Total Tayangan Halaman

Sabtu, 07 November 2015

MSI Firqah Nahdatul Ulama Oleh Ridwan, MA

Resume: Sirajudin Abbas, I’tikad Ahlussunnah Wal Jamah (Jakarta: Pustaka Tarbiyah Baru,  2006), h. 174
Nama         : Drs. M. Yunus                Mahasiswa      PPs      :  Pendidikan Islam II
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam          

Konsep Ijtihad menurut NU

Di antara pengertian ijtihad yang sering dikemukakan adalah para ulama fikih / ushul fikih adalah definisi al-Gazali, yaitu; “Pengerahan kemampuan secara maksimal seorang mujtahid dalam rangka memperoleh pengetahuan tentang hukum-hukum syara’”.
Dari definisi tersebut setidaknya mengandung tiga unsur ijtihad, yaitu; pertama Pengerahan segenap kemampuan yang berijtihad merupakan usaha jasmani rohani, tenaga fikiran, waktu maupun biaya dan bukan upaya ala kadarnya. Kedua Seorang mujtahid mengandung arti bahwa ijtihad hanya menggunakan dan boleh dilakukan oleh seseorang yang telah memenuhi persyaratan tertentu, sehingga mencapai level mujtahid dan bukan sembarang orang. Ketiga Guna memperoleh pengetahuan tentang hukum-hukum syara’ mengandung arti bahwa capaian ijtihad adalah ketentuan hukum yang menyangkut tingkah manusia dalam kaitannya dengan pengalaman ajaran agama.
Sebahagian dari mereka berpendpat ijtihad adalah mencurahkan kemampuan dalam mendapatkan hukum-hukum syara’ yang bersifat zanni, sehingga dirinya tidak mampu lagi mengupayakan yang lebih dari itu.
Dari beberapa definisi ijtihad konsepsi NU, dapat dipahami bahwa ijtihad dalam bidang hukum Islam adalah pengerahan kemampuan intelektual secara optimal untuk mendapatkan hukum suatu permasalahan pada tingkat zanni.
Al-Syaukani mendefinisikan ijtihad bahwa: Mengerahkan segenap kemampuan dalam mendapatkan hukum syara’ yang praktis dengan menggunakan metode istinbat.
Dari defenisi al-Syaukani ada satu penekanan mengenai cara berijtihad, yaitu dengan cara istinbat yang pengertiannya mendalami, mengkaji suatu lafaz untuk dikeluarkan atau ditetapkan hukumnya. Hal ini berarti bahwa menetapkan hukum dari suatu nash yang secara jelas telah menunjuk suatu hukum tidak bisa dinamakan suatu ijtihad. Jadi intinya adalah lapangan ijtihad adalah masalah yang tidak jelas penunjukan hukumnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, ijtihad adalah suatu usaha maksimal, Ijtihad harus (dan hanya dapat) dilakukan oleh orang yang ahli, Lapangan ijtihad adalah hukum syara’, Ijtihad harus ditempuh melalui cara istinbat, dan Status hukum dari hasil ijtihad adalah zanni.

Motivasi berijtihad telah ada sejak pada masa nabi, hal ini terbukti dengan adanya beberapa riwayat tentang bolehnya berijtihad sebagai contoh: Diriwayatkan dari ‘Amr bin al-‘As bahwasanya dia pernah mendengar Rasulullah saw., bersabda: apabila seorang hakim hendak memutuskan (suatu perkara) lalu berijtihad, kemudian ijtihadnya itu benar, maka dia mendapatkan dua pahala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar