Total Tayangan Halaman

Sabtu, 07 November 2015

PEMIKIRAN ISLAM DI INDONESIA KONSEP DAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL Oleh Ridwan, MA

MAKALAH

Dosen Pembimbing
Pof. Dr. H. Misri A. Muchsin, MA

Disusun Oleh:


RIDWAN
Mahasiswa Pasca Sarjana
Jurusan Pendidikan Islam II
NIM. 23111303-2 


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Istilah “Islam Moderat” akhir-akhir ini sering kita jumapai dalam banyak tulisan. Dalam bahasa Arab Medern padanan kata moderat atau mederasi adalah Wasat atau Wasatiyya. Istilah “Mutawasit” kadang-kadang juga dipakai Islam Moderat, dalam bahasa Arab, medern disebut Al-Islam Al-Wasat. Moderasi Islam diungkapkan Wasatiyyah Al Islam.[1]
Dalam penggunaan yang umum saat ini istilah Islam moderat diperlawankan dengan istilah lain, yaitu islm radikal. Islam moderat, dalam pengertian yang lazim kita kenal sekarang adalah corak pemahaman yang menolak cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh kalangan lain yang menganut model Islam radikal. Tawfik Hamid seorang mantan kelompok Islam radikal di Mesir, Aljamaah AlIslamiyyah, mendefenisikan Islam moderat yang menolak secara tegas hukum-hukum agama yang membenarkan kekerasan dan diskriminasi.
Hakim menyebut secara spesifik dalam agama yang ia anggap sebagai pembenar tindakan kekerasan, seperti hukuman mati bagi orang yang murtad, misalnya; defenisi hakim tentang Islam moderat ini, bagi sebagian umat Islam menganggap terlalu liberal sebab menganjurkan oto-kritik terhadap hukum-hukum dalam Islam yang dianggap tak lagi relefan saat ini.[2]

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Islam Liberal
Islam moderat lebih mementingkan ijtihaj dalam pengertian yang lebih luas, yaitu kebebasan berpendapat (dengan tetap bersandar pada sumber yang utama dalam Islam Al-Qur’an dan Hadist), sementara yang Kedua lebih menekankan konsep jihad (perang suci).[3]
Uniknya banyak kalangan Islam modern untuk mengayitkan konsep Islam moderat ini dengan konsep wasat yang ada dalam Qur’an. Lebih mendunia lagi diusung bendera Islam Liberal. Sebut saja muslim modern menunjukkan watak dasar Islam dengan tafsir kontektual sebagai agama yang tengah-tengah medernisasi dan kemajemukan umat, yaitu Al-Baqarah 2: 143 yang artinya “Dan demikianlah Aku (Tuhan) jadikan kalian umat yang “Wasat” (adil, tengah-tengah, terbaik) agar kalian menjadi saksi (Syuhada) bagi semua manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi (syahid) juga atas kalian”.[4]
Kata wasat dalam ayat di atas, jika merujuk pada tafsir klasik seperti Al Tabari atau Al-Radhi mempunyai tiga kemungkinan pengertian; umat yang adil, Tengah-tengah atau terbaik. Ketiga pengertian itu pada dasarnya saling berkaitan.
Uniknya kosep wasat dalam ayat itu dikaitkan dengan konsep lain, yaitu “Syahadat” atau konsep kesaksian yang berarti tugas yang dipikul umat Islam untuk meluruskan sikap-sikap ekstrim yang ada pada dua kelompok agama.
Dengan bendera liberal menyuarakan Islam merdeka, islam pembebasan, Islam pembaharuan dan lain-lain membangaun tiga konsep pemikiran dasar, yaitu Pertama  prinsip kebebasan individu. Kedua prinsip kontrak sosial. Ketiga prinsip masyarakat pasaran bebas. Keempat perinsip meyakini wujudnya Pluraliti Sosio Kultural dan Politik Masyarakat.[5]

B.     Sekilas Sejarah Islam Liberal Dunia
Islam liberal menurut Charles Kurzman muncul sekitar abad ke-18 ketika kerajaan Turki Utsmaniyah Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal (India) berada diambang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan permurnian, kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah.
Pada saat ini muncullah tunas fahaman liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya “Islam harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan keperluan penduduknya”. Hal ini juga terjadi di kalangan Syi'ah. Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani membuka pintu ijtihad.
Rifa'ah Rafi' al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropah dalam pendidikan Islam. Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekular ke dalam kurikulum pendidikan Islam.[6]
Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) yang memujuk kaum muslimin agar bekerjasama dengan penjajah Inggeris. Pada tahun 1877 dia membuka kelas pengajian yang kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920).
Sementara Syed Amir Ali (1879-1928) melalui buku "The Spirit of Islam" berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal dalam Islam sepertimana yang dipuja di Inggeris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahawa Nabi Muhammad adalah Pelopor Agung Rasionalisme.[7]
Di Mesir muncullah Muhamad Abduh (1849-1905) yang banyak mengangkat pemikiran mu'tazilah dalam menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865-1908) kaki tangan Eropah dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir al-Mar'ah (Emansipasi Wanita). Lalu muncul Ali Abd Raziq (1888-1966), yang menentang sistem khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik kerana Muhammad hanyalah pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullah (1926-1997) yang mengatakan bahawa yang dikehendaki oleh Al-Qur’an hanyalah sistem demokrasi dan tidak yang lain.[8]
Di Algeria muncul Muhammed Arkoun (lahir 1928) yang menetap di Perancis. Dia memulai tafsiran Al-Qur’an model baru yang berdasarkan kepada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena tanda), Antropologi (kajian sosio-budaya masyarakat), Falsafah (pemikiran) dan Linguistik (bahasa). Intinya dia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu­-ilmu pengetahuan Barat modern, ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan keanekaragaman pemikiran di luar Islam.
 Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan menjadi pengarah di Universiti Chicago. Ia mempelopori tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan Al-Qur’an itu mengandung dua aspek, yaitu; Peraturan spesifik dan idea moral.[9]





[1] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawaban, (Jakarta: Gema Insani, 2006), h. 2

[2] Tarmizi Taher, Berislam Secara Moderat, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2007), h. 200
[3] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam Liberal… h. 3

[4] Agus Mustofa, Membonsai Islam, (Surabaya: Padma Press, 2006), h. 55
[5] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam Liberal…h. 4
[6] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam Liberal…h. 5

[7] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam Liberal…h. 6
[8] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam Liberal…h. 7
[9] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam Liberal…h. 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar