia ini yang bisa terlepas dari
pendidikan, baik itu
ekonomi, politik, hukum, dan yang lainnya.
Dalam setiap aspek kehidupan membutuhkan pendidikan
meskipun pendidikan yang dilakukan dalam setiap aspek berbeda-beda
tergantung pada bidang yang digeluti.
Begitu urgennya masalah pendidikan, sehingga begitu banyak para
pakar ataupun tokoh yang senantiasa berupaya untuk melahirkan pemikiran-pemikiran
tentang pendidikan. Baik
yang
sifatnya pengetahuan yang
benar-benar baru yang sebelumya belum ada ataupun pemikiran-pemikiran yang sifatnya pengembangan atau diadakan inovasi dari pemikiran yang ada.
Hal ini dilakukan semuanya tidak lain adalah supaya pendidikan benar- benar mengena pada sasaran, yakni dapat bermanfaat dalam kehidupan terlebih
lagi supaya peradaban yang ada semakin maju dan berkembang.
10 Paulo freire, Pedagogi
Pengharapan, (Yogyakarta: KANISIUS,2005), hal.7.
John Vaisey maupun B.G. Tilak Jandhalaya dalam Fadjar mengemukakan bahwa pendidikan adalah dasar dari pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi, sains dan teknologi, menekan dan mengurangi kemiskinan dan ketimpangan
pendapatan, serta
peningkatan kualitas peradaban manusia pada umumnya. Selanjutnya, John Vaisey mengemukakan argumennya bahwa sejumlah besar dari
apa yang kita
ketahui
diperoleh dari proses belajar
secara formal di lembaga-
lembaga pendidikan termasuk lembaga pendidikan Islam.11
Akan tetapi, di
sini
tidak akan dibicarakan secara panjang lebar mengenai peranan pendidikan
pada semua aspek kehidupan melainkan lebih dispesifikan pada pendidikan Islam itu sendiri. Sebagaimana kita ketahui sekarang ini dunia sedang mengalami degradasi moral, yang mau tidak mau pendidikan
Islam itu sendiri mempunyai andil dalam hal ini.
Telah banyak contoh nyata yang
dapat kita lihat dari degradasi moral itu sendiri salah satunya
yakni
tercerabutnya nilai-nilai yang
tertanam pada masyarakat. Pada zaman sekarang ini kekerasan sudah biasa terjadi bahkan dikalangan para pelajar yang sedang menuntut ilmu. Hal ini sebenarnya adalah
sebuah fenomena
yang sudah dapat diramalkan
oleh
para
praktisi
pendidikan
karena pendidikan yang ada pada saat ini lebih banyak menekankan para peserta didiknya pada kemampuan kognitifnya saja tanpa dibarengi dengan kemampuan dalam bidang afektifnya. Pendidikan pada masa sekarang ini
lebih bertujuan untuk mencetak generasi yang dibutuhkan oleh pasar modal, lembaga-lembaga
pendidikan beramai-ramai mencetak
lulusan
yang
hanya
siap
untuk
bekerja
11 Mulyono, Desain Dan Pengembangan Pembelajaran PAI, Buku Diktat (Malang: 2007), hlm. 15.
sebagai bekal hidupnya. Fenomena ini
sebanarnya juga tidak bisa dikatakan salah sepenuhnya, karena kita ketahui
kehidupan yang ada pada saat ini serba
sulit.
Akan tetapi, keterampilan untuk
bermasyarakat juga sangat dibutuhkan, hal ini karena manusia selain sebagai makhluk individu juga merupakan makhluk sosial yang senantiasa harus berinteraksi
antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu kemampuan dalam bidang afektif juga harus dikembangkan seimbang dengan kemampuan-kemampuan yang lainnya.
Kondisi pendidikan Isl;am yang demikian itu
harus segera diatasi dengan cara menumbuhkan dan mengembangkan
pendidikan Islam melalui serangkaian kajian dan penelitian, bahkan
mugkin menghadirkan kembali tokoh-tokoh atau intelektual muslim yang
bergelut
dalam pendidikan Islam. Tokoh-tokok intelektual muslim dari zaman klasik, pertengahan sampai dengan zaman modern ini. Tokoh-tokoh intelektual muslim pada era klasik seperti Ibn Miskawaih, Al- Qabisi, Al-Mawardi, Ibn Sina, dan Al-Ghazali, juga ada tokoh yang berasal dari
abad pertengahan
seperti, Burhanuddin az-Zarnuji dan Ibn Jama’ah.
Sementara
tokoh-tokoh intelektual muslim modern dari Indonesia diwakili oleh
Abdullah Ahmad dari Sumatera Barat, Ahmad Sanusi dari Jawa Barat, dan Imam Zarkasyi
dari Jawa Timur.12
Tokoh-toko itulah yang pada
perkembangan selanjutnya mampu merekontruksi konsep pendidikan Islam yang disesuaikan dengan realitas dan kebutuhan
zaman,
serta memberikan ruang seluas-luasnya
pada peserta didik untuk mengeksplorasikan segala potensi dan fitrah yang terkandung dalam dirinya
12 Dr. H. Abuddin
Nata,
Pemikiran para Tokoh
Pendidikan Islam, (Jakarta:
PT.
RajaGrafindo
Persada, 2003), cet. Ke-3, hlm. 2-3.
agar kemudian peserta didik mampu mengembangkan
potensi dasar yang sudah dimilikinya tersebut dengan tidak melupakan nilai-nilai yang telah diajarkan oleh Islam.
Dalam Islam sendiri percaya bahwasannya setiap manusia mempunyai
potensi-potensi yang dibawahnya sejak lahir dan di sini pendidikan mempunyai
tugas untuk
mengembangkan
potensi
tersebut
sehingga
dapat
dijadikan bekal
untuk hidup di dunia ini.
Islam adalah syari’at yang diturunkan kepada umat manusia dimuka bumi ini agar mereka beribadah
kepada-Nya.
Penanaman keyakinan
terhadap Tuhan hanya bisa dilakukan melalui proses pendidikan baik di rumah, sekolah maupun lingkungan. Pendidikan Agama Islam merupakan kebutuhan manusia yang dilahirkan dengan membawa potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di muka bumi, serta pendukung dan pemegang kebudayaan.
Dalam pendidikan itu sendiri memang mencakup banyak hal
yakni tujuan dari pada diadakannya
pendidikan
itu sendiri, kurikulum
yang dipakai dan lain sebagainya yang
tidak lain
merupakan cara seorang pendidik untuk dapat
mengeluarkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik semenjak dia lahir.
Dari uraian yang panjang tersebut, pada hakikatnya Islam masih memiliki sosok
tokoh yang kemudian padam pandangan
sejarah, tokoh tersebut
banyak
memberikan kontribusi terhadap perkembangan sosial, budaya, dan bahkan
pendidikan Indonesia.
Tokoh tersebut
adalah K.H. Ahmad Dahlan
dan K.H. Hasyim
Asy’ari. Dimana kontribusi yang mereka
berikan tidak hanya
dalam berkutat dalam masalah Theologi, akan tetapi jauh dari pada itu merak juga turut
serta memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Dan salah satu kontribusi yang meraka berikan adalah dalam pengembangan dunia
pendidikan. Karena menurut merka pendidikan adalh salah saru pilar yang
harus dikembangkan dalam sebuah bangsa dan negara.
Pendidikan Islam yang selanjutnya akan dikaji ini
adalah berdasarkan pada pemikiran
tokoh
yang mempunyai kontribusi
besar terhadap pendidikan yang berasal dari Indonesia
yakni
K.H.
Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari, penulis merasa tertarik untuk mengkaji pemikiran kedua tokoh tersebut, karena kedua tokoh tersebut merupakan seorang pemikir kontemporer yang menaruh perhatian besar terhadap upaya Islamisasi ilmu
pengetahuan. Pemikirannya
mempunyai relevansi dengan perkembangan sains dan
teknologi, serta mengikuti perkembangan zaman, bahkan dalam tulisannya beliau berupaya mengantisipasi masa depan. Tetapi perlu diketahui pengangkatan topik pada skripsi ini tidak
bertujuan untuk merendahkan para pakar pendidikan yang lainnya.
Dalam pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan K.H. Hasyim Asy’ari, beliau
percaya bahwa manusia mempunyai
potensi
bawaan semenjak
lahir, selain itu beliau juga
berpendapat bahwa lingkungan sekitar manusia tinggal juga mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya. Oleh sebab itu K.H. Hasyim Asy’ari menyebutkan yang dituangkan dalam salah satu karya terbaiknya, Adam al-‘Alim wa al-Muta’allim, K.H. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwasannya
pendidikan itu
penting sebagai sarana untuk mencapai kemanusiaannya, sehingga menyadari siapa sesunggunhnya
penciptanya, untuk
apa diciptakan, melakukan segala perintahnya dan menjahui segala larangannya, untuk berbuat baik di dunia
dengan menegakkan keadilan, sehingga layak disebut makhluk yang lebih mulia dibanding makhlu-makhluk lain yang diciptakan Tuhan.13
Menurut
beliau, tujuan diberikannya sebuah pendidikan pada
setiap manusia ada dua, yaitu :
1. Menjadi insan purna yang bertujuan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.14
Setidakanya dua poin diataslah yang
menjadi rujukan bagi K.H. Hasyim Asy’ari tentang betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan manusia, karena
dengan pendidikan maka dengan sendirinya manusia akan terdidik untuk menjadi manusia yang
sempurna dalam memahami dirinya dan yang
menciptakannya.
Dengan demikian, manusia akan memahami tugas dan kewajiban sebagi hamba
Allah yang diciptakannya dan sebagai bagain dari rakyat Indonesia yang tetap
mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Bila dilhat lebih jauh, tujuan pendidikan yang disampaikan oleh K.H. Hasyim Asy’ari memang lebih mengarah pada aspek Theologi. Karena dengan
menjadikan aspek tersebut sebagai dasar, maka apapun aktiviats yang dilakukan
oleh manusia akan tetap berlandaskan dengan nilai-nilai keislaman yang nantinya segala aktivitas tersebut mendapatkan ridho dari Allah SWT.
Kemudian, mengenai
pemikiran
K.H. Ahmad Dahlan. Dalam
hal ini penulis ingin mengungkapkan pembahasan mengenai pandangan K.H. Ahmad
Dahlan terhadap
pendidikan, perlu kiranya sedikit menengok sejarah
panjang
yang melatarbelakangi terbentuknya
ide dan gagasan dari para pejuang dan guru
13 Muhammad Rifai, KH. Hasyim
Asy’ari : Biografi
Singkat
1871-1947,
(Jogjakarta
: Ar-Ruzz
Media, 2010), hlm. 85-86.
14 Ibid, hlm. 86.
bangsa kita. Kegelisahan para tokoh
pendidikan semisal K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Hasyi Asy’ari dan lainnya merupakan bentuk jawaban dari
ketidakpuasan
mereka terhadap kondisi bangsa yang terjajah.
Dunia pendidikan juga ternyata telah diracuni oleh penjajah demi
kepentingan pribadi dan kelangsungan hidup mereka di bumi pertiwi. Berangkat dari keprihatinan itulah yang
mendorong perjuangan melalui bidang pendidikan
menjadi perhatian
serius para
tokoh-tokoh pejuang
bangsa ini. Karena hanya
dengan pendidikanlah bangsa ini
bias
maju dan terbebas dari cengkeraman kaum imperialisme.
Inilah di antara sebab yang melatarbelakangi perlunya didirikan lembaga- lembaga pendidikan melalui wadah organisasi Muhammadiyah oleh
K.H. Ahmad
Dahlan. Secara umum, pendidikan Islam pada masa penjajahan dapat dipetakan
dalam dua periode besar; masa penjajahan Belanda, dan masa penjajahan Jepang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar