Dalam Al-Quran banyak kita temui ayat-ayat yang menggunakan gaya bahasa perumpamaan. Baik yang menyangkut peringatan, kabar gembira maupun sindiran terhadap manusia. Bahasa perumpamaan itu digunakan dalam Al-Quran, tidak lain agar manusia selalu ingat terhadap isi pesan yang disampaikan Allah SWT.
Salah satu bahasa perumpamaan itu dapat kita temui dalam QS. Ibrahim: 24-25, ”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seijin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.”
Kalau kita telaah dan renungkan makna perumpamaan ayat tersebut, sungguh agung dan dalam artinya. Yakni pohon yang baik itu tidak lain adalah pohon kurma. Akarnya teguh sebagaimana dasar tauhid yang telah terhunjam ke dalam hati. Cabangnya menjulang tinggi, menandakan bahwa cabang iman, amal shalih dan ihsan adalah akan naik ke atas langit. Demikian pula, laksana pohon kurma yang daun-daunnya tidak jatuh berguguran, maka seorang mukmin diharapkan tidak berubah imannya karena hawa nafsu.
Lebih jauh, sifat pohon kurma ini jika dicabangkan, ia akan bercabang banyak dan tiap cabangnya itu akan berbuah. Begitu pun seorang mukmin jika dididik, maka ia akan terdidik dengan baik. Artinya, bila diperbaiki moral dan akhlaknya, maka ia akan terbentuk dengan baik.
Sementara itu, pohon kurma memiliki madu yang jernih dan minumannya adalah memberi kesembuhan. Hal ini memberi perlambang bahwa seorang mukmin hendaknya ide-idenya adalah memberi kesembuhan dan nasehat-nasehatnya itu laksana obat. Begitu pun dengan kebaikannya terlihat segera, sementara keburukannya begitu jarang nampak.
Akhirnya, tidak berlebihan bila Fudhail bin Iyadh mengatakan, ”Seorang mukmin adalah sedikit bicara, banyak bekerja. Sementara orang munafik adalah banyak bicara dan sedikit beramal
Al-Qur’an Adalah Sebuah Kitab Mitsil
Setiap kitab agama apapun di dunia
ini pastilah ditulis menggunakan huruf tertentu dan bahasa tertentu pula.
Demikian pula dengan al-Qur’an yang ditulis menggunakan huruf dan bahasa Arab.
الر تلك آيات الكتاب المبين, إنا أنزلناه قرآنا عربيا
لعلكم تعقلون, نحن نقص عليك أحسن القصص بما أوحينا إليك هذا القرآن وإن كنت من قبله
لمن الغافلين
“Alif, laam, raa. Ini adalah
ayat-ayat kitab yang nyata (1). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al
Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya (2). Kami menceriterakan
kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Qur’an ini kepadamu, dan
sesungguhnya kamu sebelum-nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui
(3). (QS. Yusuf 12: 1-3)Berdasarkan wahyu Allah di atas, terutama ayat 2, berkembanglah berbagai pemikiran dan pemahaman bahwa satu-satunya cara untuk memahami al-Qur’an adalah dengan menguasai bahasa Arab. Maka berbondong-bondonglah ummat Islam di dunia ini belajar bahasa Arab, termasuk pula mempelajari kebudayaannya. Hal ini menjadi suatu keharusan karena secara “masuk akal”, al-Qur’an yang menggunakan huruf dan bahasa Arab diturunkan di dalam lingkungan masyarakat yang juga berkebudayaan Arab serta penerima wahyu (Nabi Muhammad) yang juga berbangsa Arab. Andaikan al-Qur’an yang berhuruf dan berbahasa Arab diturunkan kepada golongan manusia bukan Arab tentulah tidak akan dimengerti oleh golongan ini dan tidak akan diimani.
ولو نزلناه على بعض الأعجمين, فقرأه عليهم ما كانوا به
مؤمنين
“Dan kalau Al Qur’an itu Kami
turunkan kepada salah seorang dari golongan bukan Arab (198), lalu ia
membacakannya kepada mereka; niscaya mereka tidak akan beriman kepadanya (199).
(QS. Asy-Syu’araa 26:198-199)Karena itu, dalam memahami al-Qur’an kita “dipaksa” menjadi orang Arab. Sehingga tidak jarang terjadi kesenjangan dan perbedaan pemahaman akan isi ayat-ayat al-Qur’an. Salah satu contohnya adalah dalam penggambaran syurga. Dalam menggambarkan atau menceritarakan keindahan dan kenikmatan surga al-Qur’an selalu menyebutkan surga sebagai tempat dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya. Seperti pada QS. Al-Buruuj 85:11.
إن الذين آمنوا وعملوا الصالحات لهم جنات تجري من تحتها
الأنهار ذلك الفوز الكبير
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bagi mereka surga yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Buruuj
85:11)Penggambaran surga dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya tentulah penggambaran yang sangat “dirindukan” oleh bangsa Arab yang hidup di gurun pasir dengan air dan tumbuh-tumbuhan yang terbatas. Sementara bagi orang-orang yang hidup di daerah tropis dengan sungai-sungai yang sangat banyak, yang terkadang meluap dan membanjiri tempat tinggal dan lahan-lahan pertanian, pastilah bukan sesuatu hal yang paling “dirindukan”. Karena pemandangan tersebut adalah pemandangan yang “biasa-biasa” saja.
Contoh perumpamaan / pemisalan / “mitsil” mengenai surga di atas secara implisit menjelaskan bahwa kondisi surga itu seperti suatu “tempat yang kita rindukan” kenikmatan dan keindahannya dan tidak ada di “dunia kita”. Itulah pelajaran yang kita dapatkan dari perumpamaan ini. Dan Allah memang sengaja menuliskan banyak perumpamaan agar manusia mendapat pelajaran.
ولقد ضربنا للناس في هذا القرآن من كل مثل لعلهم يتذكرون
“Sesungguhnya telah Kami
buatkan bagi manusia dalam Al Qur’an ini setiap macam perumpamaan supaya mereka
dapat pelajaran. (QS. Az-Zumar 39:27)Pelajaran dari al-Qur’an itu telah dibuat mudah oleh Allah. Dan Allah telah menjaminnya dengan mengatakannya 4 kali di ayat 17, 22, 32 dan 40 surah al-Qamar.
ولقد يسرنا القرآن للذكر فهل من مدكر
“Dan sesungguhnya telah Kami
mudahkan Al- Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil
pelajaran?” (QS. Al-Qamar 54: 17, 22, 32 dan 40)Berdasarkan contoh kasus di atas, ternyata memang mudah memahami “mitsil” mengenai “surganya bangsa Arab”. Dan ini pun berlaku untuk mitsil-mitsil lainnya, karena Allah telah menuliskan kata matsala (مثل), berikut perubahan-perubahannya, di 130 ayat. Tapi, untuk memahami semua mitsil yang terdapat di dalam al-Qur’an, apakah memang harus selalu menggunakan “kacamata” budaya dan bahasa Arab?
Mitsil untuk Memahami Ayat-ayat Mutasyabihat
Untuk memahami dan menyadari
kapankah saat yang tepat menggunakan metoda mitsil untuk memahami ayat-ayat
al-Qur’an, perhatikanlah QS. Ali Imran 3:7.
هو الذي أنزل عليك الكتاب منه آيات محكمات هن أم الكتاب
وأخر متشابهات فأما الذين في قلوبهم زيغ فيتبعون ما تشابه منه ابتغاء الفتنة
وابتغاء تأويله وما يعلم تأويله إلا الله والراسخون في العلم يقولون آمنا به كل من
عند ربنا وما يذكر إلا أولوا الألباب
“Dia-lah yang menurunkan
Al-Kitab kepada kamu. Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah
pokok-pokok isi Al Qur’an dan yang lain mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang
dalam kalbunya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian
ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari
takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. Dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil
pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Ali
Imran 3:7)Pada QS. Ali Imran 3:7 ini disebutkan bahwa pokok-pokok isi al-Qur’an disebut “muhkamaat”, yang berasal dari kata dasar “hakama” atau hukum. Sementara kita ketahui bersama, bahwa bahasa hukum haruslah memiliki hanya satu arti saja. Tidak boleh ada pemahaman lain selain apa yang tertulis. Sehingga untuk hal-hal “muhkamaat” ini tertutuplah pintu perbedaan pemahaman. Tidak ada pintu untuk perumpamaan atau pemisalan. Semuanya telah jelas secara tekstual. Sehingga ayat-ayat muhkamaat hanya dapat menggunakan “kacamata” budaya dan bahasa Arab saja. Inilah inti dari penjelasan QS. Asy-Syu’araa 26:198-199 yang telah ditampilkan sebelumnya.
Sedangkan kata “mutasyabihat” berasal dari kata “tasyabaha” atau “tasyabuh”, yang artinya mirip/sama/ seperti. Sehingga untuk ayat-ayat “mutasyabihat” sangat terbuka perbedaan pendapat. Pendapat (takwil) yang keluar dari kalbu yang condong kepada kesesatan dapat menimbulkan fitnah karena tidak sesuai dengan takwil yang Allah tetapkan dan hanya Dia yang mengetahui takwil tersebut. Manusia pun diberi ijin oleh Allah untuk mengetahui (mengambil pelajaran) takwil ayat-ayat “mutasyabihat” ini. Tentu saja tidak semua manusia. Hanya u’lul albaab saja, yaitu orang-orang yang mendalam ilmunya dan beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat. Atau, menurut QS. Ali Imran 3:191-194, yaitu orang-orang yang mengingat Allah (beribadah atau beramal) sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi serta menyadari dan mengakui kebesaran Allah di dalam do’a dan perkataannya. Juga menyadari dan mengakui betapa tiada berarti diri mereka dibandingkan dengan Allah sehingga mereka pun beriman seraya memohon ampunan kepada Allah agar terbebas dari siksa neraka.
Karena itulah, untuk mengetahui ayat-ayat mutasyabihat kita wajib menjadi u’lul albaab agar pendapat/takwil kita terhadap ayat-ayat Allah mendapat petunjuk langsung dari Allah berupa ayat-ayat kauniah seperti disebutkan dalam QS. Ali Imran 3:190.
إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات
لأولي الألباب
“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat ayat-ayat bagi
orang-orang yang berakal,” (QS. Ali Imran 3:190)Atau pun berupa al-Hikmah, langsung dari Allah.
يؤتي الحكمة من يشاء ومن يؤت الحكمة فقد أوتي خيرا كثيرا
وما يذكر إلا أولوا الألباب
“Allah menganugrahkan
al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur’an dan As Sunnah) kepada siapa
yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia
benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya u’lul albaab yang
dapat mengambil pelajaran” (QS. al-Baqarah 2:269)
Memahami Mitsil Menggunakan Bahasa Universal
Pengalaman mengikuti beberapa
seminar/ simposium/kongres ilmiah baik secara lokal, regional ataupun
internasional telah menyadarkan kami tentang adanya bahasa universal di
lingkungan ilmiah. Dan untuk selanjutnya kami sebut BAHASA ILMIAH (scientific
language) sebagai bahasa universal. Biasanya istilah bahasa ilmiah ini
dinisbatkan kepada ilmu Matematika. Maka dengan menggunakan ilmu matematika ini
telah banyak saudara-saudara kita sesama Muslim yang berhasil mengungkapkan
banyak informasi keilmuan dari dalam al-Qur’an. Dan dikenallah istilah
Matematika al-Qur’an atau Numerik al-Qur’an.Bahasa ilmiah yang dimaksudkan di sini tidak saya berasal dari ilmu matematika saja, tapi juga berbagai ilmu dasar lainnya yang sudah diakui kebenarannya di kalangan masyarakat ilmiah. Di sini kita menggunakan pemahaman Bahasa Ilmiah untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an sebagai perumpamaan atau mitsil. Sebagai contoh, QS. Al-Hadiid 57:12 berikut ini:
يوم ترى المؤمنين والمؤمنات يسعى نورهم بين أيديهم
وبأيمانهم بشراكم اليوم جنات تجري من تحتها الأنهار خالدين فيها ذلك هو الفوز
العظيم
“Pada hari ketika kamu melihat
orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan
dan di sebelah kanan mereka, “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang kamu kekal di dalamnya.” Itulah
keberuntungan yang banyak.” (QS. Al-Hadiid 57:12)Ayat 12 surah al-Hadiid di atas, jika dikaitkan dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya, kita mendapatkan informasi tentang kondisi mu’minin dan mu’minat ketika memasuki alam akherat kelak. Mereka diberi berita gembira tentang surga yang akan mereka dapatkan adalah keuntungan yang banyak sebagai pahala atas semua amal kebaikan mereka. Tapi tidak ada penjelasan langsung mengenai cahaya apa yang dimaksud dalam “… sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka …”. Apakah “cahaya mereka” itu? Dan kenapa cahaya itu bersinar hanya di hadapan dan sebelah kanan mereka? Apakah cahaya itu berupa sinar pelita?
Di dalam kitab Taisirul alliyatul qadir li ikhtishari tafsir Ibnu Katsir atau Syarah Tafsir Ibnu Katsir yang ditulis oleh Muhammad Nasib ar-Rifa’i disebutkan mengenai tafsir ayat tersebut. Dikatakan oleh Ibnu Mas’ud (riwayat ini turut pula diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir) ketika menafsirkan “… sedang cahaya mereka bersinar di hadapan mereka …”, katanya:
“Sesuai dengan amal mereka, akan melintasi jembatan. Di antara mereka ada yang cahayanya seperti gunung. Ada pula yang seperti pohon kurma dan ada pula yang seperti seorang-orang laki normal yang tengah berdiri tegak. Yang paling rendah adalah orang-orang yang cahayanya terdapat pada ibu jari mereka; terkadang bercahaya dan terkadang padam.”
Selanjutnya, “… dan cahaya di sebelah kanan mereka …”, adh-Dhahak mengatakan:
“Maksudnya, di sebelah kanan mereka terdapat catatan-catatan amal mereka, sebagaimana firman-Nya: فأمّا من ٲوتى كتٰبه بيمينه (maka bagi siapa saja yang dihadirkan kitabnya dari arah kanannya, 84:7). Selanjutnya Allah berfirman, “… pada hari ini ada berita gembira untukmu, surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai …”, yaitu kamu berhak untuk digembirakan dengan surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. “… yang kamu kekal di dalamnya …”, tinggal di sana untuk selama-lamanya. “… itulah keberuntungan yang banyak.”
Pada intinya, ayat tersebut (diikuti ayat-ayat selanjutnya sampai ke ayat 15) mengisahkan keadaan dan dialog orang-orang beriman dan orang-orang munafik di alam akherat. Allah membimbing kaum mu’minin menuju surga menggunakan cahaya yang hanya dapat dilihat oleh mereka, sementara kaum munafiq tidak dapat melihat cahaya itu sehingga mereka tertinggal dan masuk ke neraka.
Sekarang, marilah kita menggunakan mitsil bahasa ilmiah. Di dalam ilmu Biologi, perbedaan laki-laki dan perempuan dilambangkan menggunakan simbol XY untuk laki-laki dan XX untuk perempuan. Untuk sederhananya, Y untuk laki-laki dan X untuk perempuan. Sehingga, “… mukmin laki-laki dan perempuan …” pada ayat 12 ini cukup dilambangkan sebagai Y dan X. Selanjutnya, “… sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka …” berarti ada cahaya di hadapan perempuan (X) dan di sebelah kanan laki-laki (Y). Mengapa tidak di hadapan Y dan di sebelah kanan X? Hal ini diambil mengikuti kaidah umum di dalam al-Qur’an mengenai “urutan pencerminan”.
“Urutan pencerminan” yang disebutkan di atas diambil dari cara al-Qur’an menyajikan suatu urutan. Sebagai contoh ada di dalam QS. Ibrahim 14:33.
وسخر لكم الشمس والقمر دآئبين وسخر لكم الليل والنهار
“Dan Dia telah menundukkan
bagimu matahari dan bulan
yang terus menerus beredar; dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. “ (QS.
14:33)Di QS. Ibrahim 14:33 di atas, juga QS. an-Nahl 16:12 dan QS. al-Anbiyaa 21:33, terlihat adanya urutan matahari dan bulan yang diikuti oleh urutan malam dan siang. Kalau urutan yang biasa kita pakai pastilah matahari dan bulan diikuti oleh siang dan malam, karena matahari-siang dan bulan-malam adalah pasangan yang logis. Kedua urutan di dalam al-Qur’an ini selanjutnya disebut dalam “Urutan Pencerminan”, karena urutan matahari-bulan dicerminkan menjadi malam-siang.
Kemudian, dalam ilmu Matematika lambang X dan Y biasa dipakai sebagai simbol suatu variabel. Dalam hal ini, X adalah variabel bebas dan Y adalah variabel terikat (karena nilainya bergantung dari X). Relasi antara X dan Y ini biasa ditampilkan dalam bentuk fungsi persamaan:
Y = f(X)
Persamaan di atas biasa juga ditampilkan dalam bentuk grafik menggunakan sistem koordinat Cartesian yang memiliki dua sumbu koordinat, yaitu sumbu X dan sumbu Y. Seperti pada contoh Gambar 17, terlihat di depan garis sumbu X terdapat titik-titik, demikian pula di sebelah kanan garis sumbu Y juga terdapat titik-titik. Titik-titik inilah yang kemudian dipakai dalam menafsirkan “cahaya” pada QS. al-Hadiid 57:12.
Gambar 17. Cahaya di kanan laki-laki dan depan perempuan
Setelah grafik ini terbentuk, “… pada hari ini ada berita gembira untukmu …”, yaitu kenikmatan “… surga …” atau informasi (karena selama ini kita tidak tahu secara persis seperti apakah surga itu, bukan sesuatu yang pernah dilihat ataupun dibayangkan oleh manusia sebelumnya). Dan informasi ini akan didapat dengan cara “… yang mengalir di bawahnya sungai-sungai …” menghubungkan titik-titik pada grafik tadi sehingga terbentuklah garis-garis seperti aliran sungai-sungai. Maka Gambar 17 pun berubah menjadi Gambar 18.
Gambar 18. Sungai mengalir di antara cahaya
Lalu, “… yang kamu kekal di dalamnya …”, informasi ini bersifat kekal tidak akan berubah. “… Itulah keberuntungan yang banyak”, informasi itu akan memberikan keberuntungan yang banyak, tidak saja keberuntungan di akhirat tapi juga keberuntungan di dunia. Visualisasi (citra) yang terbentuk dari garis-garis tersebut itulah hasil dari penafsiran menggunakan metoda mitsil ini. Untuk memahami arti dari citra tersebut kemudian dikembalikan kepada al-Qur’an.
Citra pada Gambar 17 dan Gambar 18 di atas diperoleh ketika kita ingin mengetahui maksud “ar-rahman” (الرحمن). Maka dicarilah data ayat-ayat dalam al-Qur’an yang memuat kata “ar-rahman”, yaitu ada 48 ayat. Selanjutnya data itupun ditampilkan dalam bentuk table, seperti Tabel 6, selanjutnya diplot ke dalam koordinat kartesian 2 dimensi sehingga didapat Gambar 1 lalu Gambar 2 yang menyerupai seekor (ikan) Paus dengan semburan airnya.
Sesuai dengan perintah Allah untuk kembali kepada-Nya (al-Qur’an) seperti yang disebutkan pada QS. an-Nisaa’ 4:59, lalu kita cari ayat-ayat al-Qur’an yang memuat kata (ikan) Paus.
يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي
الأمر منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله
واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا
“Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(QS. an-Nisaa’ 4:59)Ternyata ada empat ayat yang memuat kata ikan (الحوت), yaitu:
- QS. al-Kahfi 18:61, “Maka tatkala mereka sampai
ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu
melompat mengambil jalannya ke laut itu”.
- QS. al-Kahfi 18:63, “Muridnya menjawab: “Tahukah
kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka
sesungguhnya aku lupa ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk
menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut
dengan cara yang aneh sekali”.
- QS. ash-Shafaat 37:142, “Maka ia ditelan oleh ikan
besar dalam keadaan tercela”.
- QS. al-Qalam 68:48, “Maka bersabarlah kamu
terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada
dalam ikan (Yunus) ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah”.
Secara garis
besar, kesusastraan Arab di bagi menjadi dua bagian, yaitu prosa (an-Natsr) dan
puisi (syi’r). Prosa adalah ungkapan atau tulisan yang tidak sama dengan Syi’r,
ia tidak terkait dengan wazan atau qafiyah. Salah satu bentuk prosa yang sudah
muncul sejak zaman Jahiliyah dahulu adalah Amtsal yang dalam bahasa Indonesia
biasa disebut dengan peribahasa.
Peribahasa
(amtsal) adalah ungkapan-ungkapan singkat yang bertujuan memberikan pengarahan
dan bimbingan untuk pembinaan kepribadian dan akhlak. Amtsal pada Masa
Jahiliyyah lebih mengggambarkan bangsa Arab yang hidup dalam keadaan yang penuh
dengan kefanatikan terhadap kelompok dan suku. Pencipta amtsal yang terkenal
pada masa ini adalah Aksam bin Saifi at-Tamimi, Qus bin Sa’idah al-Iyadi, dan
Zuhair bin Abi Sulma.
Amtsal masa Islam
lebih menekankan pada hal-hal yang bersifat religius serta erfungsi berdasarkan
pada al-Qur’an dan hadits. Tokoh yang terkenal pada masa ini ialah Ali bin Abi
Talib dengan karyanya Nahj al-Balaghah. Adapun Amtsal pada masa Abbasiyah dan
setelahnya lebih menggambarkan hal-hal yang berhubungan dengan filsafat sosial
dan akhlak. Tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Ibnu al-Muqaffa (720-756).
Amtsal tidak
hanya berfungsi sebagai sastra atau sebuah hiburan semata, tetapi amtsal juga
dapat berfungsi dan sangat berguna dalam dakwah. Oleh karena itu, penulis akan
membahashal tersebut dalam makalah singkat yang berjudul “Amtsal Arab dan
Indonesia : Seni dan Fungsinya dalam Dakwah”.
1. Pengertian
Amtsal
والأمثال هي جمل رصينة موجزة تشير إلى قصة أو حادثة يشبه بها حال الذى
حكيت فيه بحال الذى قيلت لأجله
Amtsal
digunakan untuk menyerupakan keadaan atau peristiwa tertentu dengan keadaan
atau peristiwa asal dimana matsal tersebut . Amtsal
adalah kalimat singkat yang diucapkan pada keadaan atau peristiwa tertentu
diucapkan.
Dalam sastra
Indonesia amtsal ini sama dengan pribahasa atau pepatah. Secara bahasa, Al-Amtsāl
merupakan bentuk jamak dari matsala, dalam bentuk matsala,
mitsla, matsīl, sama dengan kata Syabaha, Syibha, Syabīh secara
lafazh dan ma’na, yang berarti sama, serupa.[1]
Dalam khasanah sastra al-matsal berarti “ Suatu
perkataan yang dihikayatkan dan berkembang apa yang dimaksudkan daripadanya,
menserupakan keadaan yang dihikayatkan padanya dengan keadaan yang maksud itu
dikatakan karenanya. Ini
berarti penyerupaan (tasybih) sesuatu dengan sesuatu yang lain.[2]
2. Contoh Amtsal Arab dan Indonesia
Karakteristik
amtsal arab yang sangat melekat adalah terkandungnya 4 unsur yaitu, ‘atifah
(rasa/jiwa), khayal (imajinasi), fikrah (ide) dan, uslub (gaya bahasa). Di bawah ini terdapat beberapa contoh dari
amtsal, di antaranya :
قبل الرمى تملأ الكنائن
“Sebelum memanah penuhi dahulu busur-busur”
Pribahasa di atas memiliki kesamaan dengan pribahasa “Sedia payung sebelum hujan” yang merupakan sebuah pesan agar sebelum bertindak kita haruslah mempersiapkan sesuatu yang berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukan.
ضعف الطالب والمطلوب
“Si peminta dan yang meminta lemah”
Pribahasa
di atas merupakan sebuah ungkapan di waktu kita diminta seseorang agar
membantunya berupa uang atau bantuan yang lain, pada kita sendiri tidak
mempunyai uang atau bantuan yang dapat diberikan.
Diriwayatkan
bahwa ada seorang Arab mengutus anaknya untuk mencari untanya yang hilang,
namun anaknya tak kunjung pulang, maka pergilah sang ayah untuk mencari anaknya
tersebut pada bulan haram, ditengah perjalanan ia bertemu dengan seorang pemuda
dan menemaninya, sang pemuda tersebut kemudian berkata: beberapa waktu lalu aku
bertemu dengan seorang pemuda dengan ciri-ciri begini dan begini dan aku rampas
pedang ini darinya, sang ayah pun berfikir dan melihat pedang tersebut, barulah
ia sadar bahwa pemuda inilah yang membunuh anaknya, sang ayah pun menebas
pemuda tadi hingga mati, ketika masyarakat mengetahui hal tersebut mereka
mengatakan ” mengapa kau membunuh di bulan haram, sang ayah berkata :
سبق السيف العذل
“pedangku telah mendahului celaan kalian.”
Diriwayatkan
pula bahwa pada suatu musim panas seorang lelaki tua menikahi gadis muda yang
cantik jelita, lelaki tadi memiliki begitu banyak unta dan kambing yang
senantiasa memproduksi susu. Akan tetapi wanita ini tidak mencintai lelaki tua
itu dan meminta untuk diceraikan, maka mereka pun bercerai. Wanita tadi
akhirnya menikah dengan seorang pemuda yang tampan namun miskin, tidak punya
kambing apalagi unta, pada musim dingin wanita tadi melihat sekawanan kambing
milik lelaki tua mantan suaminya dan memohon agar diberikan susu dari
kambing-kambing tersebut, namun lelaki tua itu menolak dan berkata :
الصيف ضيعت اللبن
“Musim panas yang lalu kau telah menyia-nyiakan susu yang aku beri”
Matsal
di atas diucapkan kepada seorang yang telah menyia-nyiakan kesempatan dimasa
lalu namun kini mengharapnya kembali.
Peribahasa
Indonesia sudah sering digunakan oleh masyarakat. Keanekaragaman adat-istiadat,
budaya, dan bahasa di negara Indonesia berpengaruh pada perbendaharaan kalimat,
yaitu Peribahasa Indonesia. Berikut ini saya akan memberikan beberapa
Peribahasa Indonesia beserta arti atau maknanya. Beberapa contoh amtsal atau peribahasa
Indonesia:
Menang
jadi arang, kalah jadi abu.
Kalah ataupun menang sama-sama menderita.
Kalah ataupun menang sama-sama menderita.
Bagaikan
abu di atas tanggul.
Orang yang sedang berada pada kedudukan yang sulit dan mudah jatuh.
Orang yang sedang berada pada kedudukan yang sulit dan mudah jatuh.
Ada
Padang ada belalang, ada air ada pula ikan.
Di mana pun berada pasti akan tersedia rezeki buat kita.
Di mana pun berada pasti akan tersedia rezeki buat kita.
Adat
pasang turun naik.
Kehidupan di dunia ini tak ada yang abadi, semua senantiasa silih berganti.
Kehidupan di dunia ini tak ada yang abadi, semua senantiasa silih berganti.
Membagi
sama adil, memotong sama panjang.
Jika membagi maupun memutuskan sesuatu hendaknya harus adil dan tidak berat sebelah.
Jika membagi maupun memutuskan sesuatu hendaknya harus adil dan tidak berat sebelah.
Air
beriak tanda tak dalam.
Orang yang banyak bicara biasanya tak banyak ilmunya.
Orang yang banyak bicara biasanya tak banyak ilmunya.
Air
tenang menghanyutkan.
Orang yang kelihatannya pendiam, namun ternyata banyak menyimpan ilmu pengetahuan dalam pikirannya.
Orang yang kelihatannya pendiam, namun ternyata banyak menyimpan ilmu pengetahuan dalam pikirannya.
Air
cucuran atap jatuhnya ke pelimbahan juga.
Sifat-sifat anak biasanya menurun dari sifat orangtuanya.
Sifat-sifat anak biasanya menurun dari sifat orangtuanya.
Berguru
kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi.
Menuntut ilmu hendaknya sepenuh hati dan tidak tanggung-tanggung agar mencapai hasil yang baik.
Menuntut ilmu hendaknya sepenuh hati dan tidak tanggung-tanggung agar mencapai hasil yang baik.
Sepandai-pandai
tupai melompat, sekali waktu jatuh juga.
Sepandai-pandainya manusia, suatu saat pasti pernah melakukan kesalahan juga.
Sepandai-pandainya manusia, suatu saat pasti pernah melakukan kesalahan juga.
Tong
kosong nyaring bunyinya.
Orang sombong dan banyak bicara biasanya tidak berilmu.
Orang sombong dan banyak bicara biasanya tidak berilmu.
Tong
penuh tidak berguncang, tong setengah yang berguncang.
Orang yang berilmu tidak akan banyak bicara, tetapi orang bodoh biasanya banyak bicara seolah-olah tahu banyak hal.
Orang yang berilmu tidak akan banyak bicara, tetapi orang bodoh biasanya banyak bicara seolah-olah tahu banyak hal.
Karena
nila setitik, rusak susu sebelanga.
Karena kesalahan kecil, menghilangkan semua kebaikan yang telah diperbuat.
Karena kesalahan kecil, menghilangkan semua kebaikan yang telah diperbuat.
Bagaikan
burung di dalam sangkar.
Seseorang yang merasa hidupnya dikekang.
Seseorang yang merasa hidupnya dikekang.
Terbuat
dari emas sekalipun, sangkar tetap sangkar juga.
Meskipun hidup dalam kemewahan tetapi terkekang, hati tetap merasa tersiksa juga.
Meskipun hidup dalam kemewahan tetapi terkekang, hati tetap merasa tersiksa juga.
Sakit
sama mengaduh, luka sama mengeluh.
Seiya sekata dalam semua keadaan.
Seiya sekata dalam semua keadaan.
Malang
tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih.
Segala sesuatu dalam kehidupan bukan manusia yang menentukan.
Segala sesuatu dalam kehidupan bukan manusia yang menentukan.
Barangsiapa
menggali lubang, ia juga terperosok ke dalamnya.
Bermaksud mencelakakan orang lain, tetapi dirinya juga ikut terkena celaka.
Bermaksud mencelakakan orang lain, tetapi dirinya juga ikut terkena celaka.
Jauh
di mata dekat di hati
Dua orang yang tetap merasa dekat meski tinggal berjauhan.
Dua orang yang tetap merasa dekat meski tinggal berjauhan.
Seberat-berat
mata memandang, berat juga bahu memikul.
Seberat apapun penderitaan orang yang melihat, masih lebih menderita orang yang mengalaminya.
Seberat apapun penderitaan orang yang melihat, masih lebih menderita orang yang mengalaminya.
3. Seni dan Fungsi Amtsal dalam Dakwah
Dakwah
adalah pekerjaan atau ucapan untuk mempengaruhi manusia mengikuti Islam.[3] Berbicara mengenai dakwah Islam, maka akan sangat erat kaitannya dengan
landasan atau pedoman dalam menjalankannya, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Sangat
dipastikan, dalam menyeru suatu kebenaran atau berdakwah, pastinya kita akan
menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an atu Hadits sebagai dalil penguat dari argumen
dan kebenaran yang kita sampaikan.
Sejak permulaannya, Al-Qur’an diturunkan
Allah SWT sebagai kitab dakwah. Yakni, ajakan untuk menuju Allah SWT dan
mengikuti jejak Rasul-Nya, Nabi Muhammad saw. Yang berarti, ajakan untuk menaati
dan mengikuti ajaran agama Islam yang dikehendaki oleh Allah untuk diikuti oleh
manusia. [4]
Al-Qur’an merupakan mukjizat
terbesar nabi Muhammad, salah satu sisi kemu’jizatannya yang paling besar
adalah strukturnya jika ditilik dari ilmu sastra, isi dan kata yang
membangkitkan perasaan dan semangat untuk mengeksplorasi arti dan pesan dibalik
strukturnya, dan selalu mengundang para ilmuwan untuk mengkajinya. Tak
heran jikalau Al-qur’an ini diturunkan pada bangsa yang begitu mencintai
sastra. Sastra merupakan salah satu bentuk kehormatan mereka. Seorang pujangga
sangat dihormati dan dikenal di masyarakat luas. Keadaan seperti ini tentulah
sangat kondusif untuk berdakwah dengan seni atau
sastra. Oleh karena itu, dengan kata lain demi perkembangan agama Islam, sastra
Islam harus dilahirkan.
Tradisi menyebarkan agama Islam
melalui seni adalah salah satu tradisi yang telah dipraktekkan sejak zaman
Rasulullah saw. Pada masa jahiliyah sastra terutama dengan
bentuk puisi berkembang dengan subur meskipun orasi juga sangat dikenal. Tetapi dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang amtsal
(perumpamaan) dalam Al-qur’an.
Bagaimanapun, jika dakwah kita
ingin diterima maka kita harus menyampaikan suatu kebenaran itu dengan cara
yang mudah diterima juga. Seperti menyampaikan argumen kebenaran yang
diperindah dengan suatu amtsal atau peribahasa, hal itu sangat membantu dalam
penerimaan info yang hendak kita sampaikan. Karena hakikatnya, sebuah amtsal
adalah sebuah perumpamaan, jadi jika kita menyampaikan sesuatu dengan didukung
dengan perumpamaan , maka hal yang kita sampaikan akan menjadi lebih jelas
sehingga mudah diterima oleh objek dakwah kita.
Sebagai contoh, firman Allah SWT ;
مثل
الذين ينفقون أموالهم فى سبيل الله كمثل حبّة أنبتت سبع سنابل فى كل سنبلة مائة
حبّة , والله يضعف لمن يشاء,
والله سميع عليم
Artinya
; “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan
(ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya)
lagi Maha Mengetahui.” QS. Al-Baqarah ; 261
Wajhu
Syabah pada ayat di atas adalah “pertumbuhan yang berlipat-lipat”. Ada satu
tasybihnya adalah kata matsal. Musyabbahnya adalah infaq atau shadaqah di jalan
Allah. Sedangkan musyabbah bihnya adalah benih.[5]
Bagian Amsal dalam al-Qur’an dibagi menjadi
3 (tiga) macam, antara lain :[6]
a.
Amtsal Musarrahah, adalah yang didalamnya dijelaskan dengan lafadz masal atau
sesuatu yang menunjukkan tasybih. Amsal seperti ini banyak ditemukan dalam
al-qur’an, antara lain;
QS. Al-Baqarah [2] ; 17-20
مثلهم كمثل الذى استوقدنارا فلما
أضاءت ماحوله, ذهب الله بنورهم وتركهم فى ظلمت لا
يبصرون © صم بكم عمى فهم لا يرجعون © أوكصيب من السماء فيه ظلمت ورعد وبرق يجعلون أصبعهم فى
ءاذانهم من الصواعق حذر الموت,
والله محيط بالكفرين © يكاد البرق يخطف أبصرهم, كلما
أضاءلهم مشوفيه وإذا أظلم عليهم قامو,
ولوشاءالله لذهب بسمعهم
وأبصرهم, إن الله على كل شيئ قدير©
Artinya ; ”Perumpamaan mereka adalah
seperti orang yang menyalakan api , Maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta , Maka
tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). Atau seperti (orang-orang
yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat;
mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara)
petir,sebab takut akan mati . dan Allah meliputi orang-orang yang kafir.
Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu
menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa
mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan
pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala
sesuatu.
b. Amtsal
Kaminah, yaitu yang didalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil
(pemisalan), tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam
kepadatan redaksinya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada
orang yang serupa dengannya. Untuk masal ini diantaranya:
Ayat-ayat yang senada dengan perkataan ; خير الأمور أوساطها (sebaik-baik urusan adalah pertengahannya),
yaitu
قالواادع لنا ربك يبين لنا ما هي, قال إنه يقول إنها بقرة لافارض ولابكر, عوان بين ذلك,
فافعلوا ما تؤمرون
Artinya ; mereka menjawab : ”mohonkanlah
kepada tuhanmu untuk kami, agar dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah
itu.” Musa menjawab: ”sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah
sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antar itu; maka
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. QS. Al-Baqarah ; 68
c. Amtsal
Mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih
secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku sebagai matsal. Adapun
contohnya sebagai berikut :
”… أليس الصبح بقريب”
Artinya ; ”Bukankah subuh itu sudah
dekat?.” (QS. Hud ; 81)
”… وعسى أن تكوهو شيئا وهو خيرلكم”
Artinya ; ”Boleh jadi kamu membenci sesuatu
padahal ia amat baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2] ; 216)
Beberapa amtsal atau perumpamaan
yang dapat kita gunakan untuk berdakwah:
a.
Perumpamaan
tentang orang kafir.
QS.
Al-Baqarah: 171. QS. Ibrahim: 18. QS. Ali-Imran: 117. QS. Al-Mudatsir:49-50.
QS. Huud: 24. QS. Muhammad: 12. QS.
Dalam
ayat-ayat tersebut Allah membuat perumpamaan tentang, menyeru Keimanan kepada
orang kafir, amalan mereka, harta yang dinafkahkan orang kafir dalam kehidupan
dunia, orang kafir yang berpaling dari peringatan Allah, makannya orang kafir
didunia.
b.
Perumpamaan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah.
QS.
Al-Baqarah, 2: 23, 31. QS. Al-Isra’, 17: 88, 89, 99. QS. Al-Qasas, 28: 48. QS.
Al-Anfal, 8: 31.
Ayat-ayat
diatas menjelaskan tentang kebenaran akan al-qur’an,dimana ketika al-qur’an
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad diragukan, maka datangkanlah satu surat
saja sama seperti al-Qur’an, maka mereka(orang-orang yang meragukannya) tidak
akan sanggup walaupun dibantu oleh penolong-penolong yang lainnya selain Allah.
c.
Perumpamaan
tentang kehidupan dunia.
QS.
Al-Hadid, 57: 20. QS. Yunus, 10: 24. QS. Al-Kahfi, 18: 45, 109. Dalam ayat-ayat
tersebut menjelaskan bahwa kehidupan manusia di dunia sangat singkat
digambarkan (diserupakan) dengan waktu turunnya air hujan dari langit yang juga
singkat, dan ayat yang lainnya menggambarkan tentang dunia ini hanyalah sebuah
permainan yang bersifat sementara dan tidak ada yang kekal didalamnya.
d.
Perumpamaan
orang yang bersedekah.
QS.
Al-Baqarah, 2: 261,264, 265. Dalam ayat-ayat ini Allah mengumpamakan bagi
orang-orang yang bersedekah dan menginfakkan hartanya dengak tidak menyebutkan
apa yang merekan infakkan allah akan membalas segala kebaikan mereka yang
diibaratkan seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai yang setiap
tangkai itu ada seratus biji yang tumbuh, begitulah perumpamaan Allah
memberikan balasan kepada hambanya yang berinfak dengan ikhlas.
e.
Perumpamaan
orang munafik
QS.
Al-Baqarah, 2: 17, 26. QS. Al-Ankabut, 29: 41. QS. Muhammad, 47: 1-3. Dalam
ayat-ayat ini Allah menceritakan perumpamaan orang-orang Munafik yang
menyalakan api disekelilingnya., setelah menerangi sekelilingnya, Allah
melenyapkan cahaya yang menyinari mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan.
f.
Sebaik-baik
perkara adalah yang tidak berlebihan, adil dan seimbang
QS. Al-Baqarah, 2: 68. QS. Al-Furqan, 67.
QS. Al-Isra: 110. QS. Al-Isra: 29. Dalam ayat-ayat ini Allah menjelaskan dengan
suatu ungkapan “sebaik-baik perkara adalah tidak berlebihan , adil dan
seimbang”
g.
Menerima
Balasan sesuai apa yang dikerjakan
QS.
Al-Mudattsir: 38. QS. Ar-Rahman: 60. QS. Al-Isra; 84. QS. Al-Mukminun: 53.
Dalam ayat-ayat tersebut walaupun tidak menggunakan lafazh tasybih
secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat dalam ayat-ayat tersebut itu berlaku
sebagai amtsal. Pada ayat-ayat tersebut Allah mengumpamakan balasan yang
diterima seseorang itu sesuai dengan apa yang dikerjakannya.
4. Manfa’at Amtsal
a. Menonjolkan sesuatu yang hanya dapat
dijangkau dengan akal menjadi bentuk kongkrit yang dapat dirasakan atau
difahami oleh indera manusia.
b. Menyingkapkan hakikat dari mengemukakan
sesuatu yang tidak nampak menjadi sesuatu yang seakan-akan nampak.
c. Mengumpulkan makna yang menarik dan
indah dalam ungkapan yang padat, seperti dalam amtsal kaminah dan amtsal
mursalah dalam ayat-ayat di atas.
d. Memotivasi orang untuk mengikuti atau
mencontoh perbuatan baik seperti apa yang digambarkan dalam amtsal
e. Menghindarkan diri dari perbuatan
negatif
f. Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa,
lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan
dan lebih dapat memuaskan hati. Dalam Al-Qur’an Allah swt. banyak menyebut
amtsal untuk peringatan dan supaya dapat diambil ibrahnya.
g. Memberikan kesempatan kepada setiap budaya dan juga
bagi nalar para cendekiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam
wadah nilai-nilai universalnya.[7]
KESIMPULAN
Amtsal
merupakan salah satu prosa Arab yang dalam bahasa Indonesia disebut peribahasa. Amtsal digunakan untuk menyerupakan
keadaan atau peristiwa tertentu dengan keadaan atau peristiwa asal dimana
matsal tersebut .
Tradisi menyebarkan agama Islam melalui seni adalah salah
satu tradisi yang telah dipraktekkan sejak zaman Rasulullah saw. Pada masa jahiliyah sastra terutama dengan
bentuk puisi berkembang dengan subur meskipun orasi juga sangat dikenal.
Bagaimanapun,
jika dakwah kita ingin diterima maka kita harus menyampaikan suatu kebenaran
itu dengan cara yang mudah diterima juga. Seperti menyampaikan argumen
kebenaran yang diperindah dengan suatu amtsal atau peribahasa, hal itu sangat
membantu dalam penerimaan info yang hendak kita sampaikan. Karena hakikatnya,
sebuah amtsal adalah sebuah perumpamaan, jadi jika kita menyampaikan sesuatu
dengan didukung dengan perumpamaan , maka hal yang kita sampaikan akan menjadi
lebih jelas sehingga mudah diterima oleh objek dakwah kita.
Tamsil (membuat amtsal) merupakan
adalah salah satu metode Al-Qur’an dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan
segi-segi kemukjizatannya. Banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang mengandung
amtsal. Jika kita dapat mengambil pelajaran dari tiap-tiap ayat-ayat
tersebut dan dapat kita terapkan dalam proses berdakwah sehingga nilai-nilai
qur’ani dapat tertanam dalam jiwa, serta memberi manfaat dalam objek dakwah. Amtsal Qur’ani dapat memberikan motivasi
pada pendengarnya untuk berbuat amal baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini
amat penting dalam perkembangan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar