Ulumul Quran adalah sebuah kompilasi pelbagai macam disiplin
ilmu,sebagai pendahuluan atau pengantar untuk memahami Al-Quran, seperti ilmu
akan turunnya Al-Quran, pengumpulan, qiroat, mu’jizatnya (di antaranya tidak
dapat ditahrif), nasikh dan mansukh, muhkan wa mutasyabihah, tafsir, tajwid dan
lain sebagainya.
Jumlah Ilmu Al-Quran
Ulama’ berbeda pendapat tentang jumlah dari ilmu-ilmu Al-Quran;
ada yang mengatakan 50 jenis, ada yang mengatakan 80, dan ada yang mengatakan
jumlahnya sekitar 400 jenis ilmu, bahkan ada pula yang mengatakan lebih dari
itu.
Pencetus Awal
Orang-orang yang pertama melangkahkan kakinya dalam mengkaji dan
membahas ilmu ini adalah;
1. Imam Ali as.[1]
2. Abdulah bin Abbas.
3. Abdullah Bin Mas’ud.
4. Ubay bin Ka’ab bin Qais.
Poin-Poin Penting
Awal penulisan disiplin ilmu ini dimulai sejak akhir-akhir abad
pertama hijriyah.
Ulumul Quran pada awalnya mulanya bermakna universal, dan
mencakup tafsir dan tajwid.
Abu Aswad Ad-Dualimerupakan orang pertama yang mengi’rab Al-Quran. Hal itu ketika
beliau mendengar ada seseorang membaca ayat ketiga surat Taubah, orang itu
membaca yang memberikan arti:”Allah berlepas diri dari kaum musyrikin dan
rasulNya”.
1.
Orang pertama yang mencetuskan cara baca
Al-Quran adalah: 1. Abul Aswad di abad I hijriyah. 2. Hasan bashri di abad II
hijriyah.
2.
Kitab paling komplit pertama dalam kajian ulumul
Quran ditulis pada abad kedelapan hijriyah, dengan nama Al-Burhan fi Ulumil Quran hasil karya Zarkasyi.
3.
Kitab-kitab yang dapat dijadikan rujukan
dalam mengkaji ulumul Quran di antaranya: Al-Itqan fi Ulumil Quran, karya Jalaludid Syuyuthi,
Manahilul Quiran karya Zarqani, Al-Bayan fi Tafsiril Quran karya Ayatullah Khui,
Al-Tamhid fi Ulumil Quran karya Ayatullah Ma’rifat.
Quran dar Islam karya Allamah Thabathabai, Quran Syenasikarya Ayatullah Misbah Yazdi, Vejhuhes dar Tarikhe Quran, karya Dr Hujati Kirman.
Nama Al-Quran
Dalam hal ini telah terjadi polemik dan perbedaan yang sangat
santer dan tajam diantara para mufassir, sebagian mengatakan Al-Quran hanya
memilki satu nama saja yaitu Al-Quran sendiri, ada yang mengatakan nama Al-Quran
berjumlah 43, 55 dan ada yang mengatakan Al-Quran memiliki sekitar 80 buah
nama.
Perlu ditambahkan di sini, mayoritas nama-nama yang mereka bawakan
tersebut adalah adjectif sifat-sifat bagi kitab suci yang termaktub dalam
Al-Quran. Dengan demikian salah satu penyebab terjadinya polemik itu adalah
tidak dibedakannya antara nama dan sifat Al-Quran serta perbedaan saliqeh atau selera masing-masing person dari mereka dalam
menentukan nama atau sifat.
Adapun pendapat yang benar adalah Al-Quran memiliki empat nama;
1. Al-Quran. (Buruj 21)
2. Kitab. (Shad 29)
3. Zikr. (Anbiya’ 50)
4. Furqan. (Furqan 1)
Dari keempat nama di atas tiga di antaranya; Kitab, Zikr, dan
Furqan juga digunakan oleh kitab-kitab lain sebelum Al-Quran seperti Taurat dan
Injil, sedang Al-Quran merupakan nama khusus bagi kitab yang telah diturunkan
kepada baginda nabi Muhammad SAWW.
Arti Al-Quran
Quran yang merupakan masdar berwazan Gufran dan Rujhan diambil dari akar kata Qara’a yang bermakna membaca, akan tetapi masdar ini
berarti seperti isim maf’ul, dengan demikian Quran adalah sesuatu yang dibaca /
bacaan. Sebagaimana telah disebutkan oleh Allah dalam Al-Quran ayat ke 17-18
dari surat Qiyamah:”sesungguhnya atas Kami pengumpulan dan bacaannya, maka
jika Kami membaca, ikutilah bacaannya”.
Sebab Penaman Dengan Al-Quran
Adapaun sebab penamaannya dengan Al-Quran adalah kitab suci ini
pada mulanya berada di Lauh Mahfudz yang tidak berbentuk harfiyah / lafaz serta
mempunyai maqam yang amat tinggi, akan tetapi sekarang dapat dibaca dan telah
turun dari maqamnya supaya manusia dapat memahaminya.:”Sesungguhnya Kami
telah turunkan Al-Kitab sebagai sebuah bacaan berbahasa arab supaya kalian
bertaqwa, dan sesungguhnya ia di sisi Kami di Ummul kitab (lauh mahfuz)
benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah”. (Zukhruf 3-4).
Sifat-Sifat Al-Quran
Sifat-sifat Al-Quran di antaranya: Majid (Qaf: 2), Karim (Waqi’ah 77), Hakim (Yasin 2), ‘Adhim (Hijr 87), ‘Aziz (Fuussilat 41-42), Mubarak (Anbiya’ 5) Mubin (Hijr 1),Mutasyabih (Zumar 23), Matsani, ‘Arabi (Yusuf 2), Gairu dzi Iwaj (Zumar 28) Dzi Dikr (Shad 2), Basyir (Fusilat 2-3), Nazdir (Fusilat 2-3), Qayyim (Kahf 1-2).
Sejarah Al-Quran
Wahyu
Secara linguistik wahyu bermakna; petunjuk, ilham, kabar yang
samar, waswasah, bisikan dan lain sebagainya. Sedang Secara terminologis wahyu
adalah hubungan spiritual para nabi dalam menerima misi yang berasal dari
langit melalui relasi dengan alam gaib. Perlu dicamkan, kendati pada penggalan
awal definisi kita katakan hubungan spiritual, namun ia juga memiliki dampak
material.
Penggunaan Kata Wahyu dalam Al-Quran
Al-Quran banyak menggunakan kata wahyu dan tentunya dengan arti
dan maksud yang beragam: terkadang berkaitan dengan para malaikat, setan,
manusia non nabi, lebah dan bumi.
1. Ilham ruhaniyah kepada para malaikat. (Anfal 12).
2. Ilham ruhaniyah kepada manusia non nabi. (Qashash 7).
3. Ilham ruhaniyah kepada benda mati. (Zalzalah 3-5).
4. Petunjuk atau bimbingan instingtif: (An-Nahl 68).
5. Bisikan dan godaan setan. (Al’An’am 112).
6. Petunjuk samar. (Maryam 11).
Macam-Macam Wahyu
Allah SWT berfirman:”Dan tidak ada bagi seorang manusia bahwa
Allah berkata-kata dengannya kecuali dengan prantaraan wahyu atau dari belakang
tabir atau dengan mengutus seorang utusan”.(Asy-Syura 51)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa wahyu terbagi dalam tiga
macam:
1.
Firman Tuhan yang tiada prantara antara tuhan
dan rasulNya. (wahyu secara langsung)
2.
Firman Tuhan yang terdengar dari balik tabir
gaib.
3.
Firman Tuhan yang sampai kepada para nabi
melalui malaikat. (wahyu secara tidak langsung)
Dari ketiga macam dan jenis wahyu di atas, jenis pertama dan
ketiga sering kali dirasakan dan dialami oleh nabi saww, dengan kata lain
Al-Quran diturunkan kepada beliau dengan dua jalan; secara langsung dan tidak
langsung dari Allah swt.
Wahyu yang turun kepada nabi secara tidak langsung dibawa oleh
malaikat Jibrail, Jibril pun terkadang datang dengan bentuknya sendiri,
terkadang dengan bentukDahiyah bin Khalifah Kalbi (sahabat rasul yang paling rupawan).
Adapaun ciri-ciri dari wahyu secara langsung diantaranya;
1. Suara lonceng.
2. Kelelahan yang sangat.
3. Perasaan ruh keluar dari raga.
4. Panas yang sangat.
5. Pingsan.
6. Panas di malam hari disertai rasa dingin dan keringat.
7. Pening dan pusing.
Turunnya Al-Quran
Allah berfirman:”Dalam bulan Ramadhan kami turunkan Al-Quran. (Baqarah 185). Dalam ayat pertama surat Qadar Ia
juga berfirman:”Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam
qadar. Sebagaimana Allah juga berfirman:”Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (Al-Quran) pada malam yang telah diberkahi. (Dukhan 3).
Soal: Apakah ketiga ayat di atas mengindikasikan atas turunnya
Al-Quran pada bulan Ramadhan secara spontan / keseluruhan pada hati nabi SAWW?
Lalu bulan Ramadhan itu yang mana? Setelah pengutusan beliau (27 Rajab) atau
setelahnya?
Dari dhahir ketiga ayat tadi kita dapat memahami bahwa Al-Quran
diturunkan pada bulan suci Ramadhan. Pengutusan nabi (Bi’sat) seiring dengan
diturunkannya lima ayat pertama dari surat Al-‘Alaq, dan peristiwa ini terjadi
pada tanggal 27 Rajab. Ahli Sunnah berasumsikan bahwa bi’sat beliau pada bulan
Ramadhan, dengan berdalilkan tiga ayat di atas. Untuk menjawab mereka kita
dapat megatakan:
1. ayat-ayat ini hanya menjelaskan waktu turunnya Al-Quran.
2. Dhahirnya ayat-ayat ini menunjukkan bahwa seluruh Al-Quran
turun pada bulan ini, sedang sesuai kesepakatan para ulama’ baik dari Syiah
maupun Ahli sunnah ayat yang turun pada bi’sah nabi, hanya lima pertama ayat
dari surat ‘Alaq.
Soal; Dalam tiga ayat di atas Al-Quran turun secara spontan /
keseluruhan ataukah tidak?
Jawab: ketiga ayat di atas menjelaskan bahwa Al-Quran turun secara
keseluruhan pada hati nabi SAWW.
Argumentasi- Argumentasi turunnya Al-Quran secara keseluruhan.
· Al-Kitab yang tersebut dalam surat Dukhan berarti seluruh Quran.
· Ayat-ayat yang menyuruh nabi untuk tidak mendahului bacaannya.
(Qiyamah 16; Thaha 114).
· (ayat Hud 1)
· (Zukhruf 1-4)
· (Isra’ 116; Furqan 32)
Allamah Thaba’thabai mengatakan:”kata inzal menunjukkan turunnya Al-Quran secara
keseluruhan (daf’i), sedang kata tanzil menunjukkan turunnya Quran secara bertahap
(tadriji).
Urutan Turunnya Al-Quran:
1. tanggal 27 Rajab ; turunnya 5 ayat dari surat Al-‘Alaq.
2. dari awal Bi’sat sampai pertengahan bulan Ramadhan; beberapa ayat
dari surat Muzammil, Qalam, dan Mudatsir.
3. bulan Ramadhan Al-Quran secara menyeluruh turun pada hati nabi
SAWW, pada turunnya kali ini, dimulai dari surat Al-Fatihah.
Rahasia dan Hikmah Turunnya Al-Quran Secara Bertahap
Ø Untuk lebih menguatkan hati nabi dan kaum muslim.
Ø Bertahapnya pemberian undang-undang dan hukum ilahi, seperti
pengharaman minuman keras.
Ø Mencegah Al-Quran dari Tahrif.
Ø Untuk mempermudah pengajaran pengkajiannya.
Ø Terjadinya hubungan yang utuh antara wahyu dan peristiwa di
zaman nabi. Dengan kata lain karena peristiwa terjadi secara bertahap maka ayat
juga harus demikian.
Ayat
Secara linguistik ayat berarti: tanda dan bukti yang gamblang.
Ayat dalam Al-Quran
Dalam Al-Quran ayat dipakai dalam berbagai arti:
1. Tanda dan bukti. (Maryam 10)
2. Mu’jizat (A’raf 73)
3. Hukum. (Baqarah 106)
4. Para nabi dan para wali. (Yusuf 71)
Adapun secara terminologis ayat berarti kata atau beberapa kata
yang terpisah dari awal dan akhirnya yang terdapat dalam sebuah surat.
Surat
Dalam bahasa surat berarti; sesuatu yang tersisa dari makanan atau
sebagian dari makanan(su’r), dinding atau benteng kota (sur), dan juga memiliki
arti ketiga yaitu maqam, kedudukan atau keutamaan (sur).
Dengan demikian dinamakan surat karena;
· merupakan bagian dari Al-Quran.
· seperti benteng yang sulit ditembus.
· setiap darinya memiliki maqam yang agung dan siapa yang
membacanya akan sampai pada maqam tersebut.
Akan tetapi arti ketiga lebih cocok dan lebih sesuai., karena
jamak dai kemungkinan pertama su’r adalah Asar dan jamak dari kemungkinan kedua adalah siran atauuswar sedang kemungkinan ketiga memiliki jamak suar.
Hikmah Pembagian Al-Quran Pada Beberapa Surat
Hikmah dari hal tersebut adalah:
1. tujuan berbeda-beda dan topik yang beragam, seperti surat Fil
dan surat Yusuf yang berbeda satu sama lain.
2. mempermudah pengajaran dan penghafalannya.
3. mencaga Al-Quran dari tahrif.
4. tidak dapat disamainya Al-Quran walau dalam surat yang paling
pendek sekalipun.
Pembagian Surat-Surat Al-Quran
Surat Al-Quran dapat terbagi dalam beberapa pembagian, pembagian
pertama surat terbagi pada empat macam:
1. Sab’ Thual ; surat-surat yang sangat panjang, jumlahnya
sekitar tujuh buah surat, diantaranya; Baqarah, Ali-Imran, Nisa’, Maidah,
An’am, A’raf, para ulama’ berbeda pendapat dalam menentukan surat ketujuh yang
termasuk jenis ini, ada yang mengatakan surat Yunus dan ada yang mengatakan
surat Al-Kahfi.
2. Al-Miun; surat-surat Al-Quran yang lebih pendek dari
bagian pertama serta mengandung lebih dari 100 ayat, surat yang semacam ini tak
lebih dan tak kurang dari 11 buah surat.
3. Al-Matsani; surat-surat Al-Quran yang mengandung kurang dari
100 ayat, surat katagori ketiga ini berjumlah 20 buah.
4. Al-Mufasal; surat-surat pendek, surat-surat mufasal ini dimulai dari surat Ar-Rahman sampai akhir Quran.
v Secara ringkas dapat kita katakan bahwa Al-Quran memiliki;
q 114 buah surat.
q 6236 ayat.
q 77807 huruf.
v Ayat pertama yang turun adalah lima ayat pertama dari surat
Al-‘Alaq.
v Surat kamil pertama yang turun adalah surat Al-Fatihah.
v Ayat terakhir yang turun dalam hal ini terdapat ikhtilaf ada
yang mengatakan;
1. ayat 281 Al-Baqarah.
2. ayat 281 Al-Baqarah.
3. ayat 278 Al-Baqrah.
4. ayat Ikmal Din, ayat 3 Al-Maidah.
v Pendapat yang benar dari keempat pendapat di atas adalah
pendapat terakhir, yaitu ayat Ikmaludin yang turun setelah peristiwa agung Al-Gadir,
Ya’quby dari kalangan Ahli Sunah mendukung pendapat ini.
v Adapun surat kamil yang turun adalah surat An-Nashr.
Imam shadiq bersaba:”wahyu pertama yang turun kepada nabi SAWW
adalah bismillahirrahmanirahim Iqra’ dan dan empat ayat setelahnya, adapun yang
terkhir adalah surat An-Nashr”.
Surat-surat Al-Quran juga tebagi kepada surat-surat Makiyah dan
surat Madaniyah.
Tolok Ukur Untuk Mengenal Surat-Surat Makiyah Dan Madaniyah.
1. Tolok ukur zamani: setiap surat yang turun sebelum
hijrah nabi berarti ia surat Makiyah sedang surat-surat yang diturunkan setelah
hijrah beliau disebut surat Madaniyah.
2. Tolok ukur makani; setiap surat yang turun di kota Makah itu
tergolong surat-surat Makiyah, sedang surat-surat yang diturunkan di Madinah
berarti surat Madaniyah.
3. Tolok ukur khithabi; setiap surat yang memuat seruan Ya Ayyuhannas berarti surat Makiyah, sedang surat yang
terdapat seruan Ya Ayuhal Ladzina Amanu berarti surat Madaniyah.
Ciri-Ciri Surat-Surat Makiyah
Ø Seruan terhadap pondasi atau dasar keyakinan (ushul aqa’iad), seperti keimanan kepada tuhan dan keyakinan
akan hari kebangkitan dan lain sebaginya.
Ø Pendek dan singkatnya surat.
Ø Perdebatan dengan kaum Musyrikin.
Ø Banyaknya sumpah.
Ø Banyaknya cerita-cerita para nabi.
Ø Banyaknya seruan Ya Ayyuhannas.
Ø Laknat yang yang amat keras.
Ciri-Ciri Surat-Surat Madaniyah
Ø Suratnya panjang-panjang.
Ø Banyak memuat tuntunan hukum agama (furu’ din) seperti jihad,
warisan dan had-had.
Ø Perdebatan dengan kaum Ahli kitab.
Ø Perlawanan terhadap kaum Munafiq.
Ø Penjelasan akan kebanaran agama.
Ø Banyak memuat seruan Ya Ayyuhal ladzina amanu.
Sesuai pendapat para muafassir jumlah surat-surat yang tergolong
Makiyah berjumlah kurang lebih 86 buah surat, sedang jumlah surat-surat
Madaniyah berjumlah 28 buah surat.
Tahapan Penulisan Al-Quran
Tahapan pertama; menghafal Al-Quran, sejak awal Nabi selalu
menganjurkan untuk melaksanakan hal ini.
Tahapan kedua; penulisan. Adapun mereka yang disebutkan para
mufassir sebagai penulis wahyu adalah;
1. Imam Ali as
2. Mu’ad bin Jabal
3. Ubay bin Ka’ab
4. Zaid bin Tsabit
5. Abdullah bin Mas’ud
Para ulama’ sepakat bahwa kelima orang di atas sebagai penulis
wahyu, namun ada sekitar empat puluhan orang lebih tidak disepakati para
ulama’.
Selain mereka menulis wahyu tersebut di atas kertas[2] ada alat-alat lain yang mereka gunakan utuk mencatat dan
menulisnya diantaranya adalah: 1. Lihaf. 2. Adim. 3. ‘Usub. 4. Riqa. 5. Aktaf. 6
Adlla. 7 Syadhadh. 8. Aqtab. 9. Sutra
Metode Penulisan Ayat-Ayat Al-Quran
Minimal ada tiga cara penulisan yang disebutkan oleh para ulama’;
Ø Penulisan sesuai urutan turunnya ayat.
Ø Penulisan dengan tanpa melihat urutan turunnya ayat dan atas
perintah rasulullah SAWW.
Ø Penulisan dengan tanpa melihat urutan turunnya ayat dengan
ijthad para sahabat.
Secara global dapat dikatakan bahwa penulisan dan penyusunan
ayat-ayat dalam surat-surat Al-Quran adalah Tawqifi artinya disusun sesuai perintah dari nabi.
Sedang penyusunan dan penulisan surat tidak demikian artinya tidak tauqifi, adapun ayat sesuai ijtihad dari para sahabat
terdapat polemik di antara para ulama’, sebagian mengatakan hal ini tidak
terjadi sedang sekelompok yang lain mengatakan sebaliknya.
Sesuai kesepakatan antara ulama’ Syiah dan Ahli Sunnah orang
pertama yang mengumpulkan Al-Quran setelah nabi SAWW adalah Imam Ali as.
Ciri-Ciri Dan Keistimewaan Mushhaf Imam Ali as
Ciri-ciri dan keistimewaan mushhaf Ali as adalah;
1. pengurutan surat sesuai urutan turunnya.
2. bacaannya sesuai dengan bacaan nabi SAWW.
3. memuat sebab-sebab dan tempat turunnya ayat, nasikh dan mansukh
dan lain sebagainya.
4. memuat tafsiran ayat.
Salah satu faktor yang membuat para sahabat merubah penyusunan
surat Al-Quran tidak sesuai urutan turunnya, adalah hadis nabi yang
mengatakan:”aku telah diberi sab’ thual sebagai pengganti dari Taurat, dan
diberi miun sebagai ganti dari Zabur, dan diberi matsani sebagai ganti dari
Injil, lalu aku diberi Mufassal sebagai anugerah khusus bagiku”
Pengumpulan Dan Penyusunan Al-Quran
Pengumpul Al-Quran adalah mereka yang menulis ayat dan surat
Al-Quran di zaman nabi saww.
Sedang apakah Al-Quran sendiri telah tersusun dalam sebuah mushaf
ataukah tidak? Di sini ada polemik diantara para ulama’, ada yang
mengingkarinnya dan ada pula yang menjawab sebaliknya.
Kelompok ulama’ yang mengatakan Al-Quran disusun setelah
kepergian nabi saww berargumentasikan berbagai dalil yang diantaranya;
1. Adanya bukti-bukti sejarah.
2. Turunnya Al-Quran secara bertahap sampai detik-detik terakhir
kehidupan nabi saww.
3. Riwayat-riwayat yang berasal dari kalangan Syiah maupun Ahli
Sunnah yang menuturkan bahwa Ali as penyusun pertama Al-Quran. Jika memang
Al-Quran disusun di zaman nabi maka apa arti dari perintah beliau pada imam
untuk menyusunnya dan mengumpulkannya kembali.
4. Perbedaan yang ada antara penyusunan nabi dan imam, hal ini
berdasarkan asumsi Al-Quran yang sekarang hasil dari pengumpulan nabi saww.
Pertanyaan selanjutnya yang harus dijawab adalah apa yang
memotifasi khalifah pertama, Abu Bakar untuk mengumpulkan Al-Quran?
Faktor uatama yang memotifasi Abu Bakar untuk mengumpulkan
Al-Quran adalah terjadinya perang Yamamah[3] yang berakhir dengan syahidnya
sekurang-kurangnya 70 hafiz Quran, usulan pengumpulan ini buah pikir Umar,
khalifah kedua.
Penyusunan Al-Quran Di Zaman Utsman
Faktor dan sebab penyatuan mushaf-mushaf di zaman Utsman adalah
terjadinya perbedaan yang sangat santer diantara kaum muslimin berkaitan
dengan cara baca Al-Quran, usulan penyatuan ini merupakan buah pikir Khudaifah
al-Yamani.
Adapun orang yang menentang penyatuan ini adalah Ibn Mas’ud, hal
ini karena ia tidak setuju akan pemilihan orang-orang yang melaksanakan
penysunan ini.
Tahapan penyatuan mushaf ini sebagai berikut;
1. dikumpulkannya semua Al-Quran lalu dibakar.
2. bersandar pada mushhaf Zaid bin Tsabit dan mushhaf Ubay bin
Ka’ab.
3. ditulis dengan melihat teks.
4. dikirimkannya mushhaf tersebut ke berbagai kota-kota penting
disertai qari’.
Sikap para imam suci terhadap penyatuan mushhaf positif,
mendukung, dan tidak melakukan penentangan sama sekali.
Keistimewaan Dan Ciri Mushhaf Utsman
Keistimewaan mushhaf tersebut adalah:
1. urutan dimulai dengan sab’thual, miun, matsani, dan mufashshalat.
2. mushhaf ini ditulis dengan khath ibdai (tanpa titik, tanpa harakat, dan tanpa
tanda).
Khath dapat dibagai menjadi dua:
1. Khath syuryani yang sekarang dikenal dengan kufi. Tulisan ini
bertahan dan digunakan sampai abad kelima.
2. khath sibthi yang sekarang dikenal dengan nama khath naskh.
Pada waktu itu tidak ada titik, harakat dan tanda-tanda sehingga
terjadi perbedaan dalam cara baca Al-Quran.
I’rab Dan Peletakan Harakat
Orang pertama yang mengi’rab Al-Quran adalah Abul Aswad Ad-Duali
murid Imam Ali as, beliau melakukannya dengan memberikan titik. Untuk menandai
sebuah huruf berharakat fathah beliau meletakkan satu titik di atasnya, untuk
kasrah beliau letakkan titik di bawahnya, dan untuk harakat dhammah sebuah
titik di depannya.
Adapun orang yang melengkapi karya Abul Aswad ini dan mengi’rab
Al-Quran seperti yang kita lihat sekarang adalah Khalil bin Ahmad Farahidi.
Dengan demikian i’rab Al-Quran dibagi pada dua: melalui titik dan
melalui harakat.
I’jam
Kata arab berarti fasih dan gamblang sedang ‘ajam berarti mubham
dan kurang jelas, sedang ‘i’jam yang merupakan bab i’fal dari kata ini berarti
mengangkat atau melenyapkan kemubhaman dan kesamaran. Dan pemberian titik pada
huruf yang serupa dinamakan i’jam. Pemberian titik ini pertama kali dilakukan
oleh Yahya bin Ya’mardan Nashr bin ‘Ashim, keduanya murid dari Abul Aswd Ad-Duali.
Tahrif Al-Quran
Secara linguistik Tahrif adalah condong dan penyimpangan, tahrif
kalimat bermakna mengganti kalimat kepada yang bukan arti sebenarnya. (tahrif
secara makna), seperti barangsiapa yang membunuh Ammar berarti ia orang lalim,
Muawiyah pembunuhnya di perang Shifin, muawiyah mntahrif hadis ini dengan
mengatakan Imam Ali yang membunuhnya, karena ia yang membawanya ke medan
peperangan.
Sedang tahrif secara terminologis berarti; merubah lafaz baik
dengan pengurangan maupun penambahan.
Macam-Macam Tahrif
Tahrif terbagi pada dua macam:
1. ma’nawi (perubahan dengan pendapat) tahrif semacam ini telah
terjadi dalam Al-Quran, dan menjadi sebab munculnya aliran-aliran keislaman
seperti Jabariyah dan lain sebaginya.
2. tahrif secara lafzi; a. Dengan penambahan; jenis tahrif ini
sesuai kesepakatan Sunnah dan Syiah juga tidak terjadi. Sedang perubahan tahrif
dengan pengurangan, di sini terdapat polemik yang cukup tajam, ada yang
mengatakan telah terjadi dan ada pula yang mengatakan tidak.
Argumentasi Tidak Adanya Tahrif
1. firman Allah SWT pada surat Hijr ayat 9. ayat ini dimulai
dengan jumlah ismiyah dan didahului oleh haruf inna juga dhamir nahnu dan adanya lam ta’kid semuanya memperkuat kalau Al-Quran telah
diturunkan oleh Allah dan Ia senatiasa menjaganya.
2. firman Allah SWT pada surat Fusilat ayat 41. pada ayat ini kata
‘Aziz telah dibawa yang berarti Yang Tidak Pernah kalah, dan tidak bsa
dikalahkan, artinya tidaka ada jalan satupun untuk membatilkan Al-Quran. Dengan
demikian tidaka ada jalan untuk berupaya mentahrif Al-Quran baik lewat
penambahan maupun pengurangan.
Argumentasi Logis
Al-Quran diturunkan sebagai kitab pedoman dan petunjuk bagi
manusia, di samping itu ia merupakan kitab terakhir, jika kitab ini terkena
tahrif, maka ia tidak lagi dapat menunaikan tugasnya untuk membimbing dan
memberi petunjuk kepada manusia. Dan ini jelas bertentangan dengan tujuan awal
yang diinginkan, dan Allah SWT, zat yang tidak akan mungkin menyimpang dari
tujuanNya.
Bukti-Bukti Historis
Al-Quran mendapatkan tempat yang amat berarti di tengah-tengah
muslimin, mereka mengahfalkannya, mengkajinya, serta dalam setiap masa terdapat
para hafiz Quran, ditambah kehadiran para Imam ma’sum di tengah-tengah mereka
yang menegaskan bahwa Al-Quran tidak lah ditahrif.
Bukti-Bukti Lain
Dengan merujuk keistimewaan dan ciri yang dimiliki oleh Al-Quran
asumsi bahwa kitab langit ini dapat ditahrif akan lenyap, ciri-ciri Al-Quran
tersebut diantaranya:
1. Surat-surat makiyah lebih dulu turun sebelum surat-surat
madaniyah, makiyah pendek-pendek, sedang surat-surat madaniyah terbilang
panjang-panjang.
2. Al-Quran diturunkan secara bertahap, hal ini memberikan
kesempatan kepada semua pihak untuk menghafalkannya.
3. teori menarik yang diperaktekan Al-Quran dalam menjelaskan
ma’arif, definisi, celaan terhadap individu yang membuat sipapun tak bisa
mentahrifnya.
Soal:
Dalam riwayat disebutkan bahwa setiap pristiwa yang terjadi pada
umat terdahulu, akan terjadi pula pada umatku, dengan demikan sebagaimana Taurat
dan Injil telah ditahrif, Al-Quran juga harus demikian?
Jawab:
1. Dengan memperhatikan ayat Inna nahnu nazalna zdikra wa inna lahu laha
fizdun, Al-Quran sama sekali tidak akan dapat ditahrif. Dengan demikian
riwayat ini bertentangan dengan kandungan Al-Quran, dengan demikian riwayat ini
menjadi batil.
2. Umat nabi Muhammad dalam berbagi kasus tidak menyerupai atau
tertimpa dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada umat sebelumnya, seperti
penyembahan anak sapi, mi’raj ke langit, tenggelamnya Fir’aun, dan sapinya bany
Israel kesemuanya tersebut tidak pernah dialami oleh umat nabi Muhammad SAWW,
dengan demikian keserupaan itu tidak pada semuany
Soal:
Di dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa Al-Quran Imam Ali as
memiliki beberapa tambahan, riwayat-riwayat seperti ini merupakan dalil akan
adanya tahrif dalam Al-Quran?
Jawab:
1. tambahan-tambahan yang berada dalam mushaf beliau hanya
menyangkut tentang masalah nuzul, keterangan tentang nasikh dan mansukh dan beberapa tafsiran ayat Al-Quran.
2. jika Al-Quran telah ditahrif dalam masa pemerintahannya Imam
pasti akan memberontak dan menyangkalnya, dan hal tersebut tidak dapat kita
saksikan dalam sejarah.
Soal:
dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa nama imam Ali as di
sebagian ayat Al-Quran, dan sekarang kita tidak dapat menemukan ayat yang
memuat nama beliau itu, dengan demikian Al-Quran telah ditahrif?
Jawab:
1. riwayat seperti ini dalam rangka menjelaskan kondisi turun dan
tafsiran Al-Quran dan tidak mengatakan bahwa nama imam atau nama para imam
ma’sum lainnya tercatat dalam Al-Quran.
2. jika nama imam Ali as termaktub dalam Al-Quran maka peristiwa
monumental Al-Gadir dan pelanntikan beliau di sana tidak bernilai
dan sia-sia belaka.
Soal:
bagaimana kita menjelaskan dan mentaujih berbagai riwayat yang mengindikasikan tahrif
dalam Al-Quan?
Jawab;
1. riwayat-riwayat tersebut sangat lemah sanadnya, karena ada
seorang pembohong yang bernama Ahmad bin Muhammad sayari atau Ali bn Ahmad
Kufi.
2. dengan mencermati berbagai bukti yang ada, sebagian
riwayat-riwayat ini berkaitan dengan ikhtilaf bacaan Al-Quran sedang yang lain
berkaitan dengan tahrif dari sisi arti bukan lafaz.
I’zajul Quran
Salah satu metode mengenal dan membedakan seorang yang betul-betul
nabi dan yang bukan adalah melalui mu’jizat.
Secara linguistik i’jaz mempunyai tiga arti; 1. sesuatu lenyap 2.
merasa tidak mampu dan tak berdaya. 3. melemahkan dan memperdaya.
Adapun secara terminologis i’jaz adalah : sebuah hal luar biasa
seiring dengan klaiman kenabian, disertai oleh tantangan dan juga tidak ada
satu orang yang mampu menandingi dan mengalahkannya yang menjadi bukti akan
kebenaran klaiman seorang nabi.
Hikmah keanekaragaman mu’jizat para nabi
Mu’jizat terbaik adalah mu’jizat yang menyerupai pan dan san’at zamannya karena setiap spesialis akan lebih
mampu menentukan dan mempercayai mu’jizat para nabi, dengan demikian mu’jizat
para nabi sesuai dengan kondisi zamannya. Seperti nabi Musa memiliki mu’jizat
tongkat menjadi ular, karena yng paling poluler di zamanya adalah sihr, nabi
Isa as membangkitkan orang mati, sedang nabi kita Muhammad SAWW Al-Quran.
Dalam definisi disebutkan adanya tantangan, pertanyaan kita adalah
apa arti dari tantangan tersebut? Tantangan itu dengan berapa surat? Tantangan
berarti meminta tandingan.
Tantangan secara umum, seperti tantangan Al-Quran yang menantang
penentangnya membikin seprti Al-Quran, sepuluh surat, dan satu surat. Tantangan
secara umum.
Allah SWT dalam firmanNya “menganjurkan” jika Al-Quran bukan
berasal dari langit, supaya manusia dan jin berembuk dan berkumpul bahu-membahu
untuk mendatangkan kitab yang sepadan Al-Quran, atau 10 surat darinya, atau
satu surat saja.
Aspek-aspek mu’jizat Al-Quran
1. pribbadi rasul SAWW; Al-Quran yang mengandung
pengetahuan-pengetahuan dan hikmah dibawa oleh seseorang yang tidak bisa baca
dan tulis.
2. kefasihan dan balagah; aspek kedua ini merupakan aspek paling
terkenal dari mu’jizat Al-Quran, sebuah contoh ayat qishash “di dalam qishash terdapat kehidupan
bagi kalian” memiliki 20 keistimewaan dibanding julah terfasih arab ”pembunuhan
mencegah kematian.
3. pengetahuan yang tinggi dan dalam (mu’jzat ma’ani); seperti
dalam pembahasan ketuhanan, kenabian. Ma’ad, ushul, undang-undang yang beragan
tentang; ekonomi, politik, sosial, budaya, sistem dan hak-hak. Dalam hal ini
kita dapat bawakan asl amanah, dan keadilan.
4. keharmonisan dan tidak adanya kontradiksi; kendati Al-Quran
turun dalam kurun waktu 23 tahun, dengan situasi dan kondisi yang beragam,
ditambah topik-topik yang beraneka ragam, namun tetap saja tidak perbedaan dan
tumpang tindih antara satu dan yang lain.
5. kabar-kabar gaib baik dari pristiwa terdahulu seperti cerita
nabi Yusuf (cerita terbaik), maryam dan yang lain. Atau kabar akan pristiwa dan
hal masa datang:
1. kabar kemenangan Rum
2. kemenangan muslimin pada perang Badr
3. fath Makah
4. keterjagaan Al-Quran
5. keunggulan Islam atas agama-agama lain
6. kajian-kajian ilmiah yang detaill seperti kandungan Al-Quran
tentang tumbuhan dan berputarnya alam dan bentuknya yang bulat.
7. muatannya yang kaya dengan keelokan seni, seperti
pengilustrasian berbagai arti.
8. I'jaz adadi, seperti telah tersingkap kalau kata Syahr yang berarti bulan disebutkan dalan Al-Quran
sebanyak 12 kali, Yaum dengan bentuk kata tunggal disebut sebanyak 256 kali,
sedang dalam bentuk jamak sejumlah 30 kali.
Soal:
Apa maksud dari teori Sharfah?
Jawab:
Teori ini mengatakan maksud dari kemu'jizatan Al-Quran
adalah Allah SWT melenyapkan atau memalingkan motifasi dan kemauan manusia
untuk menentang dan menantang Al-quran. Teori ini jelas tidak benar dan tidak
berdasar sama sekali, Karena dengan teori ini menggambarkan bahwa
seakan-akan Al-Quran tidak memiliki mu'jizat dan keunggulan.
Naskh
Secara linguistic naskh berarti: perubahan, penghapusan
pembatalan, dan pemindahan. Arti yang terakhir ini adalah istinsakh.
Rukun-Rukun Naskh:
1. Mansukh, hukum pertama.
2. Mansukh Bih, hukum kedua.
3. Nasikh, atau Allah SWT.
Syarat-Syarat Naskh:
1. Mansukh (hukum pertama) hendaknya hukum Syar'i bukan hukum
rasional, seperti jika secara rasional sebuah perbuatan itu boleh dilakukan,
tapi ada hukum syar'i datang mengharamkannya, hal semacam ini tidak dapat
dikatakan sebagai naskh.
2. Mansukh tidak terbatas dengan waktu tertentu.
3. Mansukh bih (hukum kedua) hendaknya datang atau turun setelah
hukum pertama.
4. Tasyri'/Pensyariatan kedua hukum itu hendaknya bersumber dari Syari' bukan dari akal atau ijma' para ulama'.
5. Dalil mansukh bih sesuai atau ada kaitannya dengan dalil
mansukh.
6. Hendaknya ada pertentangan secara zati (subtansial) bukan aradhi.
7. Hendaknya pertentangan yang terjadi kulli (totalitas) dan tam; bukan antara ;
· Muthlaq dan muqayad.
· 'Am dan Khash.
· Mubham dan Mufassir.
· Mujmal dan mubayin.
8.
Nasikh hanya Allah SWT saja.
Arti terminologis naskh adalah; dicabutnya hukum syar'i yang secara
lahiriyah akan berlanjut dan berkesinambungan, baik melalui penurunan hukum
berikutnya yang secara zati (subtansial) atau karena dalil khusus yang lain
keduanya tidak dapat disatukan.
Mungkinkah Naskh (Penghapusan Hukum) Terjadi Dalam Al-Quran?
Sebelum menjawab soal ini perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa
penghapusan hukum dan undang-undang yang biasa terjadi dalam keseharian manusia
berarti munculnya sebuah ide dan pendapat baru, yang mengkonsekwensikan
ketidaktahuan peletak dan penggagas undang-undang itu.
Sedang dalam hukum Islam pemberlakuan/persyariatan undang-undang
bergantung pada maslahat dan kerugian yang ditimbulkan, jika maslahat dan
kerugiannya tidak permanen dan temporal sifatnya, kehendak tuhan akan demikian
adanya, dan Allah sudah dari awal telah mengetahui maslahat dan kerugian yang
terdapat dalam hukum yang diturunkanNya, jadi tidak melazimkan
ketidaktahuanNya.
Adapun dalil kedua yang dapat kita pakai dalam hal ini adalah:
kaidah adallu dalilin 'ala imkani sya'i wuqu'uh, artinya paling gamblangnya sebuah argument akan kemungkinan
terjadinya sebuah sesuatu adalah terjadinya hal tersebut di alam nyata.
Adapun ayat-ayat Al-Quran yang dapat kita gunakan sebagai argumen
akan kemungkinan terjadinya naskh adalah:
1. ayat ke 106 dari surat Al-Baqarah. :"tidaklah Kami
menghapus hukum atau Kami melupakannya, kecuali Kami datangkan apa yang lebih
baik atau yang sepadan dengannya".
2. ayat ke 101 dari surat An-Nahl:"dan ketika Kami ganti
(hapus) ayat/hukum dengan hukum lain, dan sesungguhnya Allah SWT lebih
mengetahui apa yang Ia turunkan…".
3. ayat ke 39 dari surat Ar-ra'd:"Allah menghapus dan
menetapkan apa yang Ia kehendaki, dan disisiNya Umul kitab.
Dalam kaitannya dengan Jumlah ayat naskh dan mansukh, ada yang
mengatakan 500 ayat, ada yang mengatakan 124 ayat, ada yang mengatakan 20, ada
yang 10, Ayatullah Ma'rifat berpendapat 8 ayat, sedang Ayatullah Khu'I
berasumsi hanya satu ayat saja.
Macam-macam naskh
Macam naskh itu ada tiga;
1. penghapusan hukum dan bacaanya. Seperti ayat radha'at (pada mulanya sepuluh kali menyusui anak
seseorang akan membuat ia mahram, kemudian dihapus dengan hanya lima kali susuan
saja.)
2. penghapusan bacaan tanpa hukum. Seperti ayat As-Syaikh (hukum tentang dirajamnya kakek dan nenek yang
telah berzina)[4]
3. penghapusan hukum tanpa bacaannya.
Dari ketiga macam tersebut sebagian dari kelompok Ahli sunah
menerima dua jenis naskh pertama, sedang Syi'ah imamiyah hanya mau menerina
naskh jenis ketiga, karena yang pertama dan yang kedua mengkonsekwensikan akan
terkuranginya Al-Quran dan termasuk sebuah bentuk tahrif.
Adapun ayat naskh dan mansukh yang terdapat dalam Al-Quran adalah
sebagai berikut:
1. ayat 'afw (pemberian maaf dan ampunan). Ayat 109 surat
Al-Baqarah, ayat ini memberikan maaf dan keringanan terhadap ahli kitab pada
awal-awal hijrah, karena kaum muslimin belum memiliki kekuatan memadai,
kemudian –hukum- ayat ini dihapus oleh ayat Qital, ayat ke 9 surat Taubah, ayat yang menyuruh
kaum muslimin untuk memerangi mereka.
2. ayat pengharaman bergaul dengan istri di malam bulan Ramadhan,
hukum ini dihapus dengan ayat ke 187 surat Al-Baqarah, hanya saja para alhi
tafsir berbeda pendapat tentang ayat mana yang dihapus, sekelompok dari mereka
berpendapat kelanjutan dari ayat tersebut yang telah dihapus.
3. ayat hukuman bagi para penzina, ayat ke 15 dari surat Nisa',
ayat ini mengandung sebuah hukum yang mengatakan sekaplah wanita penzina
di dalam rumah sampai Ia menemui ajalnya. Kemudian ayat jild turun ayat ke 2 dari surat Nur, yang mengatakan
cambuklah setiap dari laki dan perempuan yang berzina.
4. ayat tawarus (warisan dapat diterima) melalui hubungan
keimanan dan aqidah, setelah beliau mengikat persaudaraan para muhajir dan
anshar. Ayat ke 71 Anfal. Kemudian turun hukum warisan hanya dapat diperoleh
melalui keturunan, hukum tersebut berada dalam ayat ke 6 dari surat Ahzab.
5. ayat najwa; ayat ke 12 surat mujadalah; di sini disebutkan, mengingat
banyaknya para sahabat yang datang bertemu rasul, dimana sebagian hanya menyita
waktu istirahat beliau, maka hukum ini diturunkan oleh Allah swt: barangsiapa
yang ingin berdialog dengan nabi hendaknya bersedekah dengan satu dirham.[5] Allamah Thaba'thaba'I mengatakan setelah ayat ini turun tidak ada
sahabat yang datang menemui belia, kecuali Imam Ali as, beliau datang sebanyak
10 kali, sampai pada akhirnya ayat berikutnya turun, menghapus hukum yang
memberatkan kaum muslimin ini.
6. ayat mengenai jumlah bala tentara, pada awalnya hukum yang
berlaku mengatakan: 20 melawan 200 orang kapir, dan jika muslimin 100, dapat
berhadapan dengan 1000 orang kapir. Hal ini terdapat dalam ayat ke 65 surat
Anfal. Yang kemudian dihapus oleh setelahnya.
Muhkam dan Mutasyabih
I. Allah SWT berfirman:"Dialah yang menurunkan al-kitab
kepadamu, sebagian darinya ayat-ayat yang muhkam ia adalah ummul kitab, sedang sebagian yang lain mutasyabih, maka
mereka-mereka yang di hatinya ada virus dan penyakit, mereka mengikuti apa yang
tidak jelas, dengan mengharap pitnah, dan ta'wilannya, tiada yang
mengetahui ta'wilannya kecuali Allah, Rasul, dan orang-orang yang berilmu (para
Imam), mereka berkata setiap dari kami mempercayainya, dan tidak teringat
kecuali orang-orang yang mempunyai pemahaman. Ayat 7 surat Ali-Imran.
Ayat Al-Quran;
1. Muhkamat; adalah umuml kitab, arti dari kata muhkam adalah
tetap, kokoh, dan tertentu, sedang kata um adalah tujuan, tempat rujukan, dan sumber,
dinamakan muhkamat karena ayat-ayat mutasyabih harus dikembalikan padanya.
2. Mutasyabihat; memiliki beberapa arti dan tafsiran.
II. Definisi muhkam; ayat adalah ayat yang kandungannya dapat
dipahami tanpa adanya kesamaran di dalamnya, dan dengan gamblang menjelaskan
arti yang tersimpan.
Sedangkan maksud dari mutasyabihat adalah; ayat yang memiliki
kemungkinan arti dan makna lebih dari satu, oleh karena sangat dimungkinkan di
sana ada kerancuan dan kesamaran. Seperti ayat yang berkata:"tangan tuhan
di atas tangan mereka (kaum mu'min)". surat Fath ayat 10. sekelompok
berkeyakinan maksud dari yad tadi adalah tangan biasa, sebagian lagi dalam
hal ini mengatakan arti dan tujuan dari kata yad tangan itu adalah kekuatan absolut tuhan.
Ayat muhkamat disebut oleh Al-Quran sebagai umul kitab induk Quran, artinya tempat kembali, dan tujuan,
dengan demikian tempat kembali semua ayat-ayat mutasyabih dan metode pelenyapan
kesamaran adalah merujuk kepada ayat-ayat muhkam.
Faktor dan Hikmah Adanya Ayat-Ayat Mutasyabih
Ada beberapa hikmah dan sebab kenapa ayat Mutasyabih terdapat
dalam Al-Quran diantaranya:
· petunjuk dan bimbingan agama diperuntukan pada semua lapisan
masyarakat, dan pemikiran dan intelektualitas mereka itu bertingkat-tingkat dan
berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, hal ini jelas menyebabkan
kesamaran dan ketidak gamblangan Al-Quran pada sebagian mereka.
· Adanya mutasyabih dalam Al-Quran adalah hal lumrah dan biasa,
karena Al-Quran seperti ucapan manusia, ia menggunakan segala teori dan metode
dalam menjelaskan sebuah kajian mulai dari yang paling simpel sampai ke yang
paling sulit, sebagaimana kita ketahui dalam Al-Quran terdapat; majaz, isti'ar, tamtsil, kinayah,dan digunakannya hal-hal seperti itu secara
alami menciptakan ketidakjelasan arti dalam Al-Quran.
[1]Jalaluddin Suyuthi dalam kitab Al-Itqannya menuturkan bahwa:” Di antara para
Khalifah yang paling banyak meriwayatkan hadis tentang ulumul Quran adalah Ali
as”.
[2]pada waktu itu kertas diimpor dari India masuk ke Saudi Arabia
lewat jalur perdagangan dari Yaman.
[3] Perang ini terjadi antara kaum muslimin dengan
Musailamah Kadzab (pengklaim kenabian) dan para pengikutnya.
[4] Ayat ini dibaca oleh Umar lalu ditolak oleh
Zaid bin Tsabit ketika terjadi proses penulisan Al-Quran.
[5] Ayatullah Khu'I berpendapat hanya ayat inilah
yang dihapus hukumnya dalam Al-Quran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar