MAKALAH
Dosen Pembimbing
Pof. Dr. H.
Misri A. Muchsin, MA
Disusun Oleh:
RIDWAN
Mahasiswa Pasca Sarjana
Jurusan Pendidikan Islam II
NIM. 23111303-2
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA
ACEH
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Istilah “Islam Moderat” akhir-akhir ini sering kita
jumapai dalam banyak tulisan. Dalam bahasa Arab Medern padanan kata moderat
atau mederasi adalah Wasat atau Wasatiyya. Istilah “Mutawasit” kadang-kadang
juga dipakai Islam Moderat, dalam bahasa Arab, medern disebut Al-Islam
Al-Wasat. Moderasi Islam diungkapkan Wasatiyyah Al Islam.[1]
Dalam penggunaan yang umum saat ini istilah Islam
moderat diperlawankan dengan istilah lain, yaitu islm radikal. Islam moderat,
dalam pengertian yang lazim kita kenal sekarang adalah corak pemahaman yang
menolak cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh kalangan lain yang menganut
model Islam radikal. Tawfik Hamid seorang mantan kelompok Islam radikal di
Mesir, Aljamaah AlIslamiyyah, mendefenisikan Islam moderat yang menolak secara
tegas hukum-hukum agama yang membenarkan kekerasan dan diskriminasi.
Hakim menyebut secara spesifik dalam agama yang ia
anggap sebagai pembenar tindakan kekerasan, seperti hukuman mati bagi orang
yang murtad, misalnya; defenisi hakim tentang Islam moderat ini, bagi sebagian
umat Islam menganggap terlalu liberal
sebab menganjurkan oto-kritik terhadap hukum-hukum dalam Islam yang dianggap
tak lagi relefan saat ini.[2]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Islam Liberal
Islam moderat lebih mementingkan ijtihaj dalam
pengertian yang lebih luas, yaitu kebebasan berpendapat (dengan tetap bersandar
pada sumber yang utama dalam Islam Al-Qur’an dan Hadist), sementara yang Kedua lebih menekankan konsep jihad
(perang suci).[3]
Uniknya banyak kalangan Islam modern untuk mengayitkan
konsep Islam moderat ini dengan konsep wasat yang ada dalam Qur’an. Lebih
mendunia lagi diusung bendera Islam Liberal. Sebut saja muslim modern
menunjukkan watak dasar Islam dengan tafsir kontektual sebagai agama yang
tengah-tengah medernisasi dan kemajemukan umat, yaitu Al-Baqarah 2: 143 yang
artinya “Dan demikianlah Aku (Tuhan) jadikan kalian umat yang “Wasat” (adil,
tengah-tengah, terbaik) agar kalian menjadi saksi (Syuhada) bagi semua manusia
dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi (syahid) juga atas kalian”.[4]
Kata wasat dalam ayat di atas, jika merujuk pada tafsir
klasik seperti Al Tabari atau Al-Radhi mempunyai tiga kemungkinan pengertian; umat
yang adil, Tengah-tengah atau terbaik. Ketiga
pengertian itu pada dasarnya saling berkaitan.
Uniknya kosep wasat dalam ayat itu dikaitkan dengan
konsep lain, yaitu “Syahadat” atau konsep kesaksian yang berarti tugas yang
dipikul umat Islam untuk meluruskan sikap-sikap ekstrim yang ada pada dua
kelompok agama.
Dengan bendera liberal menyuarakan Islam merdeka, islam
pembebasan, Islam pembaharuan dan lain-lain membangaun tiga konsep pemikiran
dasar, yaitu Pertama prinsip kebebasan individu. Kedua prinsip kontrak sosial. Ketiga prinsip masyarakat pasaran bebas.
Keempat perinsip meyakini wujudnya
Pluraliti Sosio Kultural dan Politik Masyarakat.[5]
B.
Sekilas Sejarah Islam
Liberal Dunia
Islam liberal menurut Charles Kurzman
muncul sekitar abad ke-18
ketika kerajaan Turki Utsmaniyah Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal (India) berada diambang
keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan
permurnian, kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah.
Pada saat ini muncullah tunas
fahaman liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya “Islam harus
mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan keperluan penduduknya”. Hal ini
juga terjadi di kalangan Syi'ah. Muhammad Bihbihani (Iran, 1790) mulai berani membuka pintu
ijtihad.
Rifa'ah Rafi' al-Tahtawi (Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropah dalam pendidikan Islam.
Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara, 1827-1897) memasukkan mata pelajaran
sekular ke dalam kurikulum pendidikan Islam.[6]
Di India muncul Sir Sayyid
Ahmad Khan (1817-1898)
yang memujuk kaum muslimin agar bekerjasama dengan penjajah Inggeris. Pada
tahun 1877 dia membuka kelas pengajian yang kemudian menjadi Universitas
Aligarh (1920).
Sementara Syed Amir Ali (1879-1928) melalui buku "The Spirit of Islam"
berusaha mewujudkan seluruh nilai liberal dalam Islam sepertimana yang dipuja
di Inggeris pada masa Ratu Victoria. Amir Ali memandang bahawa Nabi Muhammad
adalah Pelopor Agung Rasionalisme.[7]
Di Mesir muncullah Muhamad Abduh (1849-1905) yang banyak mengangkat pemikiran
mu'tazilah dalam menafsirkan Islam dengan cara yang bebas dari pengaruh salaf.
Lalu muncul Qasim Amin (1865-1908) kaki tangan Eropah dan pelopor emansipasi wanita,
penulis buku Tahrir al-Mar'ah (Emansipasi Wanita). Lalu muncul Ali Abd Raziq (1888-1966), yang menentang sistem khilafah,
menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik kerana Muhammad hanyalah
pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad Khalafullah (1926-1997) yang mengatakan bahawa yang
dikehendaki oleh Al-Qur’an hanyalah sistem demokrasi dan tidak yang lain.[8]
Di Algeria muncul Muhammed Arkoun
(lahir 1928) yang menetap
di Perancis. Dia memulai tafsiran Al-Qur’an model baru yang berdasarkan kepada
berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika (ilmu tentang fenomena
tanda), Antropologi (kajian sosio-budaya masyarakat), Falsafah (pemikiran) dan
Linguistik (bahasa). Intinya dia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu-ilmu
pengetahuan Barat modern, ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam
dengan keanekaragaman pemikiran di luar Islam.
Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang menetap di Amerika dan
menjadi pengarah di Universiti Chicago. Ia mempelopori tafsir
konstekstual,
satu-satunya model tafsir yang adil dan terbaik menurutnya. Ia mengatakan Al-Qur’an
itu mengandung dua aspek, yaitu; Peraturan spesifik dan idea moral.[9]
[1] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam
Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawaban, (Jakarta: Gema
Insani, 2006), h. 2
[2] Tarmizi Taher, Berislam
Secara Moderat, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2007), h. 200
[3] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam
Liberal… h. 3
[4] Agus Mustofa, Membonsai
Islam, (Surabaya: Padma Press, 2006), h. 55
[6] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam
Liberal…h. 5
[8] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam
Liberal…h. 7
[9] Adian Husainidan Nuim Hidayat, Islam
Liberal…h. 8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar