PENDAHULUAN
Upacara
Peusijuek (tepung tawar) telah menjadi adat istiadat yang melekat pada
masyarakat Aceh. Bagi masyarakat Aceh adat istiadat merupakan sesuatu yang istimewa
dalam perilaku sosial dan agama. Hal ini dibuktikan dengan ungkapan “Hukom ngon
Adat Hanjeut cre Lagee zat Ngon Sifeut”. artinya adat dengan hukum syariat
Islam tidak dapat dipisahkan (sudah menyatu) seperti zat dengan sifatnya.
Diumpamakan seperti kuku dengan daging, sehingga kaidah Islam sudah merupakan
bagian daripada adat.
Adat
istiadat Aceh secara umum bernafaskan Islam, meskipun kadang bercorak Hindu,
karena sebelum masuk Islam ke Aceh, telah mengakar dalam keseharian pengaruh Hindu. Hal ini terlukiskan pada zaman
dahulu tatkala Aceh sebagai tempat persinggahan lalu lintas pelayaran
internasional, dalam rangka hubungan perdagangan bahkan ada yang sampai menetap
di Aceh.
Masuknya
pengaruh Hindu ke dalam kebudayaan dan adat istadat Aceh, disebabkan karena
pernah terjadi sebuah hubungan yang luas antara Aceh dan India pada masa
lampau. Sehingga ada beberapa kepercayaan dari masyarakat Aceh seperti peusijuek (tepung
tawari), dianggap bagian dari unsur budaya Hindu yang tidak pernah luntur
dalam kehidupan masyarakat Aceh saat ini. Namun sejak masuknya Islam ke bumi
Serambi Mekkah, upacara/kepercayaan tersebut telah disesuaikan dengan nuansa
keislaman. Segala sesuatu pekerjaan dimulai dengan bismillah dan doa
selamat serta shalawat nabi.[1]
BAB I
PENDAHULUAN
A. Kajian Adat Aceh "Peusijuek"
Secara Ontologi
Upacara Peusijuek disebut juga tepung tawari. Pada
masyarakat Aceh upacara ini dianggap upacara tradisional simbolik dari
permohonan keselamatan, ketentraman, kebahagiaan, perestuan dan saling
memaafkan. Hampir sebahagian adat Aceh adanya prosesi upacara peusijuek. Seperti
upacara perkawinan, sunat rasul, peusijuek meulangga (perselisihan), peusijuek
pada bijeh (tanam padi), peusijuek rumah baroe (rumah baru), peusijuek peudong rumoh (membangun
rumah), peusijuek keurubeuen (hari raya kurban), aqiqah
anak, peusijuek kenderaan (roda dua dan empat), peusijuek
jak haji (naik haji), peusijuek puduk batee jeurat (pemasangan
batu nisan bagi yang telah meninggal). Peusijuek Juga di
lakukan tatkala adanya pergantian seorang pemimpin dari perangkat desa sampai
gubernur bahkan setiap ada tamu kebesaran daerah juga adanya prosesi
upacara peusijuek.
Biasanya
dalam pelaksanaan upacara peusijuek dihadirkan seorang Tengku (ulama)
atau atau orang yang dituakan (Majelis adat) sebagai pemimpin upacara. Hal ini
dilakukan karena dianggap peusijuek yang dilakukan salah satu unsur
tersebut memperoleh keberkatan dan setelah selesai upacara peusijuek adakalanya
diiringi dengan doa bersama yang dipimpin oleh Tengku untuk
mendapat berkah dan rahmat dari Allah SWT.[2]
B. Kajian Epistimologi Adat Aceh "Peusijuek"
Dalam prosesi
upacara peusijuek membutuhkan perlengkapan yang terkesan formal namun
serimonial, perlengkapan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Dalong
Pada
masyarakat Aceh, dalong mengandung makna bahwa mempelai yang dilepaskan akan
tetap masih bersatu dalam lingkungan keluarga yang ditinggalkannya. Karena
dalong merupakan satu wadah yang diisi dengan bermacam-macam alat peusijuek
sehingga dianggap memiliki kebersamaan yang kuat yang tidak dapat dipisahkan.
2.
Bu Leukat
Warnanya
kuning ataupun putih. Makna dari ketan ini adalah mengandung zat perekat,
sehingga jiwa raga yang di peusijuek tetap berada dalam lingkungan keluarga
atau kelompok masyarakatnya. Warna kuning dari ketan merupakan lambang kejayaan
dan kemakmuran, sedangkan warna putih melambangkan suci dan bersih. Maksudnya
supaya yang di peusijuek dapat memberi manfaat yang lebih baik bagi orang lain
dan yang di peusijuek dalam ketentraman menuju jalan yang benar.
3.
U mirah
Makna
dari U mirah adalah sebagai pelengkap dalam kehidupan dan memberikan perpaduan
yang manis.
4.
Breueh
pade
Maknanya
adalah sifat padi itu semakin berisi makin merunduk, maka diharapkan bagi yang
di peusijuek supaya tidak sombong bila mendapat keberhasilan dan peranan beras
ialah sebagai makanan pokok masyarakat.
5.
Teupong Taweue ngon ie.
Makna
dari pada teupong taweue dan air adalah untuk mendinginkan dan membersihkan
yang di peusijuek supaya tidak akan terjadi hal-hal yang di larang oleh agama
melainkan mengikuti apa yang telah ditunjukkan yang benar oleh agama.
6. On
sisikuek, manek manoe dan naleueng sambo
Ketiga
jenis perangkat ini di ikat dengan kokoh menjadi satu, yang peranannya sebagai
alat untuk memercikkan air tepung tawar. Makna tali pengikat dari semua
perangkat tersebut untuk mempersatukan yang di peusijuek sehingga dapat bersahabat
dengan siapapun dan selalu terjalin hubungan yang harmonis dan terbina.
Sedangkan dari masing-masing perangkat dedaunan merupakan obat penawar dalam
menjalankan bahtera kehidupan seperti mengambil keputusan dengan bermusyawarah
dan berkepala dingin, bertanggung jawab dengan sepenuhnya dan dapat menjalin
hubungan yang erat dengan siapapun.
7).
Glok
Peranannya
sebagai tempat mengisikan tepung tawar yang sudah dicampur dengan air dan yang
satu lagi digunakan sebagai tempat mengisi beras dan padi. Maknanya adalah jika
yang di peusijuek tersebut melakukan aktivitas sebaiknya hasil yang didapatkan
disimpan dengan sebaik-baiknya.
8).
Sangee
Berperan
untuk menutup perlengkapan alat-alat tepung tawar. Maknanya untuk mengharap
perlindungan supaya yang di peusijuek mendapat lindungan dari Allah SWT.[3]
C.
Adat Aceh "Peusijuek" Ditinjau Aksiologi
1. Peusijuk Meulangga
Apabila
terjadi perselisihan di antara penduduk, misalnya antara A dan B ataupun antara
penduduk gampong (desa) A dengan penduduk gampong B serta
perselisihan ini mengakibatkan keluar darah, maka setelah diadakan perdamaian
dilakukan pula peusijuek. Peusijuek ini sering disebut dengan peusijuek
meulangga. Pada upacara itu juga sering diberikan uang, yang disebut sayam (uang
damai) yang jumlahnya menurut kesepakatan. Apabila perselisihan terjadi seperti
tersebut di atas, tetapi tidak mengeluarkan darah, misalnya perkelahian,
perdamaian dan upacara peusijuek dilakukan juga, tetapi tidak diberikan uang.
Pada
peusijuek Meulangga alat-alat yang dibutuhkan seperti dalong,
bu leukat, teumpo/u mirah, breueh pade, on sisijeuk, on manoe, naleueng sambo (ketiga-tiga
diikat menjadi satu), teupong taweue, glok/cuerana, sangee dan ija
puteh. (jika mengeluarkan darah). Biasanya apabila mencapai kesepakatan
damai antara kedua belah pihak, ikatan keluarga yang terjadi perselisihan akan
menjadi kuat bahkan telah dianggap sebagai sanak saudara.
- Peusijuek Pade Bijeh
Acara peusijuek
pade bijeh ini dilakukan oleh petani terhadap padi yang akan dijadikan
benih (bibit) sebelum penyemaian di sawah. Tujuan daripada peusijuek ini
mengandung harapan agar bibit yang akan ditanam mendapat rakhmat Allah SWT,
subur dan berbuah banyak. Perangkat alat dan bahan yang digunakan dalam upacara
peusijuek ini adalah : on gaca, bak pineung, on kunyet, on nilam,
on birah, naleueng sambo, sira, saka, boh kuyuen dan minyeuk ata.
Peranannya adalah sebagai berikut :
1). On
gaca (daun pacar),
Sifatnya
tahan panas dan tahan dari segala penyakit, sedangkan maknanya adalah agar
benih padi yang akan ditanami kuat dan tahan dari segala gangguan hama, seperti
halnya daun pacar tersebut.
2). Bak
pineueng (pohon pinang),
Sifat
asalnya tumbuh tegak dan kuat. Maknanya ialah agar benih padi tersebut akan
tumbuh tegak dan kuat seperti halnya pohon pinang.
3). On
kunyet (daun kunyit),
Sifat
asalnya tahan dari penyakit. Warnanya kuning dan buahnya bersih, maknanya ialah
agar benih padi tersebut tahan dari segala serangan penyakit dan tumbuh subur
seperti kunyit.
4). On
nilam (daun nilam),
Sifat
asalnya apabila dibuat minyaknya harum sehingga orang banyak yang senang.
Maknanya ialah agar padi tersebut memiliki bentuk daun nilam, buah padinya
tumbuh subur.
5). On
birah (daun keladi),
Daunnya
yang berwarna hijau dan tahan hujan, maknanya agar benih padi yang akan ditanam
menjadi seperti daun keladi tersebut dan tahan dari gangguan hama.
6). On
naleueng sambo (daun rumput panjang),
Sifatnya
kokoh dan teguh, akarnya kuat, sehingga tahan dari segala penyakit. Maknanya
agar benih padi tersebut memiliki daya tahan dari gangguan serangan penyakit.
7). Sira (garam).
Sifat
sira adalah asin dan dapat menghancurkan bibit penyakit. Maknanya adalah agar
benih padi yang disemai memiliki sifat seperti garam, yaitu dapat menghancurkan
penyakit yang hinggap pada padi, sehingga tumbuh dengan subur.
8). Saka (gula).
Sifat
saka adalah manis. Maknanya adalah agar padi yang akan disemai dapat memberikan
manfaat bagi orang yang menyemainya.
9). Boh
kuyuen (jeruk nipis) ; minyeuk ata (minyak
wangi) dicampurkan dengan air putih sehingga menjadi harum. Maknanya ialah
benih padi itu diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir, memerlukan
wangi-wangian. Orang-orang yang menciumnya akan merasa senang dan segar.
Demikian juga halnya dengan benih padi yang diperlakukan seperti bayi, supaya
tumbuh subur dan banyak orang yang senang melihatnya.
10). Asap
keumeunyan (kemenyan), dibakar ketika padi menjelang direndam.
Maknanya adalah agar padi dapat hidup dengan leluasa dan sempurna serta cepat
berbuah.
- Peusijuk
Tempat Tinggai
Setiap
orang yang mendiami rumah baru, kebiasaannya dilakukan upacara peusijuek.
Pelaksanaannya oleh beberapa orang terdiri dari tiga, lima orang dan seterusnya
dalam jumlah ganjil. Upacara ini dimaksudkan untuk mengambil berkah agar yang
tinggal di tempat ini mendapat ridha Allah mudah rezeki dan selalu dalam
keadaan sehat wal’afiat. Pada upacara ini alat-alat yang digunakan
adalah ; dalong, bu leukat, tumpo/u mirah, breueh pade, on
sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo (ketiga yang terakhir di ikat
menjadi satu), glok dan sangee.
- Peusijuk Peudong Rumoh
Rumah
adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Oleh karena itu, kegiatan membangun
rumah selalu dipilih pada hari baik. Demikian juga dalam memilih bahan-bahan
rumah yang dianggap baik. Selanjutnya, membangun rumah atau sering disebut
peudong rumoh diawali dengan upacara peusijuek. Yang di peusijuek biasanya
adalah tameh (tiang) raja, dan tameh putroe serta tukang yang mengerjakannya (utoh)
agar ia diberkati oleh Allah SWT. Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk
upacara peusijuek ini adalah : dalong, bu leukat, breueh pade,
teupong taweue, on sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo, ija puteh dan ija
mirah, glok dan sangge.
- Peusijuk Keurubeuen
Bagi
orang Islam yang mampu, sering memberikan kurban pada hari raya sesuai dengan
hukum agama. Seekor hewan kecil (kambing atau domba) cukup untuk korban bagi
seorang, sedangkan tujuh orang secara bersama-sama memberi korban seekor hewan
besar (sapi). Perangkat yang digunakan dalam upacara peusijuek ini adalah
sebagai berikut : dalong, boh manok meuntah, teupong taweue, breueh pade,
on sisijuek, on manek manoe, naleueng sambo, minyeuk ata, suereuma, baja,
ceureuemen, sugot, sikin cuko, gincu (lipstik), boh kayee (buah-buahan), tirai
peunahan matahari, dan ija puteh (kain putih). Semua bahan, termasuk alat-alat
adalah untuk merapikan tubuh domba oleh penyembelih (jagal) dipakai menurut
kegunaannya masing-masing.
Menurut
keyakinan masyarakat Aceh, bahan-bahan tambahan yang dipersiapkan untuk
peusijuek tersebut seperti minyeuk ata, suereuma, baja, ceureuemen,
sugot, sikin cuko, gincu, boh kayee, tirai peunahan matahari, dan ija
puteh. Mempunyai makna dan fungsi di hari akhirat kelak. Di mana hewan yang
diperuntukkan untuk korban tadi nantinya akan menjadi kenderaan di hari akhirat
kelak dan fungsi dari bahan-bahan tersebut sebagai hiasan kenderaan.
- Peusijuk Kendaraan
Apabila
seorang yang baru memiliki kendaraan ataupun angkutan lainnya, maka diadakan
peusijuek. Hal ini dimaksudkan supaya kendaraan yang dipakai akan terhindar
dari kecelakaan. Yang melaksanakannya satu orang atau pun tiga orang.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar