PENDAHULUAN
Ilmu-ilmu kemanusiaan adalah
berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan oleh manusia dan bermanfaat untuk
kehidupan manusia dalam menjalani kehidupan di berbagai aspek. Manusia perlu mempelajari ilmu social untuk menjadikan kehidupan
manusia dan kemanusiaan itu berjalan dengan baik. Manusia juga membutuhkan
tempat bersandar dalam menjalani kehidupan, maka manusia perlu kepada agama
supaya segala persoalan rohani bisa terselesaikan dengan tuntas.[1]
Sebagai makhluk cerdas, manusia menginginkan kehidupannya
selalu berkembang ke arah yang lebih baik dari hari ke hari, maka dalam hal ini
manusia perlu kepada ilmu-ilmu science dalam berbagai bentuknya. Perkembangan
ilmu science itu sendiri pada dasarnya akan berguna bagi kesinambungan
kemanusiaan di dunia ini. Berbagai tantangan yang dihadapi manusia dalam
kehidupan banyak sekali yang dapat dicarikan solusinya.[2]
Kemajuan Islam dan
perkembangan ilmu pengetahuan berjalan sejajar dalam kehidupan manusia abad
klasik, karena agama itu sendiri mereka jadikan tuntunan teguh dengan ruh yang
menyala pada pemimpin dan masyarakatnya yang cinta ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam merupakan
bagian dari dinamika kehidupan yang terjadi dari hari kehari bahkan menunjukkan
perkembangan yang semakin pesat. Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan
memiliki peranan yang sangat penting, karena pendidikan merupakan usaha
melestarikan, perkembangan dan eksistensi masyarakat, serta mentransformasikan
nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus.[3]
Pendidikan dikalangan umat Islam memiliki peranan
penting untuk mewujudkan cita-cita hidup Islam yaitu melestarikan, mengalihkan
dan menanamkan (internalisasi) dan mentransformasikan nilai-nilai Islam
tersebut kepada umat dan generasi penerusnya sehingga nilai-nilai cultural-religious
yang dicita-citakan tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat
sepanjang zaman.[4]
A.
Pengertian
Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah upaya membimbing, mengarahkan,
dan membina peserta didikan yang dilakukan secara sadar dan terencana agar
terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[5]
Pengertian “Pendidikan Islam adalah Bimbingan yang diberikan oleh seseorang
kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam”.
Pendidikan Islam terjadi sejak Nabi Muhammad diangkat
menjadi Rasul di Mekkah dan beliau sendiri sebagai gurunya. Pendidikan masa ini
merupakan prototype yang terus menerus dikembangkan oleh umat Islam
untuk kepentingan pendidikan pada zamannya.
Dalam pengertian yang seluas-luasnya, pendidikan Islam
berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri. Dilihat dari segi
kehidupan cultural umat manusia pendidikan Islam adalah merupakan salah
satu sarana atau alat pembudayaan (enkulturasi) masyarakat itu sendiri.
Sebagai suatu alat, fungsi pendidikan adalah untuk mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan hidup manusia, (sebagai makhluk individu dan sosial), dalam
mengoptimalkan kemampuannya supaya memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan
kebahagiaan hidupnya di akhirat.[6]
Pendidikan Islam sebagai alat pemberdayaan manusia agar
dapat mengaktualisasikan dirinya dalam mengemban amanah sebagai khalifah Allah
dibumi. Oleh karena itu, untuk memperoleh gambaran tentang pola berfikir dan
berbuat dalam pelaksanaan pendidikan Islam pada khususunya, diperlukan
pendekatan historis. Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya
dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek,
latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.[7]
Al-Qur’an sebagai sumber utama dan pertama dalam Islam,
juga menceritakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada manusia terdahulu dan
merupakan sejarah yang dapat dibuktikan kebenarannya secara filosofis dan
ilmiah melalui saksi-saksi bisu berupa peninggalan orang-orang terdahulu
seperti Ka’bah di Mekkah, Masjidil Aqsa di Palestina. [8]
B.
Kemajuan
Pendidikan Islam di Abad Klasik
Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi
pijakan dan langkah setiap insan di masa mendatang. Melalui pendekatan sejarah
seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empiris. Dari
keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara
yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.[9]
Musyrifah Sunanto, mendeskripsikan karakteristik sejarah dengan
dapat dilihat dalam tiga orientasi yang saling berhubungan. Pertama,
sejarah merupakan pengetahuan mengenai kejadiankejadian, peristiwa, dan keadaan
manusia di masa lampau dalam kaitannya dengan keadaan masa kini (Tarikh
Naqli). Kedua, sejarah merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum yang
tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang diperoleh melalui penyelidikan dan
analisis peristiwa masa lampau (Tarikh ‘Aqli). Ketiga, sejarah sebagai
falsafah yang didasarkan kepada pengetahuan tentang perubahan-perubahan
masyarakat, dengan kata lain sejarah seperti ini merupakan ilmu tentang proses
suatu masyarakat.[10]
Sejarahperkembangan ilmu-pengetahuan-islam -klasik
menuturkan, dalam hakikat sejarah terkandung pengertian observasi dan mencari
kebenaran (tahqiq), fakta yang mendalam tentang sebab dari suatu
peristiwa serta pengertian dan pengetahuan tentang substansi, esensi dan
terjadinya peristiwa tersebut.[11]
Sejarah membuat kita paham akan biografi, jejak
historis, dan kebijaksanaan bangsa-bangsa terdahulu, yang merefleksikan diri
dalam kultur kebangsaan mereka. Sehingga menjadi sempurnalah manfaat dalam
mencari penyelesaian masalah agama dan sosial. Lebih lanjut ia menjelaskan,
bahwa sejarah Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang banyak menarik
perhatian para peneliti baik dari kalangan sarjana muslim maupun non muslim,
karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian tersebut. Bagi umat
Islam, mempelajari sejarah Islam selain akan memberikan kebanggaan juga
sekaligus peringatan agar berhati-hati.[12]
Dengan mengetahui bahwa umat Islam dalam sejarah pernah mengalami
kemajuan dalam segala bidang selama beratus-ratus tahun misalnya, akan
memberikan rasa bangga dan percaya diri menjadi orang Islam. Demikian pula
dengan mengetahui bahwa umat Islam juga mengalami kemunduran, penjajahan dan
keterbelakangan, akan menyadarkan umat Islam untuk memperbaiki keadaan dirinya
dan tampil untuk berjuang mencapai kemajuan.[13]
Menurut Abuddin Nata.[14]
ruang lingkup sejarah Islam dilihat dari segi periodesasinya, dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu: periode klasik (Tahun 650-1250 M). Periode pertengahan (Tahun
1250-1800 M), dan periode modern (Tahun 1800 – sekarang).
Islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah
Abbasiyah, Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju. Kemajuan ilmu pengetahuan
diawali dengan penerjemahan naskah-naskah asing terutama yang berbahasa Yunani
ke dalam bahasa Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait
al-Hikmah.[15]
Kemajuan pendidikan Islam adalah kemajuan sistem
pendidikan yang dikembangkan dan disemangati atau dijiwai oleh umat muslim
untuk melestarikan ajaran dan
nilai-nilai Islam demi kebahagian dunia dan akhirat.[16]
Menurut Ajid Thohir, Islam adalah manhaj rabbani yang
sempurna, tidak membunuh fitrah manusia, dan diturunkan untuk membentuk pribadi
yang sempurna dalam diri manusia. Artinya, pendidikan Islam dapat membentuk
pribadi yang mampu mewujudkan keadilan Ilahiah dalam komunitas manusia serta mampu
mendaya-gunakan potensi alam dengan pemakaian yang adil.[17]
Pendidikan Islam secara institusional telah berproses
secara mapan sejak zaman Nabi Muhammad, dengan embrio model pendidikan seperti
halaqah, majlis, kuttaab, zaawiyah dan lain-lain. Meskipun kurikulum yang diajarkan
pada lembaga pendidikan periode awal hanyalah ilmu agama, pada perkembangannya
lembaga pendidikan Islam mengalami kemajuan setelah adanya persentuhan dengan
peradaban Hellenisme. Sehingga bentuk lembaga pendidikan Islam dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu lembaga pendidikan informal yang memuat materi
pelajaran umum dan formal yang hanya
berisi materi pelajaran agama. [18]
Kegiatan lain yang erat hubungannya dengan kemajuan
pendidikan Islam adalah:
1)
Penerjemahan.
Penerjemahan manuskrip-manuskrip berbahasa asing terutama bahasa Yunani dan
Persia ke dalam bahasa arab yang dilakukan sejak zaman khalifah bani Umayyah
dan mengalami kemajuan pesat pada masa daulah Abbasiyah. [19]
2)
Baitul
Hikmah: Perpustakaan dan Observatorium Baitul Hikmah merupakan perpustakaan
yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan, pada masa
Harun al Rasyid, institusi ini bernama Khazanah al-Hikmah. Dan sejak
tahun 815 M, al–Makmun mengembangkan lembaga ini, selain sebagai perpustakaan
juga sebagai pusat observatorium dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah.[20]
Puncak
kejayaan Islam dan Puncak kemajuan ilmu pengetahuan adalah pada masa ; a). Khalifah Harun Ar-Rasyid. Harun ar-Rasyid
lahir di Ray pada tahun 145 H, ayahnya bernama al-Mahdi dan ibunya bernama
Khaizuran. Harun ar-Rasyid resmi diangkat
menjadi khalifah pada tahun 170 H sampai tahun 193 H, b). Khalifah Al-Makmun. Al-Makmun nama
lengkapnya Abdullah Abu Abbas Al-Makmun, lahir pada tahun 170 H. Al-Ma’mun
diangkat menjadi khalifah yang ke II di zaman Harun Ar-Rasyid, sebagai
pengganti khalifah Al-Amin yang dilantik oleh khalifah Harun Ar-Rasyid. Ia
berkuasa selama 20 tahun, dari tahun 813-833 M. [21]
C. Kemajuan Pendidikan dengan
Keberadaan Perpustakaan
Kemajuan pendidikan abad klasik tidak terlepas dari
perhatian para khalifah terhadap para cendikiawan yang mewarnai perpustakaan
dengan berbagai karya cemerlang. Banyak
perpustakaan perpustakaan ternama di abad klasik, antara lain:
1). Baitul Hikmah, sebuah kombinasi yang baik
dari perpustakaan, akademi dan sarana penerjemahan, yang didirikan oleh
Khalifah Abbasiyah, al-Ma`mun, sekitar tahun 318 H.
2). Perpustakaan Umar al-Waqidi
(736 H) yang diperkirakan memiliki banyak sekali buku yang kalau ditimbang
beratnya sama dengan dua puluh ekor unta.
3). Darul Ilmi (991).
4). Perpustakaan sekolah tinggi
Nidzamiyah (1064).
5). Perpustakaan sekolah Mustansiriyyah (1233).
6). Perpustakaan al-Baiqani, berisi banyak
sekali buku, sehingga untuk mengangkutnya saja membutuhkan enam puluh tiga
keranjang dan dua ratus lima puluh koper. [22]
7). Perpustakaan Baitul Hikmah
(998) di Kairo yang berisi tidak kurang dari 100.000 volume, termasuk 2.400
buah al-Qur’an berhiaskan emas dan perak yang disimpan dalam ruangan terpisah.
Perpustakaan ini mempunyai 40 lemari yang tiap lemarinya bisa memuat sampai
18.000 buku. Selain itu, di perpustakaan ini juga disediakan segala yang
diperlukan seperti tinta, pena, kertas dan tempat tinta.[23]
8). Perpustakaan al-Ma’arif berisi
ribuan buku dari setiap cabang ilmu pengetahuan.
9). Perpustakaan Khalifah al-Hakim (976) di
Spanyol, berisi 600.000 jilid, yang secara hati-hati diseleksi seluruh penyalur
buku yang ahli dari semua pasar Islam.
10). Perpustakaan para khalifah dinasti
Fatimiyah di Kairo. Jumlah seluruh buku yang ada di situ mencapai 2.000.000
(dua juta) eksemplar. Perpustakaan ini berisi berbagai macam ilmu antara lain
Al-Qur’an, astronomi, tata bahasa, lexicography dan obat-obatan.
11). Perpustakaan Baitul Hakam di Bagdad.
Perpustakaan ini menyerupai universitas yang bertujuan untuk membantu
perkembangan belajar, mendorong penelitian, dan mengurusi terjemahan teks-teks
penting. Koleksi buku Perpustakaan ini berjumlah 400 hingga 500 ribu jilid. [24]
12). Perpustakaan Al-Hakam di Andalus. Jumlah
buku didalamnya mencapai 400.000 buah. Perpustakaan ini mempunyai
katalog-katalog yang sangat teliti dan teratur yang mencapai 44 bagian. Di
perpustakaan ini terdapat pula para penyalin buku yang cakap dan
penjilid-penjilid buku yang mahir.
13). Perpustakaan Bani Ammar di
Tripoli. Perpustakaan ini berisi buku-buku yang langka dan baru dijamannya.
Bani Ammar mempekerjakan orang-orang pandai dan pedagang-pedagang untuk
menjelajah negeri-negeri dan mengumpulkan buku-buku yang berfaedah dari
negeri-negeri yang jauh dan dari wilayah-wilayah asing. Jumlah koleksi bukunya
mencapai 1.000.000. Terdapat 180 penyalin yang menyalin buku-buku di sana.[25]
D. Asumsi Penulis Tentang Kemajuan Pendidikan Abad Klasik (Suatu
Analisis Tinjauan Politik)
Sejarah telah membuktikan
hubungan sebab akibat yang tak terbantahkan antara kemajuan peradaban suatu
bangsa dengan keberadaan perpustakaan di tengah masyarakatnya. Perpustakaan merupakan mediator munculnya gairah intelektual yang
tinggi yang kemudian akan melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang menjadi titik tolak
kemajuan peradaban bangsa tersebut. Di berbagai literatur tersirat bahwa bila
ingin menghancurkan suatu bangsa, hancurkanlah pusat peradabannya, yaitu
perpustakaan.
Pada abad ke-5 Masehi, Roma yang waktu itu menjadi salah
satu pusat ilmu dunia barat dihancurkan oleh tentara barbar Jerman.
Perpustakaan umum dan pribadi dihancurkan dan dibakar. Pada abad pertengahan
ini dunia barat mengalami kemerosotan. Sementara itu dunia Islam mulai bangkit.
Kesadaran dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan pada jaman itu memunculkan
berbagai jenis perpustakaan umum maupun milik pribadi yang bertebaran di
berbagai wilayah Islam. Perpustakaan ini jumlahnya puluhan bahkan mungkin
ratusan, dan melahirkan ulama-ulama dan ilmuwan besar Islam, seperti Jabir Ibnu
Hayyan, Al Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain.
Sejarah keemasan Islam menunjukkan bahwa perpustakaan
ternyata bukan hanya sekadar penyimpan buku, tapi juga penghasil buku; wadah
berbagai penulisan, penyalinan, penerjemahan dan penerbitan naskah serta
sebagai pusat penelitian. Perpustakaan juga kemudian menjadi indikator
keberadaban suatu bangsa.
Maraknya kegiatan penelitian dan penerjemahan yang
didukung perhatian khusus para khalifah terhadap ilmu pengetahuan, seperti Muhammad
bin Abdul Malik az Zayyat memberi 2000 dinar setiap bulan bagi para penerjemah
dan penyalin buku. Al-Ma’mun senantiasa memberi emas kepada Hunain bin Ishaq
seberat buku-buku yang diterjemahkannya ke dalam Bahasa Arab. Hal ini
membuktikan betapa berharganya penyebaran ilmu dalam pengembangan peradaban
suatu bangsa.
Hampir sama dengan kemerosotan yang terjadi di dunia
Barat pada masa Abad Pertengahan, awal mula kemunduran Islam ditandai dengan
hancurnya perpustakaan-perpustakaan Islam. Hal itu berawal setelah penyerangan
habis-habisan tentara Mongol terhadap Daulah Abbasiyah di Baghdad pada tahun
1258. Tentara Mongol tidak menyisakan satupun perpustakaan, semuanya dibakar
habis.
Banyak sekali buku yang dibakar dan yang dibuang ke
sungai, membuat laut di daerah Baghdad berwarna hitam oleh tinta buku tersebut.
Tinggi tumpukan buku yang dibakar hampir menyamai tinggi menara mesjid di
Baghdad. Nasib yang sama juga terjadi di Samarkand dan Bukhara serta
perpustakaan di Tripoli pada saat Perang Salib.
BAB II
KESIMPULAN
Pendidikan dikalangan umat Islam memiliki peranan penting
untuk mewujudkan cita-cita hidup Islam yaitu melestarikan, mengalihkan dan
menanamkan (internalisasi) dan mentransformasikan nilai-nilai Islam
tersebut kepada umat dan generasi penerusnya sehingga nilai-nilai cultural-religious
yang dicita-citakan tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat
sepanjang zaman.
Pendidikan Islam adalah upaya membimbing, mengarahkan,
dan membina peserta didikan yang dilakukan secara sadar dan terencana agar
terbina suatu kepribadian yang utama sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Kemajuan Pendidikan Islam karena maraknya kegiatan
penelitian dan penerjemahan yang didukung perhatian khusus para khalifah
terhadap ilmu pengetahuan, seperti Muhammad bin Abdul Malik az Zayyat memberi
2000 dinar setiap bulan bagi para penerjemah dan penyalin buku. Al-Ma’mun
senantiasa memberi emas kepada Hunain bin Ishaq seberat buku-buku yang
diterjemahkannya ke dalam Bahasa Arab. Hal ini membuktikan betapa berharganya
penyebaran ilmu dalam pengembangan peradaban suatu bangsa
Meskipun pada masa kemunduran Islam banyak perpustakaan yang
dihancurkan, saat ini masih banyak perpustakaan Islam yang terkenal, khususnya
perpustakaan perguruan tinggi dan perpustakaan umum. Hal ini menunjukkan bahwa
perhatian umat Islam terhadap dunia perbukuan dan perpustakaan tetap tinggi dan
sekaligus menunjukkan bahwa Islam menempatkan belajar, membaca, dan ilmu pada
tempat yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadis, Psikologi Dalam
Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2006)
Abu Ahmadi
dan Nur Uhbiyanti, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rinika Cipta, 2001)
Abudin Nata, Methodologi Studi
Islam, (Jakarta: Rajawali Persada,
2003)
Ahmad Salabi, Sejarah Kebudayaan Islam 3, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2009)
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Grafindo
persada, 2004)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008)
Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar
Ilmu Pendidikan Islam, (Ponorogo: STAIN Po Press, 2007)
Jaih Mubarok, Sejarah Peradaban Islam, Cet. I, (Bandung: Pustaka Bani Quraiys,
2004)
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Pradadaban Islam, Cet. I, (Yogyakarta:
Pustaka Book Publusher, 2007)
M. Ira Lapidus Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian I dan II,
(Jakarta: Grafindo Persada, 1999)
M. Yatimin Abdullah, Studi Islam
Kontemporer, (Jakarta: Amzah, 2006)
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Kelasik, (Jakarta:
Kencana, 2004)
Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008)
Suparlan, Guru Sebagai Profesi,
(Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2006)
Supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2003)
Suwito Fauzan, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: Prenada Media,
2005)
Zakiah
Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bumi Aksara. 1992)
[1] Rama Yulis, Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h.52
[2]
Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara. 1992), h. l29
[3] Supiana dan M. Karman, Materi
Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), h. 49
[4]
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan..., h. 131
[5] Abudin Nata, Methodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Persada, 2003), h. 40
[6] M. Yatimin Abdullah, Studi
Islam Kontemporer, (Jakarta: Amzah,
2006), h. 12
[7] Abudin Nata, Methodologi Studi…, h. 148
[8] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2008), h. 62
[9] Suwito Fauzan, Sejarah Sosial
Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 123
[10] Musyrifah Sunanto, Sejarah
Islam Kelasik, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 72
[12] M. Abdul Karim, Sejarah
Pemikiran dan Pradadaban Islam, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publusher, 2007), h. 117
[13] M. Ira Lapidus Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian I dan II, (Jakarta: Grafindo
Persada, 1999), h. 51
[14] Abudin Nata, Methodologi Studi…, h. 363-364
[15] Suparlan, Guru Sebagai Profesi, (Yogyakarta: Hikayat
Publishing, 2006), h. 37-39.
[16] Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam,
(Ponorogo: STAIN Po Press, 2007), h. 97
[17] Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Grafindo persada, 2004), h. 27
[18] Abdul Hadis, Psikologi Dalam Pendidikan, (Bandung: Alfabeta,
2006), h. 21-22
[19] Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban…, h. 37
[20] Ahmad Salabi, Sejarah
Kebudayaan Islam 3, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2009), h. 114
[21] Jaih Mubarok, Sejarah
Peradaban Islam, Cet. I, (Bandung: Pustaka Bani Quraiys, 2004), h. 43
[22] M. Abdul Karim, Sejarah
Pemikiran dan Pradadaban Islam…, h.
121
[23] Musyrifah Sunanto, Sejarah
Islam Kelasik…, h. 76
[24] Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban…, h. 49
[25] Ahmad Salabi, Sejarah
Kebudayaan Islam…, h. 122
Tidak ada komentar:
Posting Komentar