Total Tayangan Halaman

Sabtu, 07 November 2015

Ulumul Qur'an Perumpamaan dalam Qur’an Oleh Ridwan, MA


Bahasa diartikan sebagai lambang (bunyi bahasa) yang dipakai manusia untuk melahirkan pikiran dan perasaan. Atau bisa juga merupakan perkataan-perkataan yang dipakai oleh suku bangsa, negara, daerah, dan lainnya. Sedangkan perumpamaan berarti ibarat, amsal, persamaan (perbandingan), atau peribahasa. Jadi, bahasa perumpamaan itu adalah bahasa berupa ibarat, amsal, perbandingan, atau peribahasa yang digunakan untuk melahirkan pikiran/ perasaan tentang sesuatu hal.
Dalam Al-Quran banyak kita temui ayat-ayat yang menggunakan gaya bahasa perumpamaan. Baik yang menyangkut peringatan, kabar gembira maupun sindiran terhadap manusia. Bahasa perumpamaan itu digunakan dalam Al-Quran, tidak lain agar manusia selalu ingat terhadap isi pesan yang disampaikan Allah SWT.
Salah satu bahasa perumpamaan itu dapat kita temui dalam QS. Ibrahim: 24-25, ”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seijin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”
Kalau kita telaah dan renungkan makna perumpamaan ayat tersebut, sungguh agung dan dalam artinya. Yakni pohon yang baik itu tidak lain adalah pohon kurma. Akarnya teguh sebagaimana dasar tauhid yang telah terhunjam ke dalam hati. Cabangnya menjulang tinggi, menandakan bahwa cabang iman, amal shalih dan ihsan adalah akan naik ke atas langit. Demikian pula, laksana pohon kurma yang daun-daunnya tidak jatuh berguguran, maka seorang mukmin diharapkan tidak berubah imannya karena hawa nafsu.
Lebih jauh, sifat pohon kurma ini jika dicabangkan, ia akan bercabang banyak dan tiap cabangnya itu akan berbuah. Begitu pun seorang mukmin jika dididik, maka ia akan terdidik dengan baik. Artinya, bila diperbaiki moral dan akhlaknya, maka ia akan terbentuk dengan baik.
Sementara itu, pohon kurma memiliki madu yang jernih dan minumannya adalah memberi kesembuhan. Hal ini memberi perlambang bahwa seorang mukmin hendaknya ide-idenya adalah memberi kesembuhan dan nasehat-nasehatnya itu laksana obat. Begitu pun dengan kebaikannya terlihat segera, sementara keburukannya begitu jarang nampak.
Akhirnya, tidak berlebihan bila Fudhail bin Iyadh mengatakan, ”Seorang mukmin adalah sedikit bicara, banyak bekerja. Sementara orang munafik adalah banyak bicara dan sedikit beramal

Al-Qur’an Adalah Sebuah Kitab Mitsil

Setiap kitab agama apapun di dunia ini pastilah ditulis menggunakan huruf tertentu dan bahasa tertentu pula. Demikian pula dengan al-Qur’an yang ditulis menggunakan huruf dan bahasa Arab.
الر تلك آيات الكتاب المبين, إنا أنزلناه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون, نحن نقص عليك أحسن القصص بما أوحينا إليك هذا القرآن وإن كنت من قبله لمن الغافلين
Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat kitab yang nyata (1). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya (2). Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum-nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui (3). (QS. Yusuf 12: 1-3)
Berdasarkan wahyu Allah di atas, terutama ayat 2, berkembanglah berbagai pemikiran dan pemahaman bahwa satu-satunya cara untuk memahami al-Qur’an adalah dengan menguasai bahasa Arab. Maka berbondong-bondonglah ummat Islam di dunia ini belajar bahasa Arab, termasuk pula mempelajari kebudayaannya. Hal ini menjadi suatu keharusan karena secara “masuk akal”, al-Qur’an yang menggunakan huruf dan bahasa Arab diturunkan di dalam lingkungan masyarakat yang juga berkebudayaan Arab serta penerima wahyu (Nabi Muhammad) yang juga berbangsa Arab. Andaikan al-Qur’an yang berhuruf dan berbahasa Arab diturunkan kepada golongan manusia bukan Arab tentulah tidak akan dimengerti oleh golongan ini dan tidak akan diimani.
ولو نزلناه على بعض الأعجمين, فقرأه عليهم ما كانوا به مؤمنين
Dan kalau Al Qur’an itu Kami turunkan kepada salah seorang dari golongan bukan Arab (198), lalu ia membacakannya kepada mereka; niscaya mereka tidak akan beriman kepadanya (199). (QS. Asy-Syu’araa 26:198-199)
Karena itu, dalam memahami al-Qur’an kita “dipaksa” menjadi orang Arab. Sehingga tidak jarang terjadi kesenjangan dan perbedaan pemahaman akan isi ayat-ayat al-Qur’an. Salah satu contohnya adalah dalam penggambaran syurga. Dalam menggambarkan atau menceritarakan keindahan dan kenikmatan surga al-Qur’an selalu menyebutkan surga sebagai tempat dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya. Seperti pada QS. Al-Buruuj 85:11.
إن الذين آمنوا وعملوا الصالحات لهم جنات تجري من تحتها الأنهار ذلك الفوز الكبير
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Buruuj 85:11)
Penggambaran surga dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya tentulah penggambaran yang sangat “dirindukan” oleh bangsa Arab yang hidup di gurun pasir dengan air dan tumbuh-tumbuhan yang terbatas. Sementara bagi orang-orang yang hidup di daerah tropis dengan sungai-sungai yang sangat banyak, yang terkadang meluap dan membanjiri tempat tinggal dan lahan-lahan pertanian, pastilah bukan sesuatu hal yang paling “dirindukan”. Karena pemandangan tersebut adalah pemandangan yang “biasa-biasa” saja.
Contoh perumpamaan / pemisalan / “mitsil” mengenai surga di atas secara implisit menjelaskan bahwa kondisi surga itu seperti suatu “tempat yang kita rindukan” kenikmatan dan keindahannya dan tidak ada di “dunia kita”. Itulah pelajaran yang kita dapatkan dari perumpamaan ini. Dan Allah memang sengaja menuliskan banyak perumpamaan agar manusia mendapat pelajaran.
ولقد ضربنا للناس في هذا القرآن من كل مثل لعلهم يتذكرون
Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (QS. Az-Zumar 39:27)
Pelajaran dari al-Qur’an itu telah dibuat mudah oleh Allah. Dan Allah telah menjaminnya dengan mengatakannya 4 kali di ayat 17, 22, 32 dan 40 surah al-Qamar.
ولقد يسرنا القرآن للذكر فهل من مدكر
Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al- Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar 54: 17, 22, 32 dan 40)
Berdasarkan contoh kasus di atas, ternyata memang mudah memahami “mitsil” mengenai “surganya bangsa Arab”. Dan ini pun berlaku untuk mitsil-mitsil lainnya, karena Allah telah menuliskan kata matsala (مثل), berikut perubahan-perubahannya, di 130 ayat. Tapi, untuk memahami semua mitsil yang terdapat di dalam al-Qur’an, apakah memang harus selalu menggunakan “kacamata” budaya dan bahasa Arab?

Mitsil untuk Memahami Ayat-ayat Mutasyabihat

Untuk memahami dan menyadari kapankah saat yang tepat menggunakan metoda mitsil untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an, perhatikanlah QS. Ali Imran 3:7.
هو الذي أنزل عليك الكتاب منه آيات محكمات هن أم الكتاب وأخر متشابهات فأما الذين في قلوبهم زيغ فيتبعون ما تشابه منه ابتغاء الفتنة وابتغاء تأويله وما يعلم تأويله إلا الله والراسخون في العلم يقولون آمنا به كل من عند ربنا وما يذكر إلا أولوا الألباب
Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab kepada kamu. Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam kalbunya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran 3:7)
Pada QS. Ali Imran 3:7 ini disebutkan bahwa pokok-pokok isi al-Qur’an disebut “muhkamaat”, yang berasal dari kata dasar “hakama” atau hukum. Sementara kita ketahui bersama, bahwa bahasa hukum haruslah memiliki hanya satu arti saja. Tidak boleh ada pemahaman lain selain apa yang tertulis. Sehingga untuk hal-hal “muhkamaat” ini tertutuplah pintu perbedaan pemahaman. Tidak ada pintu untuk perumpamaan atau pemisalan. Semuanya telah jelas secara tekstual. Sehingga ayat-ayat muhkamaat hanya dapat menggunakan “kacamata” budaya dan bahasa Arab saja. Inilah inti dari penjelasan QS. Asy-Syu’araa 26:198-199 yang telah ditampilkan sebelumnya.
Sedangkan kata “mutasyabihat” berasal dari kata “tasyabaha” atau “tasyabuh”, yang artinya mirip/sama/ seperti. Sehingga untuk ayat-ayat “mutasyabihat” sangat terbuka perbedaan pendapat. Pendapat (takwil) yang keluar dari kalbu  yang  condong kepada kesesatan dapat menimbulkan fitnah karena tidak sesuai dengan takwil yang Allah tetapkan dan hanya Dia yang mengetahui takwil tersebut. Manusia pun diberi ijin oleh Allah untuk mengetahui (mengambil pelajaran) takwil ayat-ayat “mutasyabihat” ini. Tentu saja tidak semua manusia. Hanya u’lul albaab saja, yaitu orang-orang yang mendalam ilmunya dan beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat. Atau, menurut QS. Ali Imran 3:191-194, yaitu orang-orang yang mengingat Allah (beribadah atau beramal) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi serta menyadari dan mengakui kebesaran Allah di dalam do’a dan perkataannya. Juga menyadari dan mengakui betapa tiada berarti diri mereka dibandingkan dengan Allah sehingga mereka pun beriman seraya memohon ampunan kepada Allah agar terbebas dari siksa neraka.
Karena itulah, untuk mengetahui ayat-ayat mutasyabihat kita wajib menjadi u’lul albaab agar pendapat/takwil kita terhadap ayat-ayat Allah mendapat petunjuk langsung dari Allah berupa ayat-ayat kauniah seperti disebutkan dalam QS. Ali Imran 3:190.
إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat ayat-ayat bagi orang-orang yang berakal,” (QS. Ali Imran 3:190)
Atau pun berupa al-Hikmah, langsung dari Allah.
يؤتي الحكمة من يشاء ومن يؤت الحكمة فقد أوتي خيرا كثيرا وما يذكر إلا أولوا الألباب
Allah menganugrahkan al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya u’lul albaab yang dapat mengambil pelajaran” (QS. al-Baqarah 2:269)

Memahami Mitsil Menggunakan Bahasa Universal

Pengalaman mengikuti beberapa seminar/ simposium/kongres ilmiah baik secara lokal, regional ataupun internasional telah menyadarkan kami tentang adanya bahasa universal di lingkungan ilmiah. Dan untuk selanjutnya kami sebut BAHASA ILMIAH (scientific language) sebagai bahasa universal. Biasanya istilah bahasa ilmiah ini dinisbatkan kepada ilmu Matematika. Maka dengan menggunakan ilmu matematika ini telah banyak saudara-saudara kita sesama Muslim yang berhasil mengungkapkan banyak informasi keilmuan dari dalam al-Qur’an. Dan dikenallah istilah Matematika al-Qur’an atau Numerik al-Qur’an.
Bahasa ilmiah yang dimaksudkan di sini tidak saya berasal dari ilmu matematika saja, tapi juga berbagai ilmu dasar lainnya yang sudah diakui kebenarannya di kalangan masyarakat ilmiah. Di sini kita menggunakan pemahaman Bahasa Ilmiah untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an sebagai perumpamaan atau mitsil. Sebagai contoh, QS. Al-Hadiid 57:12 berikut ini:
يوم ترى المؤمنين والمؤمنات يسعى نورهم بين أيديهم وبأيمانهم بشراكم اليوم جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها ذلك هو الفوز العظيم
Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang kamu kekal di dalamnya.” Itulah keberuntungan yang banyak.” (QS. Al-Hadiid 57:12)
Ayat 12 surah al-Hadiid di atas, jika dikaitkan dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, kita mendapatkan informasi tentang kondisi mu’minin dan mu’minat ketika memasuki alam akherat kelak. Mereka diberi berita gembira tentang surga yang akan mereka dapatkan adalah keuntungan yang banyak sebagai pahala atas semua amal kebaikan mereka. Tapi tidak ada penjelasan langsung mengenai cahaya apa yang dimaksud dalam “… sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka …”. Apakah “cahaya mereka” itu? Dan kenapa cahaya itu bersinar hanya di hadapan dan sebelah kanan mereka? Apakah cahaya itu berupa sinar pelita?
Di dalam kitab Taisirul alliyatul qadir li ikhtishari tafsir Ibnu Katsir atau Syarah Tafsir Ibnu Katsir yang ditulis oleh Muhammad Nasib ar-Rifa’i disebutkan mengenai tafsir ayat tersebut. Dikatakan oleh Ibnu Mas’ud (riwayat ini turut pula diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir) ketika menafsirkan “… sedang cahaya mereka bersinar di hadapan mereka …”, katanya:
Sesuai dengan amal mereka, akan melintasi jembatan. Di antara mereka ada yang cahayanya seperti gunung. Ada pula yang seperti pohon kurma dan ada pula yang seperti seorang-orang laki normal yang tengah berdiri tegak. Yang paling rendah adalah orang-orang yang cahayanya terdapat pada ibu jari mereka; terkadang bercahaya dan terkadang padam.
Selanjutnya, “… dan cahaya di sebelah kanan mereka …”, adh-Dhahak mengatakan:
Maksudnya, di sebelah kanan mereka terdapat catatan-catatan amal mereka, sebagaimana firman-Nya: فأمّا من ٲوتى كتٰبه بيمينه (maka bagi siapa saja yang dihadirkan kitabnya dari arah kanannya, 84:7). Selanjutnya Allah berfirman, “… pada hari ini ada berita gembira untukmu, surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai …”, yaitu kamu berhak untuk digembirakan dengan surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. “… yang kamu kekal di dalamnya …”, tinggal di sana untuk selama-lamanya. “… itulah keberuntungan yang banyak.”
Pada intinya, ayat tersebut (diikuti ayat-ayat selanjutnya sampai ke ayat 15) mengisahkan keadaan dan dialog orang-orang beriman dan orang-orang munafik di alam akherat. Allah membimbing kaum mu’minin menuju surga menggunakan cahaya yang hanya dapat dilihat oleh mereka, sementara kaum munafiq tidak dapat melihat cahaya itu sehingga mereka tertinggal dan masuk ke neraka.
Sekarang, marilah kita menggunakan mitsil bahasa ilmiah. Di dalam ilmu Biologi, perbedaan laki-laki dan perempuan dilambangkan menggunakan simbol XY untuk laki-laki dan XX untuk perempuan. Untuk sederhananya, Y untuk laki-laki dan X untuk perempuan. Sehingga, “… mukmin laki-laki dan perempuan …” pada ayat 12 ini cukup dilambangkan sebagai Y dan X. Selanjutnya, “… sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka …” berarti ada cahaya di hadapan perempuan (X) dan di sebelah kanan laki-laki (Y). Mengapa tidak di hadapan Y dan di sebelah kanan X? Hal ini diambil mengikuti kaidah umum di dalam al-Qur’an mengenai “urutan pencerminan”.
Urutan pencerminan” yang disebutkan di atas diambil dari cara al-Qur’an menyajikan suatu urutan. Sebagai contoh ada di dalam QS. Ibrahim 14:33.
وسخر لكم الشمس والقمر دآئبين وسخر لكم الليل والنهار
Dan Dia telah menundukkan bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar; dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. “ (QS. 14:33)
Di QS. Ibrahim 14:33 di atas, juga QS. an-Nahl 16:12 dan QS. al-Anbiyaa 21:33, terlihat adanya urutan matahari dan bulan yang diikuti oleh urutan malam dan siang. Kalau urutan yang biasa kita pakai pastilah matahari dan bulan diikuti oleh siang dan malam, karena matahari-siang dan bulan-malam adalah pasangan yang logis. Kedua urutan di dalam al-Qur’an ini selanjutnya disebut dalam “Urutan Pencerminan”, karena urutan matahari-bulan dicerminkan menjadi malam-siang.
Kemudian, dalam ilmu Matematika lambang X dan Y biasa dipakai sebagai simbol suatu variabel. Dalam hal ini, X adalah variabel bebas dan Y adalah variabel terikat (karena nilainya bergantung dari X). Relasi antara X dan Y ini biasa ditampilkan dalam bentuk fungsi persamaan:
Y = f(X)
Persamaan di atas biasa juga ditampilkan dalam bentuk grafik menggunakan sistem koordinat Cartesian yang memiliki dua sumbu koordinat, yaitu sumbu X dan sumbu Y. Seperti pada contoh Gambar 17, terlihat di depan garis sumbu X terdapat titik-titik, demikian pula di sebelah kanan garis sumbu Y juga terdapat titik-titik. Titik-titik inilah yang kemudian dipakai dalam menafsirkan “cahaya” pada QS. al-Hadiid 57:12.
Gambar 17. Cahaya di kanan laki-laki dan depan perempuan
Setelah grafik ini terbentuk, “… pada hari ini ada berita gembira untukmu …”, yaitu kenikmatan “… surga …” atau informasi (karena selama ini kita tidak tahu secara persis seperti apakah surga itu, bukan sesuatu yang pernah dilihat ataupun dibayangkan oleh manusia sebelumnya). Dan informasi ini akan didapat dengan cara “… yang mengalir di bawahnya sungai-sungai …” menghubungkan titik-titik pada grafik tadi sehingga terbentuklah garis-garis seperti aliran sungai-sungai. Maka Gambar 17 pun berubah menjadi Gambar 18.
Gambar 18. Sungai mengalir di antara cahaya
Lalu, “… yang kamu kekal di dalamnya …”, informasi ini bersifat kekal tidak akan berubah. “… Itulah keberuntungan yang banyak”, informasi itu akan memberikan keberuntungan yang banyak, tidak saja keberuntungan di akhirat tapi juga keberuntungan di dunia. Visualisasi (citra) yang terbentuk dari garis-garis tersebut itulah hasil dari penafsiran menggunakan metoda mitsil ini. Untuk memahami arti dari citra tersebut kemudian dikembalikan kepada al-Qur’an.
Citra pada Gambar 17 dan Gambar 18 di atas diperoleh ketika kita ingin mengetahui maksud “ar-rahman” (الرحمن). Maka dicarilah data ayat-ayat dalam al-Qur’an yang memuat kata “ar-rahman”, yaitu ada 48 ayat. Selanjutnya data itupun ditampilkan dalam bentuk table, seperti Tabel 6, selanjutnya diplot ke dalam koordinat kartesian 2 dimensi sehingga didapat Gambar 1 lalu Gambar 2 yang menyerupai seekor (ikan) Paus dengan semburan airnya.
Sesuai dengan perintah Allah untuk kembali kepada-Nya (al-Qur’an) seperti yang disebutkan pada QS. an-Nisaa’ 4:59, lalu kita cari ayat-ayat al-Qur’an yang memuat kata (ikan) Paus.
يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. an-Nisaa’ 4:59)
Ternyata ada empat ayat yang memuat kata ikan (الحوت), yaitu:
  1. QS. al-Kahfi 18:61, “Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu”.
  2. QS. al-Kahfi 18:63, “Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali”.
  3. QS. ash-Shafaat 37:142, “Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela”.
  4. QS. al-Qalam 68:48, “Maka bersabarlah kamu terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam ikan (Yunus) ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah”.
Berdasarkan empat ayat inilah selanjutnya ditafsirkan mengenai makna “ar-rahman”.

Secara garis besar, kesusastraan Arab di bagi menjadi dua bagian, yaitu prosa (an-Natsr) dan puisi (syi’r). Prosa adalah ungkapan atau tulisan yang tidak sama dengan Syi’r, ia tidak terkait dengan wazan atau qafiyah. Salah satu bentuk prosa yang sudah muncul sejak zaman Jahiliyah dahulu adalah Amtsal yang dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan peribahasa.
Peribahasa (amtsal) adalah ungkapan-ungkapan singkat yang bertujuan memberikan pengarahan dan bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak. Amtsal pada Masa Jahiliyyah lebih mengggambarkan bangsa Arab yang hidup dalam keadaan yang penuh dengan kefanatikan terhadap kelompok dan suku. Pencipta amtsal yang terkenal pada masa ini adalah Aksam bin Saifi at-Tamimi, Qus bin Sa’idah al-Iyadi, dan Zuhair bin Abi Sulma.
Amtsal masa Islam lebih menekankan pada hal-hal yang bersifat religius serta erfungsi berdasarkan pada al-Qur’an dan hadits. Tokoh yang terkenal pada masa ini ialah Ali bin Abi Talib dengan karyanya Nahj al-Balaghah. Adapun Amtsal pada masa Abbasiyah dan setelahnya lebih menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan filsafat sosial dan akhlak. Tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Ibnu al-Muqaffa (720-756).
Amtsal tidak hanya berfungsi sebagai sastra atau sebuah hiburan semata, tetapi amtsal juga dapat berfungsi dan sangat berguna dalam dakwah. Oleh karena itu, penulis akan membahashal tersebut dalam makalah singkat yang berjudul “Amtsal Arab dan Indonesia : Seni dan Fungsinya dalam Dakwah”.
1. Pengertian Amtsal
والأمثال هي جمل رصينة موجزة تشير إلى قصة أو حادثة يشبه بها حال الذى حكيت فيه بحال الذى قيلت لأجله
Amtsal digunakan untuk menyerupakan keadaan atau peristiwa tertentu dengan keadaan atau peristiwa asal dimana matsal tersebut . Amtsal adalah kalimat singkat yang diucapkan pada keadaan atau peristiwa tertentu diucapkan.
Dalam sastra Indonesia amtsal ini sama dengan pribahasa atau pepatah. Secara bahasa, Al-Amtsāl merupakan bentuk jamak dari matsala, dalam bentuk matsala, mitsla, matsīl, sama dengan kata Syabaha, Syibha, Syabīh secara lafazh dan ma’na, yang berarti sama, serupa.[1]
Dalam khasanah sastra al-matsal berarti “ Suatu perkataan yang dihikayatkan dan berkembang apa yang dimaksudkan daripadanya, menserupakan keadaan yang dihikayatkan padanya dengan keadaan yang maksud itu dikatakan karenanya. Ini berarti penyerupaan (tasybih) sesuatu dengan sesuatu yang lain.[2]
2. Contoh Amtsal Arab dan Indonesia
Karakteristik amtsal arab yang sangat melekat adalah terkandungnya 4 unsur yaitu, ‘atifah (rasa/jiwa), khayal (imajinasi), fikrah (ide) dan, uslub (gaya bahasa). Di bawah ini terdapat beberapa contoh dari amtsal, di antaranya :

قبل الرمى تملأ الكنائن

“Sebelum memanah penuhi dahulu busur-busur”

Pribahasa di atas memiliki kesamaan dengan pribahasa “Sedia payung sebelum hujan” yang merupakan sebuah pesan agar sebelum bertindak kita haruslah mempersiapkan sesuatu yang berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukan.

ضعف الطالب والمطلوب
“Si peminta dan yang meminta lemah”

Pribahasa di atas merupakan sebuah ungkapan di waktu kita diminta seseorang agar membantunya berupa uang atau bantuan yang lain, pada kita sendiri tidak mempunyai uang atau bantuan yang dapat diberikan.
Diriwayatkan bahwa ada seorang Arab mengutus anaknya untuk mencari untanya yang hilang, namun anaknya tak kunjung pulang, maka pergilah sang ayah untuk mencari anaknya tersebut pada bulan haram, ditengah perjalanan ia bertemu dengan seorang pemuda dan menemaninya, sang pemuda tersebut kemudian berkata: beberapa waktu lalu aku bertemu dengan seorang pemuda dengan ciri-ciri begini dan begini dan aku rampas pedang ini darinya, sang ayah pun berfikir dan melihat pedang tersebut, barulah ia sadar bahwa pemuda inilah yang membunuh anaknya, sang ayah pun menebas pemuda tadi hingga mati, ketika masyarakat mengetahui hal tersebut mereka mengatakan ” mengapa kau membunuh di bulan haram, sang ayah berkata :
سبق السيف العذل
“pedangku telah mendahului celaan kalian.”
Diriwayatkan pula bahwa pada suatu musim panas seorang lelaki tua menikahi gadis muda yang cantik jelita, lelaki tadi memiliki begitu banyak unta dan kambing yang senantiasa memproduksi susu. Akan tetapi wanita ini tidak mencintai lelaki tua itu dan meminta untuk diceraikan, maka mereka pun bercerai. Wanita tadi akhirnya menikah dengan seorang pemuda yang tampan namun miskin, tidak punya kambing apalagi unta, pada musim dingin wanita tadi melihat sekawanan kambing milik lelaki tua mantan suaminya dan memohon agar diberikan susu dari kambing-kambing tersebut, namun lelaki tua itu menolak dan berkata :
الصيف ضيعت اللبن
“Musim panas yang lalu kau telah menyia-nyiakan susu yang aku beri”
Matsal di atas diucapkan kepada seorang yang telah menyia-nyiakan kesempatan dimasa lalu namun kini mengharapnya kembali.
Peribahasa Indonesia sudah sering digunakan oleh masyarakat. Keanekaragaman adat-istiadat, budaya, dan bahasa di negara Indonesia berpengaruh pada perbendaharaan kalimat, yaitu Peribahasa Indonesia. Berikut ini saya akan memberikan beberapa Peribahasa Indonesia beserta arti atau maknanya. Beberapa contoh amtsal atau peribahasa Indonesia:
Menang jadi arang, kalah jadi abu.
Kalah ataupun menang sama-sama menderita.
Bagaikan abu di atas tanggul.
Orang yang sedang berada pada kedudukan yang sulit dan mudah jatuh.
Ada Padang ada belalang, ada air ada pula ikan.
Di mana pun berada pasti akan tersedia rezeki buat kita.
Adat pasang turun naik.
Kehidupan di dunia ini tak ada yang abadi, semua senantiasa silih berganti.
Membagi sama adil, memotong sama panjang.
Jika membagi maupun memutuskan sesuatu hendaknya harus adil dan tidak berat sebelah.
Air beriak tanda tak dalam.
Orang yang banyak bicara biasanya tak banyak ilmunya.
Air tenang menghanyutkan.
Orang yang kelihatannya pendiam, namun ternyata banyak menyimpan ilmu pengetahuan dalam pikirannya.
Air cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga.
Sifat-sifat anak biasanya menurun dari sifat orangtuanya.
Berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi.
Menuntut ilmu hendaknya sepenuh hati dan tidak tanggung-tanggung agar mencapai hasil yang baik.
Sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu jatuh juga.
Sepandai-pandainya manusia, suatu saat pasti pernah melakukan kesalahan juga.
Tong kosong nyaring bunyinya.
Orang sombong dan banyak bicara biasanya tidak berilmu.
Tong penuh tidak berguncang, tong setengah yang berguncang.
Orang yang berilmu tidak akan banyak bicara, tetapi orang bodoh biasanya banyak bicara seolah-olah tahu banyak hal.
Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.
Karena kesalahan kecil, menghilangkan semua kebaikan yang telah diperbuat.
Bagaikan burung di dalam sangkar.
Seseorang yang merasa hidupnya dikekang.
Terbuat dari emas sekalipun, sangkar tetap sangkar juga.
Meskipun hidup dalam kemewahan tetapi terkekang, hati tetap merasa tersiksa juga.
Sakit sama mengaduh, luka sama mengeluh.
Seiya sekata dalam semua keadaan.
Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih.
Segala sesuatu dalam kehidupan bukan manusia yang menentukan.
Barangsiapa menggali lubang, ia juga terperosok ke dalamnya.
Bermaksud mencelakakan orang lain, tetapi dirinya juga ikut terkena celaka.
Jauh di mata dekat di hati
Dua orang yang tetap merasa dekat meski tinggal berjauhan.
Seberat-berat mata memandang, berat juga bahu memikul.
Seberat apapun penderitaan orang yang melihat, masih lebih menderita orang yang mengalaminya.
3. Seni dan Fungsi Amtsal dalam Dakwah
Dakwah adalah pekerjaan atau ucapan untuk mempengaruhi manusia mengikuti Islam.[3] Berbicara mengenai dakwah Islam, maka akan sangat erat kaitannya dengan landasan atau pedoman dalam menjalankannya, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Sangat dipastikan, dalam menyeru suatu kebenaran atau berdakwah, pastinya kita akan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an atu Hadits sebagai dalil penguat dari argumen dan kebenaran yang kita sampaikan.
Sejak permulaannya, Al-Qur’an diturunkan Allah SWT sebagai kitab dakwah. Yakni, ajakan untuk menuju Allah SWT dan mengikuti jejak Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw. Yang berarti, ajakan untuk menaati dan mengikuti ajaran agama Islam yang dikehendaki oleh Allah untuk diikuti oleh manusia. [4]
Al-Qur’an merupakan mukjizat terbesar nabi Muhammad, salah satu sisi kemu’jizatannya yang paling besar adalah strukturnya jika ditilik dari ilmu sastra, isi dan kata yang membangkitkan perasaan dan semangat untuk mengeksplorasi arti dan pesan dibalik strukturnya, dan selalu mengundang para ilmuwan untuk mengkajinya. Tak heran jikalau Al-qur’an ini diturunkan pada bangsa yang begitu mencintai sastra. Sastra merupakan salah satu bentuk kehormatan mereka. Seorang pujangga sangat dihormati dan dikenal di masyarakat luas. Keadaan seperti ini tentulah sangat kondusif untuk berdakwah dengan seni atau sastra. Oleh karena itu, dengan kata lain demi perkembangan agama Islam, sastra Islam harus dilahirkan.
Tradisi menyebarkan agama Islam melalui seni adalah salah satu tradisi yang telah dipraktekkan sejak zaman Rasulullah saw. Pada masa jahiliyah sastra terutama dengan bentuk puisi berkembang dengan subur meskipun orasi juga sangat dikenal. Tetapi dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang amtsal (perumpamaan) dalam Al-qur’an.
Bagaimanapun, jika dakwah kita ingin diterima maka kita harus menyampaikan suatu kebenaran itu dengan cara yang mudah diterima juga. Seperti menyampaikan argumen kebenaran yang diperindah dengan suatu amtsal atau peribahasa, hal itu sangat membantu dalam penerimaan info yang hendak kita sampaikan. Karena hakikatnya, sebuah amtsal adalah sebuah perumpamaan, jadi jika kita menyampaikan sesuatu dengan didukung dengan perumpamaan , maka hal yang kita sampaikan akan menjadi lebih jelas sehingga mudah diterima oleh objek dakwah kita.
Sebagai contoh, firman Allah SWT ;
مثل الذين ينفقون أموالهم فى سبيل الله كمثل حبّة أنبتت سبع سنابل فى كل سنبلة مائة حبّة , والله يضعف لمن يشاء, والله سميع عليم
Artinya ; “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” QS. Al-Baqarah ; 261
Wajhu Syabah pada ayat di atas adalah “pertumbuhan yang berlipat-lipat”. Ada satu tasybihnya adalah kata matsal. Musyabbahnya adalah infaq atau shadaqah di jalan Allah. Sedangkan musyabbah bihnya adalah benih.[5]
Bagian Amsal dalam al-Qur’an dibagi menjadi 3 (tiga) macam, antara lain :[6]
a. Amtsal Musarrahah, adalah yang didalamnya dijelaskan dengan lafadz masal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih. Amsal seperti ini banyak ditemukan dalam al-qur’an, antara lain;
QS. Al-Baqarah [2] ; 17-20
مثلهم كمثل الذى استوقدنارا فلما أضاءت ماحوله, ذهب الله بنورهم وتركهم فى ظلمت لا يبصرون © صم بكم عمى فهم لا يرجعون © أوكصيب من السماء فيه ظلمت ورعد وبرق يجعلون أصبعهم فى ءاذانهم من الصواعق حذر الموت, والله محيط بالكفرين © يكاد البرق يخطف أبصرهم, كلما أضاءلهم مشوفيه وإذا أظلم عليهم قامو, ولوشاءالله لذهب بسمعهم وأبصرهم, إن الله على كل شيئ قدير©
Artinya ; ”Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api , Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta , Maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir,sebab takut akan mati . dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
b. Amtsal Kaminah, yaitu yang didalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil (pemisalan), tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada orang yang serupa dengannya. Untuk masal ini diantaranya:
Ayat-ayat yang senada dengan perkataan ; خير الأمور أوساطها (sebaik-baik urusan adalah pertengahannya), yaitu

قالواادع لنا ربك يبين لنا ما هي, قال إنه يقول إنها بقرة لافارض ولابكر, عوان بين ذلك, فافعلوا ما تؤمرون

Artinya ; mereka menjawab : ”mohonkanlah kepada tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu.” Musa menjawab: ”sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antar itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. QS. Al-Baqarah ; 68

c. Amtsal Mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal. Adapun contohnya sebagai berikut :
”… أليس الصبح بقريب
Artinya ; ”Bukankah subuh itu sudah dekat?.” (QS. Hud ; 81)
”… وعسى أن تكوهو شيئا وهو خيرلكم
Artinya ; ”Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2] ; 216)

Beberapa amtsal atau perumpamaan yang dapat kita gunakan untuk berdakwah:

a. Perumpamaan tentang orang kafir.
QS. Al-Baqarah: 171. QS. Ibrahim: 18. QS. Ali-Imran: 117. QS. Al-Mudatsir:49-50. QS. Huud: 24. QS. Muhammad: 12. QS.
Dalam ayat-ayat tersebut Allah membuat perumpamaan tentang, menyeru Keimanan kepada orang kafir, amalan mereka, harta yang dinafkahkan orang kafir dalam kehidupan dunia, orang kafir yang berpaling dari peringatan Allah, makannya orang kafir didunia.

b. Perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah.
QS. Al-Baqarah, 2: 23, 31. QS. Al-Isra’, 17: 88, 89, 99. QS. Al-Qasas, 28: 48. QS. Al-Anfal, 8: 31.
Ayat-ayat diatas menjelaskan tentang kebenaran akan al-qur’an,dimana ketika al-qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad diragukan, maka datangkanlah satu surat saja sama seperti al-Qur’an, maka mereka(orang-orang yang meragukannya) tidak akan sanggup walaupun dibantu oleh penolong-penolong yang lainnya selain Allah.

c. Perumpamaan tentang kehidupan dunia.
QS. Al-Hadid, 57: 20. QS. Yunus, 10: 24. QS. Al-Kahfi, 18: 45, 109. Dalam ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa kehidupan manusia di dunia sangat singkat digambarkan (diserupakan) dengan waktu turunnya air hujan dari langit yang juga singkat, dan ayat yang lainnya menggambarkan tentang dunia ini hanyalah sebuah permainan yang bersifat sementara dan tidak ada yang kekal didalamnya.

d. Perumpamaan orang yang bersedekah.
QS. Al-Baqarah, 2: 261,264, 265. Dalam ayat-ayat ini Allah mengumpamakan bagi orang-orang yang bersedekah dan menginfakkan hartanya dengak tidak menyebutkan apa yang merekan infakkan allah akan membalas segala kebaikan mereka yang diibaratkan seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai yang setiap tangkai itu ada seratus biji yang tumbuh, begitulah perumpamaan Allah memberikan balasan kepada hambanya yang berinfak dengan ikhlas.

e. Perumpamaan  orang munafik
QS. Al-Baqarah, 2: 17, 26. QS. Al-Ankabut, 29: 41. QS. Muhammad, 47: 1-3. Dalam ayat-ayat ini Allah menceritakan perumpamaan orang-orang Munafik yang menyalakan api disekelilingnya., setelah menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya yang menyinari mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan.

f. Sebaik-baik perkara adalah yang tidak berlebihan, adil dan seimbang
QS. Al-Baqarah, 2: 68. QS. Al-Furqan, 67. QS. Al-Isra: 110. QS. Al-Isra: 29. Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan dengan suatu ungkapan “sebaik-baik perkara adalah tidak berlebihan , adil dan seimbang”

g. Menerima Balasan sesuai apa yang dikerjakan
QS. Al-Mudattsir: 38. QS. Ar-Rahman: 60. QS. Al-Isra; 84. QS. Al-Mukminun: 53. Dalam ayat-ayat tersebut walaupun tidak menggunakan lafazh tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat dalam ayat-ayat tersebut itu berlaku sebagai amtsal. Pada ayat-ayat tersebut Allah mengumpamakan balasan yang diterima seseorang itu sesuai dengan apa yang dikerjakannya.

4. Manfa’at Amtsal
a. Menonjolkan sesuatu yang hanya dapat dijangkau dengan akal menjadi bentuk kongkrit yang dapat dirasakan atau difahami oleh indera manusia.
b. Menyingkapkan hakikat dari mengemukakan sesuatu yang tidak nampak menjadi sesuatu yang seakan-akan nampak.
c. Mengumpulkan makna yang menarik dan indah dalam ungkapan yang padat, seperti dalam amtsal kaminah dan amtsal mursalah dalam ayat-ayat di atas.
d. Memotivasi orang untuk mengikuti atau mencontoh perbuatan baik seperti apa yang digambarkan dalam amtsal
e. Menghindarkan diri dari perbuatan negatif
f. Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati. Dalam Al-Qur’an Allah swt. banyak menyebut amtsal untuk peringatan dan supaya dapat diambil ibrahnya.
g. Memberikan kesempatan kepada setiap budaya dan juga bagi nalar para cendekiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam wadah nilai-nilai universalnya.[7]
KESIMPULAN
Amtsal merupakan salah satu prosa Arab yang dalam bahasa Indonesia disebut peribahasa. Amtsal digunakan untuk menyerupakan keadaan atau peristiwa tertentu dengan keadaan atau peristiwa asal dimana matsal tersebut .
Tradisi menyebarkan agama Islam melalui seni adalah salah satu tradisi yang telah dipraktekkan sejak zaman Rasulullah saw. Pada masa jahiliyah sastra terutama dengan bentuk puisi berkembang dengan subur meskipun orasi juga sangat dikenal.
Bagaimanapun, jika dakwah kita ingin diterima maka kita harus menyampaikan suatu kebenaran itu dengan cara yang mudah diterima juga. Seperti menyampaikan argumen kebenaran yang diperindah dengan suatu amtsal atau peribahasa, hal itu sangat membantu dalam penerimaan info yang hendak kita sampaikan. Karena hakikatnya, sebuah amtsal adalah sebuah perumpamaan, jadi jika kita menyampaikan sesuatu dengan didukung dengan perumpamaan , maka hal yang kita sampaikan akan menjadi lebih jelas sehingga mudah diterima oleh objek dakwah kita.

Tamsil (membuat amtsal) merupakan adalah salah satu metode Al-Qur’an dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatannya. Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang mengandung amtsal.  Jika kita dapat mengambil pelajaran dari tiap-tiap ayat-ayat tersebut dan dapat kita terapkan dalam proses berdakwah sehingga nilai-nilai qur’ani dapat tertanam dalam jiwa, serta memberi manfaat dalam objek dakwah. Amtsal Qur’ani dapat memberikan motivasi pada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini amat penting dalam perkembangan Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar