Total Tayangan Halaman

Minggu, 08 Mei 2016

Catatan Luka Mengungsi di Negeri Sendiri, Perjuangan Ustaz Lolos dari pembantaian setelah Ribuan luka Penyiksaan


Umat Islam sarungkan pedang, tapi mereka tidak kenal ampun jadi korban pembantaian. riwayat pembantaian Umat Islam Maluku Th. 1999 (Idul Fitri Berdarah), selanjutnya meneruskan pembantaiannya lebih dahsyat pada Umat Islam di Poso (Tahun 2000), Beberapa ratus Nyawa Melayang di Pesantren Wali Songo.

Berita duka dari Desa Togolu, Kecamatan Lage, Poso, demikian menggetarkan hati semuanya warga. Beberapa ratus nyawa sudah melayang di pesantren Wali Songo yang terdapat di wilayah itu, belum lagi mereka yang luka-luka serta melarikan diri penuh dengan ketakutan. Demikianlah kesaksian Nyonya Ani, istri komandan Kodim 1307 Poso.

" Mayat yang telah teridentifikasi sekitaran 200 orang, " sekian Nyonya Ani menerangkan.

Sesaat, Kantor Berita Pada menjelaskan, beberapa ratus penghuni pesantren Wali Songo di Km. Sembilan (Desa Togolu) Kecamatan Lage Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, " hilang " serta disangka kuat lari menyelamatkan diri waktu Grup perusuh lakukan penyerangan tanggal 28 Mei 2000.

Beberapa saksi mata yang didapati Pada di Palu serta Poso--205km timur Palu Senin menyampaikan, penyerangan grup perusuh hari Minggu itu di pondok pesantren itu menyebabkan banyak korban tewas, tetapi sebagian salah satunya berhasil menyelamatkan diri lari ke bebrapa hutan di sekitaran pasantren itu.

Disiksa Dahulu Sebelumnya Di Bunuh

Beberapa saksi mata tak merinci jumlah korban yang dibantai ditempat itu, tetapi mereka memprediksi beberapa besar dari beberapa puluh mayat yang tenggelam di Sungai Poso yaitu penghuni pondok pesantren Wali Songo.

Bahkan juga salah seseorang aparat keamanan setempat menyampaikan lima dari beberapa puluh mayat penuh bacokan sekujur badannya serta terikat jadi satu yang diketemukan mengapung di Sungai Poso peluang yaitu penghuni pondok pesantren itu.

Komandan Kodim 1307 Poso Letkol Inf Budiardjo pada Pada di Poso Senin, waktu mengikuti Pangdam VII/Wirabuana Mayjen TNI Slamet Kirbiantoro menyampaikan, belum bisa meyakinkan nasib beberapa ratus penghuni pesantren itu.

Tetapi ia membetulkan kalau bila merujuk pada laporan stafnya di lapangan memanglah benar berlangsung penyanderaan serta pembantaian di pesantren Wali Songo.

Pasukan TNI yang tergabung dalam " Operasi Cinta Damai' saat ini repot menghimpun bukti-bukti pembantaian di sekitaran pesantren itu serta menurut Dandim Budihardjo bakal selekasnya ditindak-lanjuti sesudah pihak TNI lakukan operasi pembersihan di lokasi itu.

Budiardjo menyampaikan TNI-Polri juga masihlah lakukan penyelidikan intensif pada mayat-mayat yang belum diidentifikasi petugas sekalipun beberapa besar telah dikuburkan di pemakaman Tegal Rejo.

Saat di tanya jumlah mayat yang diketemukan petugas di Pesantren Wali Songo, Budiardjo menyampaikan belum tahu tentu sebab setiap ada mayat yang diketemukan sesudah dirawat seadanya segera dimakamkan.

Korban Pembantaian

" Saya memprediksi mayat-mayat yang diketemukan tenggelam di Sungai Poso datang dari sana (Pesantren Wali Songo) sebab tempat pasantren itu ada dibagian hulu Sungai Poso, " katanya.

Berdasar pada data sesaat, jumlah mayat yang diketemukan Masyarakat telah meraih 146 sosok serta 60 sosok salah satunya diketemukan masyarakat mengambang di Sangai Poso, serta yang lain diketemukan masyarakat di tiga titik bentrokan, yaitu Kelurahan Sayo, Kelurahan Mo'engko serta Desa Malei di pinggir selatan kota Poso.

Wartawan Pada melaporkan dari Poso kalau sampai hari Senin di tempat pasantren itu masihlah tercium bau bangkai. Bau begitu menyengat juga tercium di selama poros jalan Poso-Parigi di Kecamatan Poso Pesisir terlebih di daerah rawa yang ditumbuhi banyak pohon sagu.

Panglima Kodam VII Wirabuana, Mayjen TNI Slamet Kirbiantoro menyampaikan kalau pihaknya telah memerintahkan Kodim Poso untuk mengusut selesai masalah pembataian di pesantren Wali Songo itu.

" Saya sudah memerintahkan Dandim 1307 Poso (Letkol Inf Budihardjo) untuk mengusut selesai masalah ini, " kata Jenderal berbintang dua itu.

Cerita Pengasuh Ponpes Wali Songo Poso Yang Selamat Diikat serta Disiksa, Lolos Melalui Sungai

Masalah pertikaian di Poso bukan sekedar membawa korban serta kerugian materil, namun juga jadi beban orang-orang lain yg tidak berdosa. Tersebut narasi yang dihidangkan dalam gaya bertutur dari dua pengasuh Pondok Pesantren Wali Songo, Ilham (23) yang selamat dari penyanderaan, sesudah Pondok Pesantren (Ponpes) Wali Songo dibumihanguskan.

PADA waktu itu hari Kamis (1/6) kami masihlah ada di rimba berbarengan adik-adik (santri, red) yang lain. Sesudah di tangkap, mereka memisahkan kami. Wanita jalan selalu, sedang kami diminta tetaplah tinggal di hutan.

Sesudah adik-adik santri serta ibu-ibu pergi, kami semuanya diminta buka pakaian. Tangan kami diikat satu per satu. Jumlah kami waktu itu ada 28 orang, menurut hitungan mereka (penyandera, red). Terbagi dalam enam orang dari pesantren serta masyarakat umum.

Sesudah diikat dengan tali nilon, kabel atau sabut kelapa, kami digandeng setiapLIMA ORANG. Saya sendiri diikat tiga ikatan. Kami digiring jalan melalui rimba, tembus di satu desa Lembomao. Disana kami berhenti sebentar. Mereka sepertinya memanggil pemimpinnya. Waktu itu juga pemimpinnya keluar serta memerintahkan anggotanya untuk membawa.

Kami digiring lagi jalan melalui jembatan gantung tembus di desa Ranononcu, selalu dibawa ke Baruga. Disana kami disiksa dalam kondisi berdiri, berbanjar bikin dua barisan. Kemudian tangan kami ditambah ikatannya. Saya sendiri diikat dengan tali sabut kelapa lalu ditambah dengan tali nilon warna biru, lalu diikat dengan kabel.

Kemudian kami disiksa begitu sadis. Tubuh kami iris-iris, ditendang, dipukul, pokoknya telah semua jenis penyiksaan, ada yang dipukul dengan gagang pedang, ada yang dengan popor senjata. Saya telah tidak paham lagi dengan alat apa semuanya yang mereka pakai memukul kami.

Sesudah disiksa mereka keluarkan pertanyaan pada kami. pertanyaan pertama. Siapa yang tahu mengaji? Pertanyaan ke-2 siapa guru mengaji? Serta yang ketiga, siapa yang pernah naik mimbar, serta pertanyaan ke empat, siapa yang imam. Ketika itu, kami tak ada yang mengakui.

Luka Akibat Siksaan
Sesudah disiksa, sebagian tubuh kami iris serta sesudah di taruh tanah, disiram air panas. Sekitaran lebih kurang dua jam kami disiksa ditempat itu, kami dinaikkan ke mobil. Mereka tujukan ke arah atas. Menurut penilaian kami waktu itu ke arah Desa Togolu. Hingga di situ mereka giring ke tepi kuala Poso.

Hingga di pinggir kuala kami diminta turun. Saya sendiri loncat dari mobil itu. Saya lihat rekan saya telah dibacok satu orang. Serta waktu itu, saya segera memutuskan, lari menuju kuala itu yang jaraknya lebih kurang 10 mtr..

Sebelumnya kami turun dari mobil, mereka telah berdiri untuk melindungi kami di tepi kuala itu. Yang anehnya untuk saya. Mungkin saja telah gerakan Allah, ketika saya lari diantara mereka tak ada yang bergerak.

Sekitaran satu mtr. lagi dari pinggir kuala, saya telah terjun. Serta mendadak ikatan yang mengikat tangan saya lepas. Sesudah saya terjun ke kuala baru mereka mengambil gerakan. Ada yang menembak, namun alhamdulillah -saya berenang, nampak lagi untuk mengambil nafas sedikit, mereka menembak lagi. Menyelam lagi saya, hingga waktunya sekitaran satu menit, baru saya hingga ke seberang kuala, dalam keadaan tubuh saya yang telah teriris-iris.

Sesudah saya hingga, saya segera naik ke daratan. Lari ke rimba. Saya prediksikan serta lihat mereka tak terlihat lagi, saya balik ke kuala. Saya masuk melebur kembali mencari tempat yang aman - memperoleh tepi kuala, ada rumput yang tutup. Saya masuk di semak-semak rumput itu. Tubuh saya 1/2 di air, 1/2 diatas.

Mayat Korban Pembantaian Di Buang Ke Sungai

Serta waktu itu mereka mengadakan pencarian pada saya. Mereka melalui, saya saksikan mereka. Namun mereka tak lihat saya. Ketika itu waktunya, saya prediksikan jam 04. 00 sore. Sekitaran dua jam saya merendam di kuala, untuk menanti saat malam.

Sesudah malam, saya naik ke darat untuk mengambil alat renang. Saya cabut pohon pisang. Sesudah saya cabut, saya segera buang ke kuala, saya pakai untuk menolong berenang. Baru sekitaran 10 mtr. saya berenang, mereka telah hadang di depan dengan senternya yang demikian jelas. Saya lihat senter mereka itu seperti senter mobil. Jadi mustahil gunakan baterei, mungkin saja telah menggunakan accu (aki, red) atau alat mutakhir lain.

Ketika itu saya bebaskan pohon pisang yang saya gunakan. Saya menyeberang kembali, mendekati kembali pinggir kuala itu. Kemudian mendadak saya saksikan ada tiga orang yang melalui kuala. Mungkin saja rekan-rekan saya, yang masihlah ada di rimba, yang belum tertangkap ketika itu. Serta alhamdulillah, tiga orang melalui itu lolos.

Lalu melalui lagi tiga orang naik perahu, serta ini terlihat oleh pengejar. Mereka segera menguber dengan perahu juga. Dua yang lolos ketika itu. Satu orang tertangkap. Dia berteriak-teriak " Saya tak salah ". Kedengarannya mereka menyiksa. Serta ketika itu mendadak terdengar nada letusan. Serta teriakan itu segera lenyap.

Korban Pembantaian Dibuang Ke Sungai Poso
Kemudian, saya memikirkan, bermakna saya ini bakal tertangkap juga bila saya lanjutkan untuk berenang. Saya ke darat serta duduk berdoa. Ya Allah turunkan lah hujan, ya Allah. Agar mereka menghindar dari pinggir kuala itu.

Dalam kurun saat lebih kurang 1/2 jam, yang awalnya bintang-bintang lengkap di langit. Mendadak gelap serta segera turun hujan. Sesudah hujan turun, saya lari ke atas sekitaran 20 mtr.. Lalu saya masuk lagi kedalam kuala, serta saya teruskan berenang.

Dalam jarak 10 mtr. lagi saya berenang ke bawah, ada lagi mereka yang menghadang di depan. Saya naik lagi ke daratan. Duduk saya di daratan sekitar lebih kurang satu jam. Tubuh saya sepertinya telah tidak dapat lagi digerakkan, dengan rasakan luka, kedinginan. Rasa-rasanya tubuh saya telah tak dapat lagi bergerak.

Ketika itu, saya memikirkan. Bila siang disini, saya sembunyi di mana lagi. Sesudah pemikiran itu nampak kepasrahan, saya berdoa : bismillahi tawaqqaltu alallahi la haula wala quwata illah billah. Saya berdiri, lantas mencari alat bantu renang lagi. Alhamdulillah, saya ketemukan satu biji kelapa kering. Saya bawa kembali pada kuala.

Sesudah saya masuk, melebur kembali pada kuala, rasa-rasanya tubuh ini telah kuat kembali. Tangan serta kaki saya, yang awal mulanya telah tak dapat digerakkan, sesudah saya melebur ke kuala, tubuh saya merasa sembuh kembali. Sepertinya tak ada luka yang menempel.

Kemudian saya berenang hingga melalui tepi kuala itu. Tiap-tiap pinggir kuala tetaplah juga mereka jagalah. Namun telah tidaklah terlalu ketat. Lantaran hujan turun selalu. Saya dapatkan jembatan yang saya lalui pertama ketika kami menuju di desa Ranononcu itu. Mereka berjaga di jembatan itu, alhamdulillah saya masihlah pernah lolos. Lalu selalu lagi, temukan lagi jembatan satu. Yang pertama jembatan gantung Ranononcu serta yang kedua jembatan gantung Lembomawo.

Kemudian, saya selalu teruskan berenang. Serta jika mereka mencari, menyenter dari samping, saya menghindar, menyeberang ke samping. Jadi, saya memotong-motong kuala Poso itu, yang jaraknya, yang dimaksud orang kerap ambillah korban manusia, ada buaya sepertinya telah tak akan saya pikirkan.

Kemudian, saya tiba di jembatan II Poso, yang direncanakan untuk jadikan " kriminil dua ". Sesudah mendekati jembatan itu, saya lihat pancaran sinar. Lampu mereka demikian jelas. Mereka menggunakan lampu sorot. Mereka pancarkan ke kuala itu. Kualanya jelas sekali. Jadi apa pun yang melalui, kayu sepenggal juga yang melalui, terlihat dalam kuala itu. Tetaplah saya selalu serta berhenti di jembatan itu.

Saya berhenti dibawah jembatan serta berdiri dan duduk bertukaran sembari memikirkan, bagaimana langkahnya dapat lolos. Sedang kuala ini jelas sekali. Memikirkan saya di situ sekitaran satu jam. Bagaimana langkahnya, tak ada hasil. Sepertinya, dengan cara jernih saya tak dapat lagi untuk memikirkan, bagaimana langkahnya untuk lolos.

Kemudian, saya terpikir dalam satu firman " Janganlah takut Allah berbarengan kita ". Saya membaca doa bismillahi tawaqqaltu alallahi la haula wala quwata illah billah. Semua daya serta kemampuan saya serahkan pada Allah seutuhnya. Nampak kepercayaan saya ketika itu, saya segera meloncat berenang ke kuala.

Sesudah saya mendekati lampu itu, mendadak lampunya segera mati.

Saya memikirkan bebrapa
janganlah saya dijebak, dengan berniat mematikan senter, supaya saya selalu berenang. Serta sesudah melalui tempat jelas itu baru lampunya menyala. Tidak paham kenapa lampu mereka mati. Bermakna mereka sesungguhnya bukanlah menjebak saya. Namun memanglah benar lampunya mati ketika itu. Mungkin saja telah digariskan oleh Allah. Telah memberi pertolongan ketika itu pada saya.

Sebagai manusia umum, yang telah luka kronis, muka saya telah hancur dipukul, mungkin saja tak dapat meneruskan perjalanan. Namun kemampuan yang ada, saya meneruskan berenang melalui jembatan serta mendadak saya mendegar nada azan. Bermakna mengisyaratkan saat subuh atau pagi sudah tiba. Saya semakin cepat berenang sebelumnya jelas, lantaran bila telah siang mereka bakal dapatkan saya.

Sekitaran jam 6 pagi saya mendengar nada pengumuman yang mengatakan nama kompi. Saya memikirkan kalau itu yaitu asrama tentara serta segera mendekati. Di dekat tempat asrama saya lihat seseorang pemuda serta saya tanyakan aslinya. Saya juga bertanya kenapa ada di sini serta pemuda itu menyampaikan dianya pengungsi. Saya bertanya lagi agamamu apa, serta dia menjawab agama Islam.

Sewaktu dia menjawab Islam, saya segera menyampaikan tolong, serta dia juga segera membantu saya membawa ke asrama kompi serta dirawat. Ketika disiksa, saya lihat seseorang aparat tentara yang juga saya telah pernah lihat terlebih dulu. Saat di kompi saya juga lihat tentara itu, kami pernah berpapasan mata lalu tentara itu segera pergi. Saya periksa di semuanya ruang tentara itu tak ada. Saya meyakini dia yaitu tentara yang saya saksikan saat saya disiksa. (ud/jpnn)

Jejak Kelalawar Hitam, Pembantai Muslim Poso

Beberapa ratus Muslim Poso dibantai, pelakunya yaitu grup orang terlatih bernama Kelalawar Hitam. Investigasi Sahid di lapangan tunjukkan terkecuali dipicu masalah politik lokal ada keterlibatan tokoh-tokoh di Jakarta.

Beberapa puluh warga Pesantren Walisongo itu dibariskan menghadap Sungai Poso. Mereka dikumpulkan dalam kelompok-kelompok yang sama-sama terikat. Ada yang tiga orang, lima, enam atau delapan orang. Beberapa pemuda dipadukan dengan pemuda dalam satu kelompok. Tangan mereka semuanya terikat ke belakang dengan kabel, ijuk, atau tali rafiah yang satu dengan yang lain sama-sama ditautkan.

Anak-anakpun Jadi Korban Pembantaian

Satu aba-aba memerintahkan agar mereka membungkuk. Secepat kilat pedang yang dipegang beberapa algojo haus darah itu memenggal tengkuk mereka. Berbarengan dengan itu, terdengar teriakan takbir. Ada yang kepalanya segera lepas, ada juga yang 1/2 lepas. Ada yang anggota tubuhnya terpotong, ada juga tubuhnya terbelah. Darah segarpun muncrat. Saat itu juga sebagian tubuh yg tidak berdosa itu berjatuhan ke sungai.

Berbarengan dengan terceburnya beberapa orang yang dibantai itu, air sungai Poso yang terlebih dulu bening beralih warna jadi merah darah. Sebentar badan beberapa orang yang dibantai itu menggelepar meregang nyawa sembari ikuti aliran sungai. Tak semua meninggal saat itu juga, masihlah ada yang bertahan hidup serta berupaya menyelamatkan diri. Tetapi regu tembak siap menghabisi nyawa korban sebelumnya memperoleh ranting, dahan, batang pisang, atau apa pun untuk menyelamatkan diri.

Tersebut satu diantara babak dalam tragedi pembantaian ummat Islam di Poso, Sulawesi Tengah sekian waktu lalu. Warga Pesantren Walisongo adalah satu diantara tujuan yang dibantai. Di komplek pesantren yang terdapat di Desa Sintuwulemba, Kecamatan Lage, Poso ini tak kurang 300-an orang yang tinggal. Dari mulai ustadz, santri, pembina, serta istri pengajar dan anak-anaknya.

Korban Pembantaian, Disiksa Dengan cara Biadab
Tak satupun orang yang tersisa di komplek pesantren itu. Beberapa besar dibantai, beberapa yang lain lari ke rimba menyelamatkan diri. Bangunan yang ada dibakar serta diratakan dengan tanah. Pesantren Poso cuma tinggal puing-puing belaka.

Ilham (27) hanya satu ustadz Pesantren Walisongo yang ikut dibantai tetapi selamat sesudah mengapung sebagian km. ikuti aliran sungai Poso, menjelaskan pada Sahid, sebelumnya dibantai mereka alami penyiksaan terlebih dulu. Mereka dihimpun didalam masjid Al Hirah. Disanalah warga pesantren Walisongo yang telah menyerah itu dibantai. Ada yang ditebas lehernya, dipotong anggota tubuhnya, sebelumnya pada akhirnya diangkut truk ke tepi Sungai Poso.

Sungai Poso jadi saksi bisu pembantaian ummat Islam, terutama warga Pesantren Walisongo. Mayat-mayat mereka tenggelam di Sungai Poso serta terbawa tak tahu hingga ke mana. Belum ada angka yang tentu jumlah korban dalam pembantaian itu.

Seseorang warga Kelurahan Kayamanya, Kecamatan Poso Kota, Syahrul Maliki, yang daerahnya dilalui aliran sungai Poso serta terdapat sembilan km. dari ladang pembantaian, menjelaskan pada Sahid, Dari pagi sampai siang saja, saya mengkalkulasi ada 70-an mayat yang tenggelam terbawa arus, selanjutnya saya tak mengkalkulasi lagi, tuturnya.

Anak-anakpun Jadi Korban.. BIADAB!
Sesaat Pos Keadilan Perduli Ummat (PKPU) melaporkan jumlah mayat yang diketemukan di Sungai Poso tak kurang dari 165 orang. Bukan sekedar lelaki dewasa, banyak juga yang wanita, orangtua, serta anak-anak. Umumnya mayat wanita dikumpulkan dengan anak-anak. Ada yang cukup diikat, ada juga yang dimasukkan karung, kata Syahrul. Beberapa besar mayat telah rusak akibat siksaan.

Menurut Ilham, sebelumnya terserang, warga pesantren diteror oleh Pasukan Merah ini. Komplek Pesantren Walisongo kerap dipanah. Sampai sekarang ini sisa panah itu masihlah tampak terang.

Pembantainya sangatlah terang. Mereka yaitu beberapa orang Kristen yang di kenal sebagai Pasukan Kelalawar Hitam. Dalam aksinya mereka kenakan pakaian serba hitam. Salib di dada serta ikat kepala merah. Karenanya juga mereka kerap dimaksud sebagai Pasukan Merah. Pembataian itu puncak dari jalinan ummat Islam serta Kristen yang kurang serasi di kawasan itu. Terdaftar sekitaran 200 - 400-an orang yang tewas terbantai.

Dalam laporannya, pihak gereja lewat 'Crisis Center GKST untuk Kerusuhan Poso' mengaku dikalangan mereka ada kelompok terlatih yang kenakan pakaian ala ninja ini. Mereka menyebutnya sebagai 'Pejuang Pemulihan Keamanan Poso'.

Ada tanda-tanda yang sama saat grup merah menyerang. Mereka senantiasa kenakan pakaian ala ninja yang serba hitam, semuanya tertutup terkecuali mata. Mereka juga kenakan atribut salib di dada serta ikat kepala merah. Mayat-mayat juga diketemukan senantiasa dalam keadaan rusak akibat siksaan atau berniat dicincang sampai tak di kenal jati dirinya. Dalam beragam penyerangan pasukan merah senantiasa diatas angin. Karenanya beberapa besar korbannya yaitu beberapa orang muslim.

Korban Disiksa Sebelumnya Di Bunuh
Terkecuali di Pesantren Walisongo penyerangan serta pembantaian juga dikerjakan di beberapa tempat. Terdaftar 16 desa yang penduduknya sebagian besar Muslim kampungnya hancur serta terbakar. Dari arah selatan Poso, rusaknya sampai meraih Tentena. Dari arah Timur sampai Malei. Dari arah barat sampai Tamborana.

Temuan Komite Penanggulangan Krisis (Kompak) Ujungpandang yang lakukan investigasi di Poso tunjukkan ada keterlibatan gereja dalam sebagian kerusuhan. Buktinya Sebelumnya mereka lakukan penyerangan, mereka terima pemberkatan dari gereja, kata Agus Dwikarna, ketua Kompak Ujungpandang.

Umpamanya pemberkatan yang dikerjakan Pendeta Leniy di gereja Silanca (8/6/00) serta Pendeta Rinaldy Damanik di halaman Puskesmas depan Gereja Sinode Tentena. Terkecuali pada pasukan Kelelawar Hitam, pemberkatan juga diberikan pada beberapa perusuh. Pemberkatan ini memberi semangat serta kebencian yang tinggi orang-orang Kristen pada ummat Islam.

Pendeta Rinaldy Damanik
Yang menarik menurut Agus, walau mereka mengaku sudah membumi hanguskan semua perkampungan ummat Islam serta membantai orang-orangnya, Pendeta R Damanik serta Advent Lateka menyampaikan ummat Islam sebagai provokator.

Saat ini kabupaten yang di kenal sebagai penghasil kakau paling besar ini hampir seperti kota mati lantaran ditinggal penduduknya mengungsi, bangunan yang ditinggalkan cuma tersisa puing-puing yang beserakan.

Penyerangan pada ummat Islam yang berjalan mulai sejak tanggal 23 Mei lantas, adalah pertikaian ketiga pada Islam Kristen di Poso. Pertikaian pertama berjalan pada Desember 1998. Enam belas bln. lalu, 15 April 2000 pertikaian meledak lagi, yang dipicu perkelaian pemuda Kelurahan Kamayanya (muslim) dengan Lambogia (Kristen).

Dalam penyerangan kesempatan ini grup merah yang berhimpun dalam pasukan Kelelawar Hitam di pimpin oleh Cornelis Tibo asal Flores menyerang kampung Muslim Kayamanya. Mereka memukul-mukul tiang listrik sampai memancing kemarahan ummat Islam. Setelah itu mereka mengaiaya ummat Islam di situ serta membunuh Serma Komarudin.

Ummat Islam yang geram mengejar Pasukan Kelelawar Hitam yang lari ke Gereja Katolik Maengkolama. Lantaran bersembunyi di gereja itu ummat Islam yang geram membakar gereja yang jadikan tempat persembunyian itu.

Satu diantara yang dikira jadi penyebabnya pertikaian yaitu perseteruan politik lokal. Perebutan jabatan Bupati Poso pada Desember 1998 adalah satu diantaranya. Herman Parino, tokoh Kristen, tidak berhasil merebut jabatan. Tetapi Herman Parino serta beberapa pendukungnya menuduh Arif Patangga, bupati yang akan digantikannya, muslim, merekayasa tidak berhasilnya Parino.

Cornelis Tibo, Dkk, Pemimpin Kelelawar Hitam
Lantaran kesal, Parino menggalang massa untuk menyerang tempat tinggal Patangga. Tetapi gagasan itu telah tercium terlebih dulu, beberapa pendukung Patangga tak diam serta bersiap menyongsong. Bentrokan tak terelakkan lagi. Dua hari lalu giliran pendukung Patangga menyerang tempat tinggal Parino di desa Tentena. Dalam kerusahan itu polisi segera menangkap tokoh dari ke-2 iris pilah, Herman Parino serta Agfar Patangga, adik kandung Arif Patangga yang dikira memprovokasi massa.

Kelihatannya penangkapan Herman Parino yang disebut tokoh Kristen yang dihormati bikin pendukungnya kecewa. Terlebih Herman lalu dijatuhi hukuman, walau Agfar juga dijatuhi hukuman oleh pengadilan negeri Poso. Masalah berikut sebagai api dalam sekam. Jadi saat berlangsung perkelaian pemuda Islam serta Kristen yang mabuk pada pertengahan April 2000 lantas, kerusuhan juga tidak bisa terhindarkan.

Herman Parino, Tokoh Kristen
Dipicu kerusuhan pada bln. April, tanggal 23 Mei 2000 pasukan merah lakukan penyerangan ke sebagian perkampungan muslim. Pertikaian bukan sekedar hanya beberapa pendukung Herman Parino serta Arif Patangga. Perkampungan Muslim yang tak ada hubungannya dengan kerusuhan terlebih dulu turut dihancurkan, warganya dibantai, perempuannya diperkosa.

Terkecuali perseteruan lokal, sumber intelejen menyebutkan kalau kerusuhan di Poso juga berkaitan dengan tokoh-tokoh di Jakarta. Satu diantara kemampuan yang bermain itu yaitu grup Soeharto. Tanda-tandanya bila sistem hukum Soeharto bertambah, tingkat kerusuhan bertambah. Temuan di lapangan tunjukkan keterlibatan sekitaran 70-an purnawirawan TNI dalam melatih pasukan merah. Oleh karena itu pasukan merah begitu mahir dalam memakai beragam senjata api ataupun tangan kosong.

Pihak intelejen mengatakan, grup yang mempunyai urusan pada kerusuhan di Poso ini dapat di dukung sumber dana yang kuat. Masalah mengedarnya milyaran duit palsu serta hilangnya dua container kertas duit yang sampai saat ini belum diketemukan juga begitu berkaitan dengan berlangsungnya kerusuhan di Poso ini.

Senjata Yang Dipakai Untuk Membantai
Info sumber intelejen itu juga dibenarkan oleh Wakapolda Sulawesi Tengah, Kolonel Zaenal Abidin Ishak, yang menyebutkan keterlibatan 15 anggota Polres Poso serta enam anggota TNI AD dalam kerusuhan itu. Mereka saat ini tengah ditahan untuk kontrol selanjutnya.

Agus Dwikarna tak yakin kalau kerusuhan di Poso cuma masalah tidak berhasilnya Herman Parino jadi bupati. Bila cuma lantaran perebutan kursi bupati mengapa ummat Islam yang dibantai, bertanya Agus. Ia meyakini ada usaha melenyapkan ummat Islam dari bumi Poso.

Apa pun penyebabnya, kerusuhan Poso mengakibatkan trauma yang mendalam di kelompok beberapa orang Muslim di Poso. Mulai sejak kerusuhan itu beberapa ribu ummat Islam jadi pengungsi di negerinya sendiri. (dm)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar