BAB I
PENDAHULUAN
Wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
adalah suatu pertanda diangkatnya Baginda sebagai seorang Nabi sekaligus Rasul
yang mengemban amanat untuk mentablighkan tekstual dan kontekstual wahyu-wahyu
tersebut kepada umat. Diharapkan umat yang bergelimang dengan dekadensi moral
dan politheisme kembali ke jalan yang benar, menjadi manusia yang tidak
diperbudak oleh kejumudan (stagnansi) berpikir. Baginda menginginkan kaum
Quraisy menuju jalan kecerdasan dan kesempurnaan.
Setiap kali wahyu diturunkan oleh Jibril kepada
Nabi maka Baginda segera mengajarkannya kepada para sahabat. Dari proses inilah
kemudian muncul penulisan dan pembukuan Alquran sehingga setiap muslim di mana
pun ia berada dapat memiliki dan mempelajarinya. Alquran yang ada di tangan
kita sekarang bukan sekedar sebuah Kitab Suci akan tetapi bukti sejarah
kecerdasan seeorang Nabi yang Ummy, kepedulian terhadap generasi dan regenerasi
muslim berkualitas qur’any, dan kepekaan akan kondisi masa depan.
Dalam makalah ini, kami akan membahas bagaimana
proses itu terjadi dan apa-apa saja motif yang mendorong penulisan dan
pembukuan Alquran serta siapa saja tokoh-tokoh sahabat atau tabi’in yang
terlibat dalam menghantarkan Alquran ke tengah peradaban dunia yang bersumber
darinya.
Makalah ini juga membahas peran Alquran dalam
merubah paradigma lama kaum Quraisy dalam sastera, sehingga ribuan bait syair
yang mereka hafal berganti menjadi ribuan ayat-ayat Kalam Suci Sang Maha Suci.
Bukan sekedar itu, bahkan mindsite mereka mengalami brain washing secara serta
merta baik mereka sadari ataupun tidak karena Alquran memang sebuah Kitab Suci
yang sempurna dan penyempurna Kitab Suci-Kitab Suci terdahulu.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Periode Penulisan Al-Qur’an
A. Pada masa Rasululah
Pada masa Rasulullah masih hidup Alquran dipelihara sedemikia rupa, sehingga cara yang paling terkenal untuk memelihara Alquran adalah dengan menghafal dan menulisnya. Rasulullah di masa hidupnya menyampaikan wahyu kepada para sahabat dan memerintahkan agar sahabat menghafalnya dengan baik. Apa yang diperintahkan oleh Rasulullah dapat dilaksanakan dengan baik pula oleh para sahabat.
Pada masa Rasulullah masih hidup Alquran dipelihara sedemikia rupa, sehingga cara yang paling terkenal untuk memelihara Alquran adalah dengan menghafal dan menulisnya. Rasulullah di masa hidupnya menyampaikan wahyu kepada para sahabat dan memerintahkan agar sahabat menghafalnya dengan baik. Apa yang diperintahkan oleh Rasulullah dapat dilaksanakan dengan baik pula oleh para sahabat.
Alquran yang turun secara berangsur-angsur baik
di Mekah maupun di Madinah sangat memudahkan dokumentasi yang dilakukan para
sahabat. Alquran tidak turun sekaligus seperti proses pembelian di toko akan
tetapi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pada waktu itu.
Seperti yang diriwayatkan Ibnu Abbas : “Alquran
diturunkan secara terpisah (perayat atau beberapa ayat) tidak persurah, maka
yang diturunkan di Mekah kami tetapkan di Mekah walaupun penyempurnaannya di
Madinah. Demikian juga yang diturunkan di Madinah, bahwasanya Alquran itu
dipisah antara satu surah dengan surah yang lain, apabila turun
Bismillahirrahmanirrahim maka mereka (para sahabat) mengetahui bahwa surah yang
pertama sudah selesai dan dimulai dengan surah yang lain”.
A.1. Penulis Wahyu
Selain dari cara menghafal, Rasulullah memerintahkan agar para sahabat yang pandai menulis segera menuliskan ayat-ayat Alquran yang telah dihafal oleh mereka. Di antara sahabat yang diperintahkan untuk menulis ayat-ayat Alquran adalah:
Selain dari cara menghafal, Rasulullah memerintahkan agar para sahabat yang pandai menulis segera menuliskan ayat-ayat Alquran yang telah dihafal oleh mereka. Di antara sahabat yang diperintahkan untuk menulis ayat-ayat Alquran adalah:
1. 4 sahabat terkemuka, yaitu Abu Bakar, Umar,
Usman, dan Ali
2. Muawiyah bin Abu Sofyan
3. Zaid bin Tsabit
4. Ubay bin Ka’ab
5. Khalid bin Walid.
2. Muawiyah bin Abu Sofyan
3. Zaid bin Tsabit
4. Ubay bin Ka’ab
5. Khalid bin Walid.
Mengenai para penulis Alqur’an yang disebut
dengan istilah kuttab, Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i tidak menyebutkan 8 orang
seperti yang dikemukakan oleh Abu Anwar, akan tetapi menurut mereka berdua
bahwa para penulis wahyu itu ada 18 orang, yaitu:
1. Abu Bakar As-Siddiq
2. Umar bin Khattab
3. Usman bin Affan
4. Ali bin Abi Thalib
5. Ubay bin Ka’ab bin Qais
6. Zaid bin Tsabit
7. Zubair bin Awwam
8. Muawiyah bin Abu Sofyan
9. Arqom bin Maslamah
10. Muhammad bin Maslamah
11. Abban bin Sa’id bin ‘Ash
12. Khalid bin Sa’id bin ‘Ash
13. Tsabit bin Qais
14. Hanzalah bin Rabi’
15. Khalid bin Walid
16. Abdullah bin Arqam
17. Al-A’la bin Utbah
18. Syurahbil bin Hasanah.
2. Umar bin Khattab
3. Usman bin Affan
4. Ali bin Abi Thalib
5. Ubay bin Ka’ab bin Qais
6. Zaid bin Tsabit
7. Zubair bin Awwam
8. Muawiyah bin Abu Sofyan
9. Arqom bin Maslamah
10. Muhammad bin Maslamah
11. Abban bin Sa’id bin ‘Ash
12. Khalid bin Sa’id bin ‘Ash
13. Tsabit bin Qais
14. Hanzalah bin Rabi’
15. Khalid bin Walid
16. Abdullah bin Arqam
17. Al-A’la bin Utbah
18. Syurahbil bin Hasanah.
Tetapi menurut Al-Hafizh Abu Qosim di dalam
bukunya Tarikh Damsyiq bahwa para kuttab berjumlah 23 orang. Selain yang 18
orang yaitu: Abdullah bin Zaid bin Abdu Robbih, Mughiroh bin Syu’bah, As-Sijil,
dan Arqom bin Abil Arqom.
A.2. Metode dan sarana penulisan
Setiap kali Nabi menerima wahyu maka Baginda membacakan wahyu tersebut di hadapan para sahabat lalu diperintahkan kepada para kuttab untuk menulisnya dan kemudian menyerahkannya kepada Nabi untuk disimpan. Sehingga Alquran benar-benar terjaga dan terpelihara walaupun Bangsa Arab pada masa itu terkenal dengan kemampuan menghafal data dalam jumlah yang banyak.
Setiap kali Nabi menerima wahyu maka Baginda membacakan wahyu tersebut di hadapan para sahabat lalu diperintahkan kepada para kuttab untuk menulisnya dan kemudian menyerahkannya kepada Nabi untuk disimpan. Sehingga Alquran benar-benar terjaga dan terpelihara walaupun Bangsa Arab pada masa itu terkenal dengan kemampuan menghafal data dalam jumlah yang banyak.
Tulisan yang ditulis oleh para penulis wahyu
itu disimpan di rumah Rasul. Di samping itu mereka juga menulis untuk mereka
sendiri. Di saat Rasul masih hidup Alquran belum dikumpulkan di dalam satu
mushaf (buku yang berjilid).
Kondisi Bangsa Arab pada zaman Nabi belum begitu maju di bidang percetakan dan perusahaan kertas seperti di negeri Persia dan Romawi, maka alternatif yang kondisional adalah dengan menggunakan media yang ada di sekitar mereka seperti pelepah kurma, kepingan batu, kulit kayu, kulit dan tulang hewan, dan sebagainya.
Kondisi Bangsa Arab pada zaman Nabi belum begitu maju di bidang percetakan dan perusahaan kertas seperti di negeri Persia dan Romawi, maka alternatif yang kondisional adalah dengan menggunakan media yang ada di sekitar mereka seperti pelepah kurma, kepingan batu, kulit kayu, kulit dan tulang hewan, dan sebagainya.
Adapun tulisan Arab itu mula-mula diciptakan
orang di Yaman, sebenarnya hurufnya sudah didapat dan dipakai orang sejak dari
zaman dahulu kala, semasa Himyar memerintah di sana, konon kabarnya tatkala
Al-Munzir mendirikan kerajaan di Hirah, tulisan Arab itu telah diajarkan dan
dipelajari orang. Menurut Ridho orang-orang Arab belajar tulisan dari
orang-orang Thaif yang dipelajari dari seorang laki-laki suku Hirah dan
orang-orang Hirah mempelajarinya dari orang-orang Anbar. Huruf itu terpakai
sampai kepada masa Sayyidina Umar memerintah di Kufah. Inilah sebabnya maka
tulisan Arab itu dinamakan Huruf Kufi.
Tulisan yang dipakai pada masa Nabi Muhammad
SAW adalah tulisan Kufi itu juga, dan yang membawa tulisan itu ke tanah Hijaz
ialah Karb bin Umayyah, dan dengan demikian catatan-catatan ayat Alquran dalam
masa Rasulullah dilakukan dengan tulisan itu.
A.3. Guru Alquran dan sarana belajar
Alquran tidak sekedar ditulis oleh para sahabat akan tetapi lebih dari itu senantiasa dipelajari dengan seksama, apalagi Nabi ada di tengah-tengah mereka sehingga menjadi rujukan utama dalam pemahaman kontekstual Alquran. Karena pemahaman Alquran secara tekstual saja tidak cukup untuk menjalani roda kehidupan di dunia ini.
Alquran tidak sekedar ditulis oleh para sahabat akan tetapi lebih dari itu senantiasa dipelajari dengan seksama, apalagi Nabi ada di tengah-tengah mereka sehingga menjadi rujukan utama dalam pemahaman kontekstual Alquran. Karena pemahaman Alquran secara tekstual saja tidak cukup untuk menjalani roda kehidupan di dunia ini.
Sangat diperlukan pendalaman dan penggalian
terhadap kontekstual Alquran yang bahasanya tidak sekedar tersurat bahkan
banyak sekali yang tersirat, oleh karena itu pembelajaran Alquran sudah
berlangsung sejak zaman Nabi. Pemahaman yang salah tidak sekedar merusak diri
pribadi bahkan menodai kemurnian syariat dan menyesatkan orang lain.
Metodologi pembelajaran pada zaman Nabi menurut Prof. Dr. H. Syamsul Nizar, M.Ag ada dua macam, pertama rumah Arqam bin Arqam dan kuttab. Kuttab adalah istilah tulis baca dan istilah kuttab juga berarti penulis wahyu, biasanya Nabi mendiktekan dan para sahabat menulis ayat yang didiktekan Nabi.
Metodologi pembelajaran pada zaman Nabi menurut Prof. Dr. H. Syamsul Nizar, M.Ag ada dua macam, pertama rumah Arqam bin Arqam dan kuttab. Kuttab adalah istilah tulis baca dan istilah kuttab juga berarti penulis wahyu, biasanya Nabi mendiktekan dan para sahabat menulis ayat yang didiktekan Nabi.
Maka pembelajaran Alquran sangat digalakkan
oleh Nabi terutama kepada para muallaf. Belajar Alquran sangat didorong oleh
Nabi sebagaimana diceritakan oleh Ubadah bin Shamit: “Apabila ada seorang yang
hijrah (masuk Islam) Nabi menyerahkannya kepada salah seorang di antara kami
untuk mengajarkannya. Di Mesjid Nabawi sering terdengar kegaduhan dalam membaca
Alquran, sehingga Rasul memerintahkan kepada mereka agar jangan saling
mengganggu”.
Di antara para sahabat yang terkenal sebagai
guru mengajar Alquran kepada sesamanya dan kepada para tabi’in adalah:
1. Usman bin Affan
2. Ali bin Abi Thalib
3. Ubay bin Ka’ab
4. Zaid bin Tsabit
5. Ibnu Mas’ud
6. Abu Darda’
7. Abu Musa al-Asy’ari.
1. Usman bin Affan
2. Ali bin Abi Thalib
3. Ubay bin Ka’ab
4. Zaid bin Tsabit
5. Ibnu Mas’ud
6. Abu Darda’
7. Abu Musa al-Asy’ari.
A.4. Motivasi menghafal Alquran
Di samping motivasi belajar Alquran, Nabi juga senantiasa menganjurkan para sahabat untuk menghafalnya, apalagi Bangsa Arab terkenal dengan kemampuan menghafal dan daya ingat yang luar biasa. Tak heran kalau banyak di antara sahabat yang hafal Alquran 30 juz.
Di samping motivasi belajar Alquran, Nabi juga senantiasa menganjurkan para sahabat untuk menghafalnya, apalagi Bangsa Arab terkenal dengan kemampuan menghafal dan daya ingat yang luar biasa. Tak heran kalau banyak di antara sahabat yang hafal Alquran 30 juz.
Motivasi itu bukan hanya dari Nabi tetapi juga
dari diri mereka sendiri begitu mereka mendengar untaian-untaian Kalam Ilahy
yang dibacakan Nabi. Bahasa Alquran melemahkan bait-bait syair Mu’allaqotul
Asy’ar yang mereka hafal, tanpa terasa akal pikiran mereka meninggalkan syair
bait demi bait dan menggantikannya dengan menghafal Alquran ayat demi ayat.
Di antara sahabat-sahabat terkemuka yang
menghafal Alqur’an menurut hadits yang diriwayatkan Bukhari adalah:
1. Abdullah bin Mas’ud
2. Salim bin Mu’aqil, dia adalah Maula Abu Huzaifah
3. Mu’az bin Jabal
4. Ubay bin Ka’ab
5. Zaid bin Tsabit
6. Abu zaid bin Sukun, dan
7. Abu Darda’.
1. Abdullah bin Mas’ud
2. Salim bin Mu’aqil, dia adalah Maula Abu Huzaifah
3. Mu’az bin Jabal
4. Ubay bin Ka’ab
5. Zaid bin Tsabit
6. Abu zaid bin Sukun, dan
7. Abu Darda’.
Menurut sumber Hadits Bukhari, bahwa tujuh
orang tersebutlah yang bertanggung jawab mengumpulkan Alquran menurut apa yang
mereka hafal itu, dan yang dihafalnya itu dikembalikan kepada Rasulullah. Jadi,
melalui sanad-sanad mereka inilah Alquran sampai kepada kita seperti yang ada
sekarang ini.
Berbeda dengan Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i,
menurut mereka berdua bahwa di antara para sahabat yang hafal Alquran
keseluruhannya adalah sebagai berikut:
1. Abu Bakar As-Siddiq
2. Umar bin Khattab
3. Usman bin Affan
4. Ali bin Abi Thalib
5. Talhah
6. Sa’ad
7. Hudzaifah
8. Salim
9. Abu Hurairah
10. Abdullah bin Mas’ud
11. Abdullah bin Umar
12. Abdullah bin Abbas
13. Amr bin Ash
14. Abdullah bin Amar bin Ash
15. Muawiyah bin Abu Sofyan
16. Ibnu Zubair
17. Abdullah bin Saib
18. ‘Aisyah Ummul Mukminin
19. Hafshah Ummul Mukminin
20. Ummu Salamah Ummul Mukminin
21. Ubay bin Ka’ab bin Qais
22. Mu’adz bin Jabal
23. Zaid bin Tsabit
24. Abu Darda’
25. Abu Zaid (Qais bin Sakan)
26. Majma’ bin Jariyah (Haritsah)
27. Anas bin Malik
28. Ubadah bin Shamit
29. Fudhalah bin Ubaid
30. Maslamah bin khalid
31. Qais bin Shasha’ah
32. Tamim Ad-Dari
33. Salamah bin Makhlad
34. Abu Musa Al-Asy’ari
35. Uqbah bin Amir
36. Ummu Faraqah binti abdullah bin Harits.
1. Abu Bakar As-Siddiq
2. Umar bin Khattab
3. Usman bin Affan
4. Ali bin Abi Thalib
5. Talhah
6. Sa’ad
7. Hudzaifah
8. Salim
9. Abu Hurairah
10. Abdullah bin Mas’ud
11. Abdullah bin Umar
12. Abdullah bin Abbas
13. Amr bin Ash
14. Abdullah bin Amar bin Ash
15. Muawiyah bin Abu Sofyan
16. Ibnu Zubair
17. Abdullah bin Saib
18. ‘Aisyah Ummul Mukminin
19. Hafshah Ummul Mukminin
20. Ummu Salamah Ummul Mukminin
21. Ubay bin Ka’ab bin Qais
22. Mu’adz bin Jabal
23. Zaid bin Tsabit
24. Abu Darda’
25. Abu Zaid (Qais bin Sakan)
26. Majma’ bin Jariyah (Haritsah)
27. Anas bin Malik
28. Ubadah bin Shamit
29. Fudhalah bin Ubaid
30. Maslamah bin khalid
31. Qais bin Shasha’ah
32. Tamim Ad-Dari
33. Salamah bin Makhlad
34. Abu Musa Al-Asy’ari
35. Uqbah bin Amir
36. Ummu Faraqah binti abdullah bin Harits.
B. Pada masa Khalifah Abu Bakar
B.1. Kondisi Al-Qur’an
Pada masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As-Siddiq masih tersimpan dengan rapi di dalam dada para sahabat yang hafal dan juga tertulis pada pelepah-pelepah kurma, batu-batu tipis, kulit-kulit kayu dan tulang-tulang hewan. Apa yang dihafal oleh para sahabat sesuai dengan hafalan Nabi, apa yang tertulis sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Nabi ketika membacakan wahyu di depan para sahabat.
Pada masa kepemimpinan Khalifah Abu Bakar As-Siddiq masih tersimpan dengan rapi di dalam dada para sahabat yang hafal dan juga tertulis pada pelepah-pelepah kurma, batu-batu tipis, kulit-kulit kayu dan tulang-tulang hewan. Apa yang dihafal oleh para sahabat sesuai dengan hafalan Nabi, apa yang tertulis sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Nabi ketika membacakan wahyu di depan para sahabat.
Kondisi istimewa ini sangat rawan dengan
penurunan kualitas sebab daya hafal dan pemahaman generasi berikutnya tidaklah
seistimewa generasi pertama ditambah lagi dengan mulai terjadi pembangkangan
agama sebagai sinyalir melemahnya keimanan terhadap Alquran. Ada yang mengaku
dirinya adalah nabi, ada pula yang dengan sengaja meruntuhkan Rukun Islam.
B.2. Gagasan pengumpulan Al-Qur’an menjadi
mushaf
Demoralitas kaum munafikin sangat mengganggu ketentraman beragama pada masa Abu Bakar dan berpengaruh pada keimanan kaum muslimin yang lainnya. Musailamah Al-Kadzab mengaku dirinya nabi dan bukan sekedar mengaku tetapi mempengaruhi akidah kaum muslimin Bani Hanifah dari penduduk Yamamah.
Demoralitas kaum munafikin sangat mengganggu ketentraman beragama pada masa Abu Bakar dan berpengaruh pada keimanan kaum muslimin yang lainnya. Musailamah Al-Kadzab mengaku dirinya nabi dan bukan sekedar mengaku tetapi mempengaruhi akidah kaum muslimin Bani Hanifah dari penduduk Yamamah.
Dampak negatif dari pengakuan Musailamah adalah
kemurtadan dan pembangkangan dalam membayar zakat. Dari karena itu Abu Bakar
mengambil inisiatif prepentif agar akidah dapat dikembalikan dan dimurnikan
seperti sedia kala. Disiapkanlah pasukan perang di bawah komando militer Khalid
bin Walid berangkat menuju Yamamah. Perang Yamamah ini banyak menelan korban
dari pihak kaum muslimin, setidaknya gugur sekitar 70 penghafal Alquran.
Hal ini menggusarkan pikiran Umar bin Khattab
khawatir lenyapnya Alquran dari muka bumi ini sebagai akibat dari gugurnya para
penghafal Alquran dalam peperangan. Maka timbullah gagasan menghimpun Alquran
menjadi satu mushaf dan gagasan cemerlang ini disetujui oleh Abu Bakar.
Segeralah gagasan dilaksanakan dengan menyurati Zaid bin Tsabit sebagai penulis
wahyu.
Ketika Abu Bakar mendengar jawaban yang
memuaskan dari Zaid ia berkata: “Kamu adalah pemuda yang bijaksana, saya tidak
meragukan kamu, kamu adalah penulis wahyu Rasulullah, maka telitilah Alquran
itu dan kumpulkanlah”. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk menjaga
kelestarian Alquran setelah syahidnya beberapa orang penghafal Alquran di
perang Yamamah. Umarlah yang mengusulkan pertama kali penghimpunan Alquran ini.
Sejak itulah Alquran dikumpulkan dalam satu mushaf. Inilah untuk pertama
kalinya Alquran dihimpun.
B.3. Pedoman penyalinan kembali Al-Qur’an
Kepanititan diketuai oleh Zaid bin Tsabit yang telah ditunjuk oleh Abu Bakar dengan anggota Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Usman bin Affan. Sebagai pengawas adalah Abu Bakar sendiri, Umar bin Khattab dan para tokoh sahabat lainnya.
Kapabalitas Zaid memang tidak diragukan lagi dan hal itu terbukti dengan temuannya ketika mengumpulkan Alquran. Didapati ada ayat yang tidak tertulis dalam kepingan-kepingan dan ayat itu Zaid dapati ada pada seorang anshor yaitu Abu Huzaimah.
Kepanititan diketuai oleh Zaid bin Tsabit yang telah ditunjuk oleh Abu Bakar dengan anggota Ubay bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib dan Usman bin Affan. Sebagai pengawas adalah Abu Bakar sendiri, Umar bin Khattab dan para tokoh sahabat lainnya.
Kapabalitas Zaid memang tidak diragukan lagi dan hal itu terbukti dengan temuannya ketika mengumpulkan Alquran. Didapati ada ayat yang tidak tertulis dalam kepingan-kepingan dan ayat itu Zaid dapati ada pada seorang anshor yaitu Abu Huzaimah.
Adapun acuan yang menjadi pedoman penulisan
adalah:
1. Penulisan berdasarkan kepada sumber tulisan Alquran yang pernah ditulis pada masa Rasul yang tersimpan di kediaman Rasul SAW
2. Penulisan berdasarkan kepada sumber hafalan para sahabat penghafal Alquran.
Adapun Alquran dalam bentuk mushaf disimpan pada Abu Bakar sehingga dia wafat, kemudian disimpan pada Umar bin Khattab hinggga dia wafat, kemudian disimpan pada Hafsah binti Umar.
1. Penulisan berdasarkan kepada sumber tulisan Alquran yang pernah ditulis pada masa Rasul yang tersimpan di kediaman Rasul SAW
2. Penulisan berdasarkan kepada sumber hafalan para sahabat penghafal Alquran.
Adapun Alquran dalam bentuk mushaf disimpan pada Abu Bakar sehingga dia wafat, kemudian disimpan pada Umar bin Khattab hinggga dia wafat, kemudian disimpan pada Hafsah binti Umar.
Selain Al-Mushaf yang disimpan di rumah Abu
Bakar masih ada mushaf-mushaf lain yang berada di tangan penulis masing-masing
seperti Mushaf Ibnu Mas’ud, Mushaf Abu Musa Al-Asy’ari, Mushaf Miqdad bin
Aswad, Mushaf Ubay bin Ka’ab dan lain-lain. Masing-masing mushaf itu dipakai di
negeri-negeri dalam wilayah Islam seperti Kufah, Basrah, Damaskus dan Syam.
C. Pada masa Khalifah Utsman bin Affan
C.1. Kondisi Al-Qur’an
Tersebarnya Alquran di beberapa negeri ternyata berdampak negatif terhadap persatuan umat Islam karena masing-masing daerah memiliki karakter bahasa dan dialek yang berbeda. Hal ini memicu egosentris masing-masing pemegang mushaf di daerah dengan menyangka bahwa riwayat qiro’at merekalah yang paling benar dan lebih baik dari qiro’at yang lain.
Yang lebih ironinya adalah timbul konflik antara murid-murid yang belajar Alquran dari guru yang berbeda. Tak menghiraukan Alquran lagi dan tak menghormati guru (sahabat) yang mengajar di antara mereka saling mengkafirkan yang lain.
Tersebarnya Alquran di beberapa negeri ternyata berdampak negatif terhadap persatuan umat Islam karena masing-masing daerah memiliki karakter bahasa dan dialek yang berbeda. Hal ini memicu egosentris masing-masing pemegang mushaf di daerah dengan menyangka bahwa riwayat qiro’at merekalah yang paling benar dan lebih baik dari qiro’at yang lain.
Yang lebih ironinya adalah timbul konflik antara murid-murid yang belajar Alquran dari guru yang berbeda. Tak menghiraukan Alquran lagi dan tak menghormati guru (sahabat) yang mengajar di antara mereka saling mengkafirkan yang lain.
C.2. Gagasan pengumpulan Al-Qur’an menjadi
mushaf
Terjadi perbedaan cara membaca (qiro’at) di beberapa negara Islam. Maka, Usman menyatukannya dalam satu bacaan yang sering dibaca Rasulullah. Dia satukan Alquran dalam satu mushaf dengan bacaan tadi dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf yang lain. Ras Utsmani merupakan bacaan kaum muslimin hingga masa kini.
Terjadi perbedaan cara membaca (qiro’at) di beberapa negara Islam. Maka, Usman menyatukannya dalam satu bacaan yang sering dibaca Rasulullah. Dia satukan Alquran dalam satu mushaf dengan bacaan tadi dan memerintahkan untuk membakar mushaf-mushaf yang lain. Ras Utsmani merupakan bacaan kaum muslimin hingga masa kini.
Prilaku menyimpang dan terlalu gampang
mengklaim kafir terhadap sesama muslim itu akhirnya didengar oleh Usman bin
Affan. Berita tersebut merisaukan Usman dan menjejaskan persatuan umat.
Menyikapi berita itu dia berpidato di hadapan kaum muslimin: “Kalian yang ada
di hadapanku berbeda pendapat, apalagi orang-orang yang bertempat tinggal jauh
dari ku pasti lebih-lebih lagi perbedaannya”.
Salah seorang sahabat yang sangat prihatin
melihat prilaku kaum muslimin ini adalah Huzaifah. Dia sangat menyayangkan
sikap kaum muslimin yang semakin hari semakin hebat perselisihan tentang
qiro’at. Maka serta dia mengusulkan kepada Usman agar mengatasi permasalahan
dan menghentikan perselisihan qiro’at.
Ketika terjadi perselisihan tentang Alquran
seyogyanya tidak menghukum sendiri akan tetapi merujuk kepada orang yang ahli.
Sebaiknya adalah menghindari terjadinya perselisihan tersebut. Menurut
As-Sayyid Nada hendaknya seseorang membubarkan diri jika terjadi pereselisihan
tentang Alquran sebagaimana dianjurkannya manusia berkumpul untuk membaca
Alquran. Jika terjadi perselisihan di antara mereka tentang Alquran,
lafazh-lafazh, hukum-hukumnya, atau yang selainnya dan perselisishan itu
berlarut-larut hingga dikhawatirkan akan membawa akibat-akibat buruk, hendaknya
mereka membubarkan diri. Sebab, dikhawatirkan syaitan akan menjadikan mereka
bercerai-berai.
Ditunjuklah beberapa orang sahabat untuk
menjadi tim penulis wahyu setelah melalui penelitian. Mereka yang terpilih
adalah orang yang paling tulisannya dan paling menguasai Bahasa Arab yaitu Zaid
bin Tsabit Sang Penulis Wahyu sejak zaman Rasul dan Sa’id bin Ash yang dialek
Arabnya sangat mirip dengan Rasul. Mereka berdua dibantu oleh Abdullah bin
Zubair.
C.3. Pedoman penyalinan kembali Al-Qur’an
Di samping itu Usman juga mengadakan penelitian terhadap shuhuf yang telah sempurna pengumpulannya pada zaman Abu Bakar dan Umar. Shuhuf yang disimpan Hafsah itulah yang mewarnai Mushaf pertama yang dijadikan sebagai pegangan.
Dwi tunggal penulis wahyu itu selalu sependapat dan tidak pernah berselisih pendapat dalam melaksanakan tugas kecuali pada satu tempat dan itupun segera mereka atasi dengan mengambil qiro’ah Zaid bin Tsabit sebagai pedoman dengan alasan Zaid adalah penulis wahyu.
Manakala penulisan selesai pekerjaan selanjutnya adalah menggandakan mushaf untuk didistribusikan ke negeri-negeri Islam dan menyita semua mushaf yang ada pada masyarakat kecuali beberapa mushaf yang ditulis oleh sahabat kenamaan seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubay bin Ka’ab.
Di samping itu Usman juga mengadakan penelitian terhadap shuhuf yang telah sempurna pengumpulannya pada zaman Abu Bakar dan Umar. Shuhuf yang disimpan Hafsah itulah yang mewarnai Mushaf pertama yang dijadikan sebagai pegangan.
Dwi tunggal penulis wahyu itu selalu sependapat dan tidak pernah berselisih pendapat dalam melaksanakan tugas kecuali pada satu tempat dan itupun segera mereka atasi dengan mengambil qiro’ah Zaid bin Tsabit sebagai pedoman dengan alasan Zaid adalah penulis wahyu.
Manakala penulisan selesai pekerjaan selanjutnya adalah menggandakan mushaf untuk didistribusikan ke negeri-negeri Islam dan menyita semua mushaf yang ada pada masyarakat kecuali beberapa mushaf yang ditulis oleh sahabat kenamaan seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubay bin Ka’ab.
C.4. Keistimewaan Mushaf Utsmani
Beberapa keistimewaan Mushaf Usmani yaitu:
1. Mushaf ini ditulis berdasarkan kepada riwayat yang mutawatir bukan riwayat ahad
2. Mushaf ini meninggalkan ayat yang dinasakh bacaannya
3. Tertib susunannya (ayat dan surat) sesuai dengan tertib ayat dan surat yang dikenal sekarang ini
4. Penulisannya berdasarkan cara yang dapat menghimpun segi bacaan yang berbeda-beda dan huruf-hurufnya sesuai dengan diturunkannya Alquran tujuh huruf
5. Menjauhkan segala sesuatu yang bukan Alquran, seperti tafsiran yang ditulis oleh sebagian orang (sahabat) dalam mushaf pribadinya.
Keistimewaan mushaf ini mengistimewakan Utsman sebagai pelopor atau orang yang pertama menghimpun Alquran dalam satu tulisan dan qiro’at. Kata As-Sayuthi: ???? ?? ??? ????? ??? ??? ???? ?? ???????
Beberapa keistimewaan Mushaf Usmani yaitu:
1. Mushaf ini ditulis berdasarkan kepada riwayat yang mutawatir bukan riwayat ahad
2. Mushaf ini meninggalkan ayat yang dinasakh bacaannya
3. Tertib susunannya (ayat dan surat) sesuai dengan tertib ayat dan surat yang dikenal sekarang ini
4. Penulisannya berdasarkan cara yang dapat menghimpun segi bacaan yang berbeda-beda dan huruf-hurufnya sesuai dengan diturunkannya Alquran tujuh huruf
5. Menjauhkan segala sesuatu yang bukan Alquran, seperti tafsiran yang ditulis oleh sebagian orang (sahabat) dalam mushaf pribadinya.
Keistimewaan mushaf ini mengistimewakan Utsman sebagai pelopor atau orang yang pertama menghimpun Alquran dalam satu tulisan dan qiro’at. Kata As-Sayuthi: ???? ?? ??? ????? ??? ??? ???? ?? ???????
D. Penyempurnaan Mushaf Utsmani
Setidaknya ada tiga fase penyempurnaan tulisan Alquran. Penyempurnaan dilakukan karena banyaknya orang non-Arab yang masuk Islam dimana dialek mereka berbeda dengan dialek Arab yang asli. Maka lahirlah gagasan untuk mempermudah bacaan Alquran sebagai upaya menghindari terjadinya kecacatan atau kecederaan dalam bacaan. Tiga fase itu adalah sebagai berikut:
a. Mu’awiyah bin Abu sofyan menugaskan Abul Aswad Ad-Dualy untuk meletakkan tanda baca (i’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan membaca.
b. Abdul Malik bin Marwan menugaskan Al-Hajjaj bin Yusuf untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya (baa dengan satu titik di bawah, taa dengan dua titik di atas, tsaa dengan tiga titik di atas). Pada masa itu Al-Hajjaj minta bantuan kepada Nashir bin ‘Ashim dan Hay bin Ya’mar.
c. Peletakkan baris atau tanda baca (i’rab) seperti: dhammah, fathah, kasrah dan sukun, mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al-Farahidy.
Setidaknya ada tiga fase penyempurnaan tulisan Alquran. Penyempurnaan dilakukan karena banyaknya orang non-Arab yang masuk Islam dimana dialek mereka berbeda dengan dialek Arab yang asli. Maka lahirlah gagasan untuk mempermudah bacaan Alquran sebagai upaya menghindari terjadinya kecacatan atau kecederaan dalam bacaan. Tiga fase itu adalah sebagai berikut:
a. Mu’awiyah bin Abu sofyan menugaskan Abul Aswad Ad-Dualy untuk meletakkan tanda baca (i’rab) pada tiap kalimat dalam bentuk titik untuk menghindari kesalahan membaca.
b. Abdul Malik bin Marwan menugaskan Al-Hajjaj bin Yusuf untuk memberikan titik sebagai pembeda antara satu huruf dengan lainnya (baa dengan satu titik di bawah, taa dengan dua titik di atas, tsaa dengan tiga titik di atas). Pada masa itu Al-Hajjaj minta bantuan kepada Nashir bin ‘Ashim dan Hay bin Ya’mar.
c. Peletakkan baris atau tanda baca (i’rab) seperti: dhammah, fathah, kasrah dan sukun, mengikuti cara pemberian baris yang telah dilakukan oleh Khalil bin Ahmad Al-Farahidy.
Tidak hanya sampai di situ upaya penyempurnaan
tulisan Alquran, pemberian tanda-tanda ayat, tanda-tanda waqaf, pangkal surah,
nama surah, tempat turunnya, dan bilangan ayatnya. Upaya ini terjadi pada masa
Al-Makmun.
Adapun fase-fase percetakkan Alquran agar jumlah Alquran yang beredar di tengah masyarakat setidaknya memadai dan mencukupi kebutuhan kaum muslimin juga mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Kalau pada mulanya Alquran digandakan secara manual lalu disebarkan tetapi sangat terbatas, maka proses percetakkan bertujuan agar jumlah oplahnya banyak.
Adapun fase-fase percetakkan Alquran agar jumlah Alquran yang beredar di tengah masyarakat setidaknya memadai dan mencukupi kebutuhan kaum muslimin juga mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Kalau pada mulanya Alquran digandakan secara manual lalu disebarkan tetapi sangat terbatas, maka proses percetakkan bertujuan agar jumlah oplahnya banyak.
Fase-fase percetakan Alquran adalah:
1. Dicetak di Venesia (Bunduqiyah) pada tahun 1530 M. Masa ini mengalami intimidasi dari gereja.
2. Dicetak di Hamburg pada tahun 1694 M oleh Hinkelmann.
3. Dicetak di Padone pada tahun 1698 M oleh Marocci.
4. Dicetak secara Islami di Saint Petersbaurg Rusia pada tahun 1873 M oleh Maulaya Usman
5. Dicetak di Qazan
6. Dicetak di Iran sebanyak dua kali
7. Dicetak di Taheran pada tahun 1828 M
8. Dicetak di Tibriz pada tahun 1833 M
9. Dicetak oleh Flugel di Leipzig pada tahun 1834.
1. Dicetak di Venesia (Bunduqiyah) pada tahun 1530 M. Masa ini mengalami intimidasi dari gereja.
2. Dicetak di Hamburg pada tahun 1694 M oleh Hinkelmann.
3. Dicetak di Padone pada tahun 1698 M oleh Marocci.
4. Dicetak secara Islami di Saint Petersbaurg Rusia pada tahun 1873 M oleh Maulaya Usman
5. Dicetak di Qazan
6. Dicetak di Iran sebanyak dua kali
7. Dicetak di Taheran pada tahun 1828 M
8. Dicetak di Tibriz pada tahun 1833 M
9. Dicetak oleh Flugel di Leipzig pada tahun 1834.
BAB III
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Rentetan sejarah rosmul quran adalah:
Alquran disampaikan oleh Jibril sebagai wahyu Allah ? Nabi membacakannya kepada
para sahabat ? para sahabat menghafal ayat-ayat yang dibacakan Nabi ? para
sahabat mempelajari kontekstual ayat-ayat Alquran ? Nabi menyuruh kuttab untuk
menulis ayat-ayat yang mereka terima ? Abu Bakar mengumpulkan tulisan-tulisan
Alquran dalam satu mushaf ? Usman bin Affan menyeragamkan tulisan mushaf dan
dialeknya ? Mushaf Usmani digandakan untuk didistribusikan ke negeri-negeri
Islam ?Tulisan Alquran disempurnakan ? Alquran dicetak.
2. Penulisan Alquran pada zaman Nabi mengggunakan huruf Kufi
3. Pengumpulan Alquran menjadi satu mushaf pada zaman Abu Bakar agar jangan sampai ada ayat atau kalimat yang hilang (tahun 13 H )
4. Pengumpulan Alquran menjadi satu mushaf pada zaman Usman bertujuan agar kaum muslimin bersatu dalam satu mushaf yang seragam tulisan, ejaan, dan tertib susunan surah (tahun 25 H s/d 30 H)
5. Penulis wahyu sejak zaman Nabi adalah Zaid bin Tsabit
6. Penggagas ide pengumpul tulisan Alquran adalah Umar bin Khattab
7. Penggagas ide penyeragaman tulisan dan ejaan adalah Huzaifah
2. Penulisan Alquran pada zaman Nabi mengggunakan huruf Kufi
3. Pengumpulan Alquran menjadi satu mushaf pada zaman Abu Bakar agar jangan sampai ada ayat atau kalimat yang hilang (tahun 13 H )
4. Pengumpulan Alquran menjadi satu mushaf pada zaman Usman bertujuan agar kaum muslimin bersatu dalam satu mushaf yang seragam tulisan, ejaan, dan tertib susunan surah (tahun 25 H s/d 30 H)
5. Penulis wahyu sejak zaman Nabi adalah Zaid bin Tsabit
6. Penggagas ide pengumpul tulisan Alquran adalah Umar bin Khattab
7. Penggagas ide penyeragaman tulisan dan ejaan adalah Huzaifah
B. Saran
Sebagai follow up dari pembahasan tentang rosmul quran, maka kami sarankan:
1. Jadikanlah Alquran sebagai rujukan utama dalam pelaksanaan syariat agama ini
2. Membaca secara tartil walau hanya satu ayat setiap hari
3. Luangkan pula waktu untuk menelaah kandungan Alquran
Sebagai follow up dari pembahasan tentang rosmul quran, maka kami sarankan:
1. Jadikanlah Alquran sebagai rujukan utama dalam pelaksanaan syariat agama ini
2. Membaca secara tartil walau hanya satu ayat setiap hari
3. Luangkan pula waktu untuk menelaah kandungan Alquran
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Anwar, Abu, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar,
Pekan Baru, Amzah, 2002
Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam sejak Zaman
Nabi Adam Hingga Abad XX, Terjemah. H. Samson Rahman, MA, Jakarta, Akbar Media,
2010
As-Sayyid Nada, Abdul Aziz bin Fathi,
Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al- Qur’an dan As-Sunnah,Jilid I, Terjemah. Abu
Ihsan Al-Atsari, Jakarta, Pustaka Imam Syafi’i, 2007
As-Sayuthi, Al-Hafizh Jalaluddin, Tarikh
Khulafa’, Darul Kutub Al-Islamiyah
Muhammad Ridho, Muhammad Rasulullah, Beirut,
Darul Kutub Al-‘Ilmiyah
Nizar, Syamsul, Sejarah Pendidikan Islam
Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia, Jakarta,
Kencana, 2009
Syadali, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad, Ulumul Qur’an
I untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung, Pustaka Setia, 2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar